Dari Baghdad abad ke-12, Abdul Qadir al-Jilani hadir sebagai sufi, faqih, dan pengkritik sosial. Warisannya melintasi zaman: tarekat, moralitas, hingga kritik atas kuasa.
Menurut Syaikh, jenis manusia pertama adalah mereka yang tidak berhati dan tidak berlidah. Mereka adalah orang-orang bodoh dan hina, yang tidak pernah mengingat Allah.
Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani memberikan nasihat yang mendalam tentang bagaimana seharusnya kita bersikap terhadap kehidupan orang lain, terutama tetangga yang hidup lebih mapan dan bahagia.
Bila duka, maka timbul kecemasan, keluhan, ketaksenangan, pencomelan, penyalahan terhadap perilaku buruk, dosa karena menyekutukan sang Pencipta dengan makhluk dan sarana-sarana duniawi, dan akhirnya kekafiran
Syaikh Abdul Qadir al-Jilani dianggap mempunyai kemampuan 'penglihatan' sejak kanak-kanak, belajar di Baghdad dan mempergunakan banyak waktunya untuk mencoba mengembangkan pendidikan gratis bagi khalayak.
Zakat syariah secara umum sama seperti yang dijelaskan dalam kitab-kitab fiqh sedangkan zakat thariqah lebih menjurus ke zakat pahala untuk orang yang miskin amal ibadahnya.
Konsep zakat Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani memiliki dua aspek: aspek syariah dan aspek thariqah. Zakat syariah berupa zakat hasil pekerjaan duiawi. Sedangkan zakat thariqah berupa zakat dari hasil pekerjaan ukhrawi.
Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani cenderung mengatakan malam turunnya lailatul qadar terjadi pada sepuluh hari terakhir di bulan Ramadan, tepatnya malam 27 Ramadhan. Sementara Imam Syafii berpendapat pada 21 Ramadan.