LANGIT7.ID-Jakarta; Pemimpin Hezbollah, Naim Qassem, menegaskan pada Kamis bahwa kelompok bersenjata yang berbasis di Lebanon itu “tidak netral” dalam konflik antara Iran dan Israel. Dalam pernyataannya, Qassem menyebut Hezbollah akan “bertindak sesuai yang kami anggap perlu” dalam menghadapi apa yang disebutnya sebagai agresi brutal Israel dan Amerika.
“Amerika yang tiran dan Israel yang kriminal tidak akan bisa menundukkan rakyat Iran dan Korps Garda Revolusi Islam (IRGC),” kata Qassem.
Ia juga menegaskan bahwa Hezbollah tetap punya tanggung jawab untuk mendukung Iran dengan segala cara, demi menghentikan penindasan ini.
Hezbollah sendiri sebelumnya mengalami kerugian besar dalam perang melawan Israel tahun lalu, yang berakhir dengan kesepakatan gencatan senjata pada November.
Baca juga: Netanyahu: Ganti Rezim Iran Bukan Tujuan, Tapi Bisa Jadi Akibat PerangSementara itu, Kamis pagi, utusan khusus AS untuk Suriah, Tom Barrack, memperingatkan Hezbollah agar tidak ikut campur dalam perang antara Iran dan Israel. Barrack, yang juga menjabat Duta Besar AS untuk Turki, sedang melakukan kunjungan pertamanya ke Beirut dan bertemu sejumlah pejabat tinggi Lebanon, termasuk Ketua Parlemen Nabih Berri yang dikenal dekat dengan Hezbollah.
“Atas nama Presiden (Donald) Trump, saya bisa bilang... itu akan menjadi keputusan yang sangat, sangat, sangat buruk,” kata Barrack usai pertemuan dengan Berri, saat ditanya soal sikap AS jika Hezbollah ikut terlibat dalam perang.
Saat Israel menyerang Iran pekan lalu, Kementerian Luar Negeri Lebanon mengatakan mereka masih terus melakukan komunikasi diplomatik untuk mencegah negaranya terseret dalam konflik.
Baca juga: Trump Akan Putuskan Aksi AS di Konflik Israel-Iran dalam Dua Pekan, Kata Gedung PutihPresiden Lebanon, Joseph Aoun, dalam pernyataan yang dibagikan setelah bertemu Barrack, menyebut bahwa "komunikasi terus berjalan demi mencapai tujuan monopoli senjata di Lebanon dan Palestina, dan akan semakin digencarkan setelah kawasan kembali stabil."
Berdasarkan kesepakatan gencatan senjata November lalu, Hezbollah diwajibkan menarik pasukannya ke utara Sungai Litani, sekitar 30 kilometer dari perbatasan Israel. Wilayah itu seharusnya hanya diisi oleh tentara Lebanon dan pasukan penjaga perdamaian PBB.
Israel juga diminta menarik seluruh pasukannya, tapi hingga kini masih menduduki lima titik strategis di Lebanon.
Baca juga: Putin Peringatkan AS: Jangan Ikut Campur Perang Iran-Israel, Risikonya Tak TerdugaPemerintah Lebanon sendiri belakangan semakin aktif berupaya melucuti senjata kelompok militan Palestina yang selama puluhan tahun menguasai kamp-kamp pengungsi di negara itu.
Usai bertemu Barrack, Perdana Menteri Lebanon Nawaf Salam menegaskan bahwa negaranya berkomitmen menjaga stabilitas dan menolak ikut terseret dalam konflik regional. Ia juga meminta bantuan AS untuk menekan Israel agar menarik diri sepenuhnya dari wilayah Lebanon yang diduduki.
Meskipun gencatan senjata masih berlangsung, Israel terus melancarkan serangan ke wilayah Lebanon. Serangan terbaru pada Kamis di desa Hula, Lebanon selatan, dilaporkan menewaskan satu orang menurut keterangan dari Kementerian Kesehatan Lebanon.
(lam)