LANGIT7.ID- Program Makan Bergizi Muhammadiyah (MBM) yang diluncurkan di Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) bukanlah sekadar aksi sosial. Ia adalah gerakan moral, spiritual, dan kebangsaan yang berakar pada pandangan Islam tentang amanah kemanusiaan, bahwa menyehatkan sesama adalah bagian dari ibadah.
Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir menegaskan, program ini selaras dengan semangat Pemerintah melalui Program Makan Bergizi Gratis (MBG). Bagi Muhammadiyah, memberi makan bukan hanya soal logistik, tetapi juga soal meningkatkan kualitas hidup dan martabat bangsa. “Kita ingin anak-anak Indonesia tumbuh tinggi, sehat, dan cerdas. Itulah investasi terbaik bagi masa depan bangsa,” ujarnya.
Kami memandang langkah Muhammadiyah sebagai wujud nyata dakwah kemanusiaan modern. Di tengah maraknya program populis yang berhenti di seremoni, MBM menawarkan keteladanan: sinergi antara negara, masyarakat sipil, dan nilai agama. Dalam konteks kebijakan publik, ini adalah bukti bahwa kesehatan dan pendidikan gizi adalah bagian integral dari keadilan sosial.
Sebagaimana ditegaskan Syaikh Yusuf Al-Qaradawi dalam
Fiqh al-Awlawiyat, “Menyehatkan manusia adalah amal saleh yang mendahului amal lainnya, karena kehidupan adalah prasyarat bagi ibadah.” Pandangan ini menempatkan gizi bukan sekadar urusan medis, tetapi dimensi moral dari kemanusiaan.
Demikian pula Imam Al-Ghazali dalam Ihya Ulumuddin menulis bahwa tubuh yang sehat adalah alat bagi akal untuk berpikir dan hati untuk mengenal Tuhan. Maka, mengabaikan kesehatan generasi berarti mengabaikan masa depan spiritual dan intelektual bangsa.
Melalui 105 Dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang diinisiasi MBM, Muhammadiyah menghidupkan kembali nilai gotong royong modern: memadukan ilmu, iman, dan pelayanan sosial. Inilah wajah Islam berkemajuan yang menyejukkan: bekerja sunyi, tapi berdampak luas.
Namun, tantangan tetap ada. Haedar dengan jujur mengakui perlunya evaluasi dan penyempurnaan berkelanjutan. Di sinilah pentingnya membangun tata kelola yang akuntabel dan berkeadilan agar setiap suapan makanan bergizi benar-benar sampai kepada anak-anak yang membutuhkan, bukan tersesat dalam birokrasi atau kepentingan politik.
Sebagaimana pesan Maulana Abul Kalam Azad, tokoh pendidikan India sekaligus ulama besar, “Bangsa yang lapar tidak bisa berpikir, dan bangsa yang tidak berpikir tidak akan pernah merdeka.” Pernyataan ini mengingatkan bahwa ketahanan pangan dan gizi adalah bagian dari ketahanan nasional.
MBM adalah momentum bagi bangsa ini untuk menegaskan arah pembangunan manusia Indonesia yang holistik—yang menyehatkan tubuh, mencerdaskan pikiran, dan menegakkan nilai-nilai kemanusiaan.
Revolusi gizi yang sejati tidak lahir dari dapur negara semata, tetapi dari dapur-dapur nurani masyarakat yang percaya bahwa memberi makan satu anak berarti menyelamatkan masa depan seluruh bangsa.
(mif)