Langit7, Bogor -  Metaverse kian ramai diperbincangkan karena mengusung konsep masa depan. Di mana kegiatan aktivitas manusia, seperti sosialisasi dan transaksi jual-beli akan dilakukan melalui dunia virtual.
Namun, transaksi di dalam metaverse ini masih menimbulkan pro-kontra, khususnya bagi umat Islam. Di mana 
Non Fungible Token (NFT) dan mata uang kripto terkandung di dalamnya.
Seperti diketahui, Ijtima Ulama Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia ke-7 yang digelar pada 9-11 November 2021 di Jakarta, memutuskan larangan penggunaan mata uang kripto.
Baca juga: Mengenal Shinta VR, Bagian dari Teknologi Metaverse di IndonesiaKendati demikian, umat Islam juga harus menyambut hal positif yang dihadirkan metaverse. Lantas bagaimana seharusnya umat bersikap dalam hal ini?
Berikut adalah wawancara khusus Reporter Langit7, Mahmuda Attar Hussein dengan Rektor Institut Agama Islam (IAI) Tazkia Bogor, Murniati Mukhlisin. Berikut nukilannya: 
Bagaimana pandangan Anda soal Metaverse?Kita apresiasi tentunya, karena ini merupakan sebuah inovasi dalam teknologi. Tentu saja ada sisi positif dan negatif, tergantung bagaimana kita menggunakannya. 
Metaverse sendiri belum tentu akan terjadi, tetapi sejak 1992 istilah ini pertama kali diintroduksi oleh Neal Stephenson dalam sebuah novel 
Snow Crash. Dan hari ini bisa kita lihat pada salah satu contoh mudah adalah film avatar dan 
gim virtual reality, juga yang lainnya.
Metaverse akan mempengaruhi cara manusia bersosialisasi dan bertransaksi jual-beli. Apakah masyarakat, khususnya umat Islam harus beradaptasi dengan hal itu?Iya, kedepannya apabila teknologi metaverse ini telah rampung dan terimplementasi secara global maka umat Islam pun harus beradaptasi. Tentu saja pegangannya adalah prinsip Islam, salah satunya rambu-rambu syari’ah. 
Segala transaksi yang ada di dalamnya harus terhindar dari semua unsur yang terlarang seperti, riba (rente), gharar (ketidakjelasan), maysir (spekulasi), dharar (merusak), dzolim (menzalimi), haram (terlarang) dan lainnya.
Lantas, bagaimana seharusnya masyarakat menyikapi Metaverse ini?Masyarakat perlu menyikapi metaverse ini dengan beberapa hal, di antaranya seperti mempelajarinya secara mendalam, sehingga paham betul pola-struktur dan cara kerja metaverse.
Baca juga: Bahas Tuntas Metaverse oleh CEO WIR Group Michael BudiMengambil kesempatan positif dari teknologi ini dan menjauhi/
blocking hal-hal yang bertentangan dengan tuntutan aqidah, syariah dan akhlaq. Juga menciptakan ekosistem metaverse yang sesuai dengan alamiyah muslim.
Metaverse menggunakan konsep yang serba digital, di mana Non-Fungible Token (NFT) dan mata uang kripto terkandung di dalamnya. Bagaimana ekonomi dan keuangan syariah memandang hal ini?Apabila menyangkut pada aspek transaksi, maka perlu dilakukan kajian mendalam terkait keabsahan dalam transaksi. 
Ditinjuau dari penggunaan mata uang kripto, secara umum para pakar ekonomi syariah dan ulama memfatwakan akan pelarangan penggunaan kripto. Hal ini dikarenakan unsur gharar yang terlalu tinggi. 
Kripto yang muncul saat ini belum bisa memenuhi secara utuh karakter mata uang yang ditetapkan para pakar. Hal yang menarik adalah metaverse nantinya menjadi “
new market” dalam sebuah tatanan ekonomi dan keuangan.
Selanjutnya, NFT sendiri secara singkatnya akan terjadi perdebatan terkait “
pricing” dan unsur ke-harta-an dalam Islam. Para ulama menjelaskan harta ada yang berbentuk fisik dan non-fisik selama memiliki nilai ekonomi. 
Baca juga: Indonesia Bakal Pamer Metaverse di KTT G20Akan tetapi pada NFT ini yang menjadi problem adalah sistem “
pricing” yang belum “
clear” dan nampak pada kebermanfaatan yang diperbolehkan oleh syara’. 
Maka perlu kajian lebih mendalam terkait keabsahan dan mekanisme akan terjadikan ekosistem ekonomi dan keuangan syariah di dalam metaverse ini. 
Bagaimana seharusnya ummat Islam beradaptasi dengan perubahan ekonomi yang serba digital?Tentu saja mengikuti perkembangannya, memahami sistem kerjanya, kemudian menjauhkan perkara-perkara yang terlarang dan menggunakannya dengan “bijak”. 
Menurut Anda, apakah ekonomi dan keuangan syariah juga sudah semakin visioner dan akan memanfaatkan peluang yang ada di metaverse?Tentunya Iya. Akan tetapi perlu pagar-pagar yang jelas dalam setiap transaksi yang berlaku di dalamnya. Intinya harus ada iman, adab, ilmu baru diamalkan. 
Seberapa siap ekonomi dan keuangan syariah beradaptasi dengan hal ini?Kita harus survei untuk tahu seberapa siap, tapi dari perkembangan keuangan syariah termasuk 
Fintech Syariah sendiri, pelaku dan pangsa pasar masih sekitar 10 persen. 
Maka itu diperlukan SDM syariah, hafal Al-Quran, dan mahir teknologi yang unggul. Sehingga dapat memasuki teknologi metaverse ini dan menjadikan semua praktik ekonomi dan keuangan syariah sesuai dengan syariah.
(zul)