LANGIT7.ID, Jakarta - Pada umumnya,
alumni pesantren menempuh pendidikan di negara-negara Arab. Namun berbeda dengan Novi Basuki. Alumnus
Pondok Pesantren Nurul Jadid Paiton Probolinggo, Jawa Timur itu justru menempuh S1 sampai S3 di Tiongkok.
Pria yang memiliki nama Mandarin Wang Xiao Ming itu menjadi pelajar RI asal Situbondo yang mendapat beasiswa S1-S3 di Tiongkok. Novi berangkat ke Negeri Tirai Bambu pada 2010 dan tiba di Xiamen, kota terbesar di Provinsi Fujian. Di kota ini, dia menghabiskan waktu enam tahun untuk menempuh pendidikan S1 dan S2.
“Saya masuk SMA Nurul Jadid pada 2007 dan lulus pada 2010. Kemudian dari sana saya mendapat beasiswa untuk kuliah ke Tiongkok, saya S1 di sana dan lulus pada 2013. Lalu lanjut ambil S2 dan S3,” kata Novi di kanal SMA Nurul Jadid, Jumat (21/10/2022).
Saat menempuh pendidikan S1, Novi mengambil jurusan Pendidikan Bahasa dan Budaya Tiongkok selama tiga tahun. Dia lalu melanjutkan S2 mengambil jurusan Hubungan Internasional (HI) dengan sepesikasi hubungan Tiongkok dengan Asia Tenggara.
Baca Juga: Pesantren Ini Ajarkan Bahasa Mandarin hingga Kirim Santri Kuliah ke Cina“Lalu, spesifikasinya hubungan Tiongkok dengan Indonesia,” kata Novi. Dia pindah ke Guangzhou saat mengambil S3. Dia mengambil jurusan Politik Internasional di Sun Yat-sen University. “Saya 10 tahun di Tiongkok,” katanya.
Setelah itu, dia pernah mendapat kesempatan mengajar di Tiongkok selama satu tahun. Dia menggunakan bahasa Mandarin sebagai bahasa pengantar. Awalnya, dia menjadi
Visiting Scholar di sana, lalu berkesempatan mengajar selama satu tahun.
Pakar Islam di Tiongkok, di Indonesia Jadi Pakar Cina10 tahun menempuh pendidikan di Tiongkok membuat Novi disebut sebagai pakar Cina saat berada di Indonesia. Sebaliknya, saat berada di Cina, dia disebut sebagai pakar Islam.
Hal itu bukan tanpa alasan. Dia aktif menulis mengenai Islam dan kebudayaan Tiongkok di Cina. Setidaknya ada dua buku yang sudah ditulis Novi yakni ‘Ada Apa dengan Cina’ dan ‘Islam di Cina Dulu dan Kini’.
Baca Juga: Pilot Pesawat Kepresidenan RI Ternyata Seorang Santri
“Saya waktu kuliah di Tiongkok itu, saya mencoba mendalami hal-hal yang terkait dengan Islam di Tiongkok, selain politik Tiongkok Kontemporer. Karena tadi, saya santri, saya tertarik dengan Islam yang ada Tiongkok,” ucap Novi.
Novi awalnya Risau dengan opini yang berkembang di Indonesia tentang Cina. Mayoritas masyarakat melihat Cina dalam sudut pandang politik, sehingga komunisme menjadi titik berat.
Namun, kata dia, Cina sebenarnya sudah melakukan reformasi. Komunisme di Cina tak seperti dulu. Cina sudah terbuka dengan perbedaan. Warga bisa menganut agama yang mereka inginkan.
“Tapi ini hanya penilaian subjektif. Makanya saya harus mencari literatur terkait soal Islam di Tiongkok di zaman dulu sampai 1929 diperintah satu partai,” kata Novi.
Baca Juga: Pendidikan di Gontor Putri Tempa Elizabeth Diana Dewi Jadi DiplomatHasil penelitian tentang Islam di Cina dan kebudayaan Cina itu dituangkan dalam tulisan. Tulisan-tulisa tersebut yang membuat Novi sering disebut pakar Islam di Cina dan pakar Cina di Indonesia.
“Saya pelajari (Islam di Cina dan budaya Cina), lalu saya tulis di media, saya tulis buku. Orang baca itu, orang menilai kok beda dengan yang ada di beredar. Mungkin itu saya disebut pakar ‘abal-abal’,” ujar Novi.
Tak hanya itu, kini Novi aktif menjadi narasumber di berbagai media untuk mengklarifikasi isu yang berkaitan dengan Cina. Bahkan di kanal YouTube Asumsi dia mempunyai segmen acara khusus bernama Cha Guan.
(jqf)