LANGIT7.ID - , Jakarta - Sejumlah negara berpendapatan rendah dan menengah tercatat memiliki peningkatan risiko utang
luar negeri yang signifikan. Negara-negara dengan peningkatan risiko
utang banyak tersebar di Afrika dan Asia.
Indikasi peningkatan risiko utang luar negeri ditunjukkan dengan peningkatan angka indikator utang, seperti
external debt stocks to exports, external debt stocks to GNI (
gross national income), dan
debt service to exports.
Baca juga: 4 Negara Ini Pernah Bangkrut karena Gagal Bayar UtangDilansir laporan
Indef (Institute for Development of Economics and Finance) dalam seminar “Mendorong Keadilan Ekonomi dan Utang Melalui G20” di
Bali, Kamis (14/2022), pada 2020
external debt stocks to exports adalah sebesar 123 persen. Presentase tersebut meningkat tajam dari 106 persen di 2019.
Indikator
external debt stocks to GNI meningkat dari 27 persen di 2019 ke 29 persen di negara
low and middle income. Sementara itu,
debt service to exports meningkat dari 16 persen di 2019 ke 17 persen di 2020.
“Peningkatan utang di 2020 dibarengi dengan penurunan nilai nominal GNI, sehingga meningkatkan risiko utang di negara-negara
low and middle income,” tulis Indef.
Menurut data World Bank, negara-negara
low and middle income dengan rasio
debt to GNI lebih dari 100 persen di 2020. Mereka di antaranya adalah Mongolia, Panama, Lebanon, Montenegro, Zambia, Mauritius, Mozambique, Jamaica, Georgia, Bhutan, Cabo Verde, Kyrgyz Republic, Angola,
Tunisia,
Kazakhstan, dan Armenia.
Sementara, berdasarkan
sovereign debt vulnerability ranking (peringkat kerentanan utang negara) yang dikeluarkan Bloomberg tahun 2022, dengan menilai 4 aspek yaitu
government bond yield,
5Y CDS Spread, Interest Expense, dan
Government Debt, menunjukkan bahwa 10 negara paling rentan adalah El Savador, Ghana, Tunisia, Pakistan, Mesir, Kenya, Argentina, Ukraina, Bahrain, dan Namibia.
“Penilaian dilakukan dengan mengeluarkan negara
Sri Lanka dan Lebanon yang telah resmi gagal membayar obligasinya,” kata Indef.
Kebanyakan negara-negara
low and middle income berutang pada
China sebesar 170 miliar dolar AS, Bank Internasional untuk Rekonstruksi dan Pembangunan (IBRD) sebesar 204 miliar dolar AS dan Asosiasi Pembangunan Internasional (IDA) sebesar 177 miliar dolar AS pada akhir 2020.
Baca juga: Parlemen Sri Lanka Tetapkan Pemilihan Presiden Baru pada 20 Juli 2022Bank Dunia dalam buku International Debt Statistics 2022 menunjukkan bahwa kebanyakan utang yang berasal dari China berhubungan dengan proyek infrastruktur dan operasi pada industri ekstraktif. Negara-negara di sub-sahara Afrika menunjukkan peningkatan utang yang tajam terhadap China sejak 2018.
Sementara itu di Asia Selatan, utang kepada China melonjak dari 4.7 miliar dolar AS di 2011 ke 36.3 miliar dolar AS di 2020. China menjadi pemberi pinjaman terbesar ke negara: Maladewa, Pakistan, dan Sri Lanka.
(est)