LANGIT7.ID-Jakarta; Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) RI mendorong penguatan sistem pengelolaan zakat nasional melalui integrasi fikih zakat klasik dan kontemporer. Langkah ini dinilai penting untuk memastikan pengelolaan zakat di Indonesia tetap berpijak pada prinsip syariah sekaligus mampu beradaptasi dengan perubahan sosial dan ekonomi masyarakat modern.
Hal tersebut disampaikan oleh Pimpinan BAZNAS RI Bidang Koordinasi Nasional, KH Achmad Sudrajat LC, MA, CFRM, saat menjadi narasumber dalam forum internasional bertajuk Sistem Zakat dalam Madzhab Malik: Dimensi Budaya dan Pembangunan di Tengah Tantangan Kontemporer yang digelar di Ain Defla, Aljazair, Selasa (21/10).
Menurut Achmad Sudrajat, fikih zakat klasik seperti yang dikembangkan oleh Imam Syafi’i dan Imam Malik memuat prinsip-prinsip dasar yang menjadi pedoman umat Islam, sementara fikih kontemporer membantu menyesuaikan prinsip-prinsip tersebut dengan kebutuhan dan perubahan zaman.
“Fikih klasik memberikan pijakan syar’i, sementara fikih kontemporer memberi ruang inovasi. Dengan keduanya, pengelolaan zakat bisa tetap sah secara agama tapi juga relevan dengan kondisi modern,” kata Achmad Sudrajat, dikutip dari situs Baznas, Rabu (22/10/2025).
Ia menjelaskan, kajian fikih Imam Malik memiliki relevansi penting dalam konteks Indonesia yang mayoritas bermazhab Imam Syafi’i. Terdapat banyak titik temu antara kedua mazhab tersebut yang dapat memperkaya kebijakan dan praktik pengelolaan zakat di Indonesia secara kontekstual dan aplikatif.
Ia mencontohkan pandangan mazhab Imam Malik yang memperbolehkan pembayaran zakat sebelum genap satu tahun (haul) jika ada kemaslahatan. Prinsip ini sejalan dengan praktik zakat penghasilan di Indonesia yang bisa ditunaikan saat menerima pendapatan.
Achmad Sudrajat juga menyoroti perkembangan fatwa zakat kontemporer di Indonesia. Menurutnya, sejumlah keputusan Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) seperti zakat profesi, zakat saham, zakat perusahaan, hingga zakat bagi pelaku ekonomi digital seperti youtuber dan selebgram, menunjukkan bahwa hukum Islam terus berkembang seiring dengan perubahan ekonomi dan teknologi.
"Banyak sumber penghasilan baru muncul mulai dari konten kreator, influencer, hingga pelaku ekonomi kreatif lainnya dan semua itu perlu diatur secara fikih agar zakatnya jelas dan sah. Dengan demikian, zakat bisa menjangkau sektor-sektor baru tanpa kehilangan esensi spiritual dan sosialnya,” ujar Achmad Sudrajat.
Menurut Achmad Sudrajat, integrasi antara fikih klasik dan kontemporer menjadi fondasi bagi modernisasi tata kelola zakat nasional. Melalui prinsip Aman Syar’i, Aman Regulasi, dan Aman NKRI, BAZNAS berupaya memastikan bahwa pengelolaan zakat tidak hanya sah secara hukum Islam, tetapi juga sesuai peraturan negara dan memperkuat persaudaraan kebangsaan.
Lebih lanjut, Achmad Sudrajat menyebutkan, penguatan fikih zakat kontemporer juga mendukung program strategis BAZNAS seperti Rumah Sehat BAZNAS, Desa Zakat, Santripreneur, dan BAZNAS Microfinance, dan program BAZNAS lainnya. Program-program tersebut menjadi bentuk nyata penerapan maqashid syariah dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
“Dengan potensi zakat di Indonesia yang mencapai sekitar Rp327 triliun per tahun, pedoman fikih dari mazhab Imam Malik dan Imam Syafi’i, serta fatwa-fatwa kontemporer, diharapkan dapat mengoptimalkan pengelolaan zakat mulai dari penghimpunan hingga pendistribusian,” ujar Achmad Sudrajat.
“fikih zakat klasik memberi arah, fikih zakat kontemporer memberi langkah. Bila keduanya berjalan seiring, zakat tidak hanya menjadi kewajiban individual, tetapi juga kekuatan besar dalam membangun kesejahteraan umat,” ujarnya.
(lam)