LANGIT7.ID-Jakarta; Menteri Agama Nasaruddin Umar menyoroti potensi besar masjid dalam menggerakkan ekonomi umat saat memberikan keynote speech pada Konferensi Internasional Biennial ke-4 PCINU Belanda. Acara ini digelar di Universitas Groningen, sementara Menag hadir secara virtual dari Wajo, Sulawesi Selatan, sebelum membuka Musabaqah Qiraatil Kutub (MQK) Internasional 2025.
Dalam pidatonya, Menag menekankan bahwa jumlah masjid di Indonesia yang mencapai sekitar 800 ribu bukan hanya memiliki fungsi keagamaan, tetapi juga bisa menjadi pilar penggerak roda ekonomi masyarakat.
“Kalau seandainya 800 ribu masjid dijadikan model pembangkitan ekonomi umumnya, maka kita bisa mengambil 50% pasar minimarket. Itu berarti 20 triliun bisa berputar di lingkungan masjid,” jelasnya dalam keterangan resmi, diktuip Kamis (2/10/2025).
Ia menambahkan, pemanfaatan teknologi digital dapat memperkuat gagasan ini. Dengan dukungan perangkat yang hampir dimiliki semua orang, aktivitas ekonomi berbasis masjid bisa berjalan lebih cepat. “Semua orang punya handphone, jadi kita bisa membeli apapun melalui masjid. Kita bekerjasama dengan betepos, bekerjasama dengan gojek. Dalam tempo 15 menit barangnya diantarkan ke rumah. Dan pasti halal, keuntungannya untuk umat,” ungkapnya.
Diplomasi Agama sebagai Instrumen PerdamaianSelain membahas pemberdayaan ekonomi, Menag juga menyinggung pentingnya diplomasi berbasis agama bagi para diaspora. Menurutnya, bahasa agama dapat dijadikan sarana untuk menjembatani perbedaan dan memperkuat perdamaian lintas negara.
“Religious diplomacy ini ya, kita menggunakan bahasa agama untuk mencakap persoalan-persoalan regional kita. Bahasa agama itu kan bahasa batin. Bahasa batin itu sebetulnya adalah bahasa yang sangat spiritual. Bahasa spiritual itu bahasa Tuhan,” jelas Menag.
Indonesia sebagai Kiblat Peradaban IslamDalam forum tersebut, Menag menegaskan bahwa Indonesia kini berada pada posisi strategis untuk menjadi pusat peradaban Islam dunia. Stabilitas politik, keterlibatan internasional, serta kondisi perempuan di Indonesia yang lebih maju dibanding banyak negara muslim lain menjadi faktor pendorong.
“Indonesia sudah saat ini sekarang jadi kiblat peradaban dunia Islam. Kita jauh dari Israel, situasi perempuan-perempuan kita jauh lebih baik daripada negara-negara muslim. Kemudian juga stabilitas politik kita juga sangat mendukung,” katanya.
Ia menutup pidatonya dengan optimisme bahwa generasi muda Indonesia yang menimba ilmu di Eropa akan berkontribusi besar bagi masa depan bangsa. “Semoga akan datang, insya Allah kita bisa melakukan perubahan besar bagi bangsa besar dari para generasi adinda semuanya sedang belajar di Eropa ini,” pungkas Menag.
(lam)