LANGIT7.ID, Jakarta - Mental Health atau
kesehatan jiwa kini menjadi perhatian banyak orang. Sehat tak hanya dipandang dari aspek fisik tapi juga mental. Di media sosial, perbincangan tentang mental health terus bergema di ruang maya. Generasi muda yang terdiri dari milenial dan Gen Z semakin mawas terhadap isu mental health. Meski tak sedikit bias yang muncul dalam berbagai pembahasannya.
Dalam 3 dekade terakhir, upaya untuk meningkatkan kesadaran tentang
kesehatan jiwa terus ditingkatkan. Dimulai sejak 1992 oleh World Federation for Mental Health, setiap 10 Oktober kini diperingati sebagai Hari Kesehatan Jiwa Se-Dunia. Segala upaya tersebut adalah dalam rangka melawan
mental illness atau gangguan mental yang bisa muncul sebagai penyakit layaknya penyakit fisik pada umumnya.
Baca Juga: Hari Kesehatan Mental Dunia, Begini Pesan WHO Pascapandemi
Islam, pada hakikatnya sangat memperhatikan kesehatan jiwa. Meskipun dunia kedokteran jiwa tidak mengafirmasi pandangan Islam sebab berangkat dari landasan yang berbeda. Bagi dunia kedokteran, gangguan mental adalah murni masalah medis sementara dalam Islam, ia tidak bisa dipisahkan dari keimanan.
LANGIT7 berkesempatan berbincang dengan Presiden
International Association of Muslim Psychologist (IAMP) Dr Bagus Riyono tentang kesehatan mental dan gangguan mental dalam perspektif Islam. Berikut kutipan wawancaranya:
Bagaimana Islam memandang mental illness atau gangguan mental? Pertama harus dipahami bahwa menurut Islam, inti dari diri manusia adalah hatinya atau jiwanya. Atau bisa juga jiwa yang bersemayam dalam hatinya. Sehingga yang disebut
mental illness itu adalah adanya masalah dalam jiwanya. Masalah itu paling tidak ada dua lapis, yaitu pertama lapisan Pemahaman yang keliru, kedua adalah kekeliruan dalam mengambil pilihan sikap.
Baca Juga: Melacak Teori Kesehatan Jiwa dalam Islam, Ibadah Bisa Jadi Psikoterapi
Kekeliruan dalam pemahaman ini terkait dengan bagaimana makna pengalaman hidup. Pengalaman hidup tersebut ada yang berupa kebahagiaan dan ada yang berupa penderitaan. Makna yang hakiki dalam kehidupan ini baik itu kebahagiaan maupun penderitaan sebenarnya adalah ujian bagi keimanan, sehingga mereka yang beriman akan menyikapinya dengan sabar. Mereka yang tidak bisa menyikapinya dengan sabar, niscaya akan mengalami masalah kejiwaan.
Bagaimana kaitannya dengan spiritualitas? Makna dari keimanan dan kesabaran adalah sesuatu yang terkait pada hubungan dengan Allah yang Maha Ghaib. Jadi dalam Islam tidak ada istilah spiritual, adanya istilah beriman kepada yang Ghaib, sebagaimana dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 3:
الَّذِيْنَ يُؤْمِنُوْنَ بِالْغَيْبِ وَيُقِيْمُوْنَ الصَّلٰوةَ وَمِمَّا رَزَقْنٰهُمْ يُنْفِقُوْنَ ۙ
(yaitu) mereka yang beriman kepada yang gaib, melaksanakan salat, dan menginfakkan sebagian rezeki yang Kami berikan kepada mereka.
Baca Juga: Baca Al-Quran dengan Irama Merdu Berpengaruh pada Kesehatan Jiwa
Untuk menggunakan istilah spiritualitas kita harus sangat berhati-hati karena kalau tidak berhati-hati dan ceroboh justru akan membawa pada pengambilan sikap yang bisa mengarah kepada musyrik, karena jika ada sesuatu yang Ghaib selain Allah yang dijadikan gantungan sangat besar risikonya untuk menjadi musyrik.
Ada stigma yang menyebut kalau gangguan mental terjadi karena seseorang jauh dari Allah atau malah karena gangguan jin, bagaimana pandangan anda?Di dalam pertanyaan di situ disebutkan ada stigma. Ini perlu diklarifikasi maksudnya apa. Kata Stigma mengandung makna seolah olah pernyataan itu tidak benar. Kalau memang itu dianggap stigma, maka pertanyaannya apakah ada penjelasan lain?.
Dalam surat Ar-Rad ayat 28, dinyatakan bahwa hanya dengan dzikrullah maka hati akan tenang. Artinya ketika kita jauh dari Allah maka hati semakin tidak tenang dan itu bisa menyebabkan masalah kejiwaan seperti kegelisahan, kesedihan, kecemasan, ketakutan, dan lain sebagainya yang nanti akan berdampak kepada kekosongan jiwa.
Baca Juga: Gangguan Jiwa dalam Psikoreligi, Begini Solusinya dalam Islam
Sehingga, karena inti dari diri manusia adalah hatinya atau jiwanya maka semakin gelisah jiwa seseorang dia akan semakin terganggu mentalnya.
Kesehatan mental terjadi pada mereka yang tenang jiwanya, yaitu jiwa yang merasa aman sehingga kuat menghadapi berbagai macam ujian.
Jiwa yang merasa aman adalah jiwa yang beriman kepada Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang yang Maha mengampuni segala dosa-dosa, dan yang Maha Menepati Janji.
Baca Juga: Gangguan Mental Bukanlah karena Jin, Dosa atau Jauh dari Allah
Lalu bagaimana Islam menangani gangguan mental? Bagaimana membentuk mental yang sehat sesuai tuntunan Islam?Bagaimana Islam mengajarkan kesehatan mental? yaitu dengan banyak ber-tazkiyah, artinya selalu membersihkan diri dari prasangka buruk dan dari dosa-dosa. Kemudian menyuburkan diri untuk menerima ilmu dan petunjuk, serta selalu mengembangkan diri dengan ilmu sehingga jiwa akan semakin kuat dan semakin sehat secara mental.
Selain itu, harus dipahami bahwa berdzikir itu penjelasannya ada lebih dari 200 ayat dalam Al-Quran. Jadi jangan disederhanakan hanya sekedar mengucapkan doa. Dzikir membawa seluruh jiwa raga terintegrasi dan seluruh kesadaran terfokus sehingga didapatkan penghayatan yang kuat.
Baca Juga: Bukan Healing, Ini Kunci Kesehatan Jiwa Menurut Imam al Ghazali
Dzikir harus diikuti dengan pendalaman ilmu dan pemahaman yang mendalam tentang makna dari asma’ul husna sebagai representasi dari kehadiran Allah SWT dalam kehidupan kita. Dzikir harus dipahami sebagai pendekatan yang multidimensional dan holistik dan jangan dikecilkan hanya sebagai cabang. Ibaratnya
one for all dan all for one.(jqf)