LANGIT7.ID, Jakarta - Sosial media marak diisi konten-konten pamer kekayaan. Fenomena semacam ini disebut flexing. Lalu, bagaimana hukum pamer kekayaan dalam Islam?
Dai kondang Ustadz Adi Hidayat (UAH) menjelaskan, fenomena ini sudah ada sejak zaman jahiliah, yaitu kisah dari kalangan suku Quraisy. Bahkan, jauh sebelum itu Al-Qur'an telah menggambarkan sosok Qarun yang hidup pada era Nabi Musa AS.
Pada era Rasulullah, Bani Sahm tidak terima jika distriknya dipandang rendah dan sebelah mata oleh Bani Manaf. Sehingga, mereka pun bersaing agar menjadi yang paling terbaik dan terhebat, baik persaingan dunia maupun persaingan 'kematian'.
Baca juga: 5 Tips Terhindar Jebakan Flexing, Ampuh Hadapi Investasi BodongTiap kali merasa kemewahan dunia tidak cukup untuk dipersandingkan dan dipamerkan, mereka mendatangi kuburan dan menghitung jumlah anggota kabilah yang telah wafat.
Mereka menghitung makam untuk membuktikan jumlah anggotanya jauh lebih banyak dibandingkan dengan suku lain.
"Tuh, di alam kubur pun mayat anggota kami masih lebih banyak daripada suku lain, lantas Bani Sahm pun melakukan hal serupa dan berkata anggotanya jauh lebih banyak dibandingkan Bani Abdu Manaf," kata UAH melalui kanal
YouTube-nya, Sabtu (12/3/2022).
UAH menukil pernyataan Imam Muqatil dan Imam Al Kalbi, fenomena tersebut mendapat respons cepat dari Allah Ta'ala dengan menurunkan Surah At-Takatsur.
Nikmat, harta, dan benda merupakan titipan dari Allah Ta'la. Suatu saat pasti akan diambil kembali oleh pemiliknya. UAH menegaskan, semua nikmat tersebut sejatinya harus menjadi bekal ibadah, bukan dijadikan ajang pamer.
"Bahwa seluruh nikmat yang dititikan oleh Allah itu seyogyanya adalah bekal ibadah yang akan dibawa pulang dan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah Ta'ala. Bukan untuk dipamerkan, bukan untuk diperlombakan, bukan pula untuk ditampilkan saja," ucapnya.
Baca juga: Sifat Materialisme seperti Air Laut, Semakin Diminum Semakin HausMenurut UAH, orang yang saat ini gemar memamerkan harta di media sosial bukan wujud dari kesuksesan, tapi justru kemunduran. Sebab, sejarah telah membuktikan hal itu. Orang musyrik zaman dulu kerap memamerkan kekayaan, dan itu ditentang oleh Allah Ta'ala.
Dia pun mengingatkan setiap muslim untuk menghindar sifat suka pamer harta. Pamer dengan tujuan ingin terlihat paling hebat dan paling kaya merupakan salah satu sifat orang jahiliyah.
"Sangat tidak diharapkan, apalagi jika ada seorang muslim yang menampilkan harta kekayaannya, lantas hanya ingin dibandingkan dengan orang lain. Untuk menampilkan kesan paling hebat, kaya, punya nilai, maka anda terlambat karena ini sudah dilakukan Bani Abdu Manaf dan Bani Sahm di masa Jahiliyah, dan diluruskan oleh Allah," kata UAH.
(jqf)