LANGIT7.ID–Jakarta; Di balik suksesnya program Makan Bergizi Gratis (MBG), ada satu perubahan besar yang tengah digerakkan pemerintah: membangun dapur-dapur yang tidak hanya bergizi, tetapi juga bersertifikat halal. Upaya ini lahir dari kesadaran bahwa kualitas pangan anak bangsa bukan hanya soal gizi, melainkan juga keutuhan nilai yang mencakup keamanan, kebersihan, dan kehalalan.
Badan Gizi Nasional (BGN) bersama Lembaga Pemeriksa Halal (LPPOM) kini memimpin gerakan besar untuk memastikan dapur MBG di seluruh Indonesia memenuhi standar halal. Gerakan ini sejalan dengan visi pemerintah mencetak generasi emas Indonesia yang kuat secara fisik sekaligus berkarakter religius dan berdaya saing.
Menurut Direktur Tata Kelola Pemenuhan Gizi Deputi Bidang Sistem dan Tata Kelola BGN RI, Prof. Dr. Ir. Sitti Aida Adha Taridala, M.Si., gizi yang baik saja belum cukup tanpa jaminan kehalalan. Ia menegaskan bahwa, “makanan yang dikonsumsi masyarakat, terutama yang berasal dari program pemerintah, juga harus aman, sehat, dan halal,” ujar dia, dilansir dari situs MUI, Senin (20/10/2025).
Pesan tersebut disampaikan Prof. Aida dalam webinar bertajuk “Halal dalam Genggaman: Sertifikasi Dapur MBG Tuntas dalam 1 Bulan” yang digelar pada 8 Oktober 2025. Kegiatan daring ini diinisiasi oleh Kantor Pemenuhan Pelayanan Gizi (KPPG) Bogor bersama LPPOM dan diikuti lebih dari 2.500 peserta melalui Zoom serta Live Instagram LPH LPPOM. Webinar ini menjadi forum strategis yang menegaskan kehalalan sebagai bagian dari tanggung jawab sosial dan moral, bukan sekadar kewajiban administratif.
Payung Regulasi yang MenguatkanSertifikasi halal bagi dapur MBG memiliki dasar hukum yang tegas melalui Undang-Undang Jaminan Produk Halal (UU JPH) 2014. Aturan ini kemudian dipertegas lewat Nota Kesepahaman Nomor 12 Tahun 2025 antara BPJPH dan BGN tentang sinergi penyelenggaraan jaminan produk halal dalam program pemenuhan gizi nasional.
Pedoman BGN juga menetapkan bahwa setiap tahapan produksi, mulai dari pengolahan hingga distribusi makanan, wajib mengikuti prinsip syariat Islam untuk menjaga kepercayaan publik dan keberlanjutan program. Namun, penerapan sertifikasi halal tetap disesuaikan dengan kondisi sosial setempat. “Kalau di daerah tertentu semua penerima manfaatnya non-Muslim, maka boleh tanpa sertifikat halal. Tetapi kalau ada satu saja penerima Muslim, maka wajib dilakukan sertifikasi halal,” jelas Prof. Aida.
Lebih jauh, ia mengingatkan bahwa sertifikasi halal juga mencakup aspek kebersihan dan keamanan pangan. “Ketika kita melakukan sertifikasi halal, yang kita jaga bukan hanya aspek syariah, tetapi juga kesehatan masyarakat. Jadi, tidak ada pihak yang dirugikan, justru semuanya diuntungkan,” tambahnya.
Peningkatan Kualitas Dapur dan Edukasi PublikMelalui sertifikasi halal, para penyedia makanan MBG — dari UMKM hingga koperasi dan BUMDes — diarahkan untuk memperbaiki sistem kebersihan, bahan baku, serta proses penyimpanan dan distribusi. “Halal itu bukan hanya bicara tentang bahan, tapi juga tentang bagaimana sesuatu diolah, disimpan, dan didistribusikan,” tegas Prof. Aida.
Keragaman bahan pangan dan cara pengolahan di berbagai daerah memang membawa potensi risiko seperti kontaminasi silang atau penggunaan bahan tidak halal. Dengan sistem sertifikasi, seluruh risiko ini dapat dikendalikan melalui mekanisme pengawasan yang seragam dan berkelanjutan.
Prof. Aida menegaskan bahwa keberhasilan MBG bergantung pada tiga unsur utama: gizi, keamanan, dan kehalalan. Ia menyebut halal sebagai penyempurna dua aspek lainnya karena tidak hanya soal keyakinan, tapi juga soal mutu dan kepercayaan masyarakat. “Sertifikasi halal memberikan ketenangan dan kepastian bagi penerima program bahwa makanan yang mereka konsumsi benar-benar aman dan baik,” ujarnya.
Program Cepat “Sertifikasi Halal Tuntas dalam 1 Bulan”Data dari laman resmi BGN menunjukkan, dari 30.000 mitra yang terdaftar, sebanyak 11.504 telah lolos verifikasi. Target akhir tahun 2025 mencakup 25.400 mitra di wilayah aglomerasi dan 6.000 SPPG di daerah terpencil, dengan total penerima manfaat mencapai 82,9 juta jiwa.
Seiring beroperasinya Satuan Pelaksana Pemenuhan Gizi (SPPG), proses sertifikasi halal dilakukan secara simultan. “Program sertifikasi tuntas dalam satu bulan ini adalah langkah luar biasa yang bisa dicapai bila semua pihak berkomitmen. LPPOM siap mendampingi, tetapi semangat dan kesiapan dari SPPG itu sendiri juga sangat penting,” ujar Prof. Aida.
LPPOM, sebagai lembaga berpengalaman lebih dari 30 tahun, berperan aktif mendampingi para pelaku MBG lewat pendekatan edukatif. Salah satunya melalui inisiatif “Halal On 30” — program belajar 30 menit untuk memahami alur sertifikasi halal dengan mudah, yang dapat diakses melalui tautan bit.ly/HalalOn30.
Kolaborasi erat antara BGN, BPJPH, dan LPPOM menjadi simbol bahwa MBG tidak hanya menghadirkan gizi bagi anak Indonesia, tetapi juga nilai-nilai spiritual dan kepercayaan publik. Sebab, makanan terbaik bukan hanya yang bergizi tinggi, melainkan juga yang membawa ketenangan hati dan keberkahan bagi bangsa.
(lam)