LANGIT7.ID, Jakarta - Penasihat Yayasan Indonesia Care, Iqbal Setyarso menilai Indonesia Filantropi Award (IFA) 2022 memberi dampak besar terhadap peningkatan kualitas lembaga filantropi di Indonesia. Menurutnya, IFA 2022 adalah ikhtiar selebrasi yang indah penuh makna.
“Menjadikan ‘kegembiraan menolong’ sebagai event, bahkan secara regular dievaluasi. Indonesia Fundraising Award 2022, pantas dikatakan mitigasi tsunami filantropi,” kata Anggota juri IFA Award 2022 ini kepada Langit7.id lewat pesan elektronik, Senin (7/11/2022).
Iqbal mengapresiasi IFA 2022 yang diselenggarakan Institut Fundraising Indonesia sebagai mitigasi filantropi setelah dunia fundraising diterpa isu penyalagunaan dana donasi yang dilakukan petinggi lembaga Aksi Cepat Tanggap (ACT). ACT terjerumus malpraktik pengelolaan dana sosialnya setelah 17 tahun sejak berdirinya.
Baca juga: Indonesia Care dan PKBI Beri Layanan Kesehatan Gratis ke Warga PrasejahteraPada pekan-pekan pertama kasus ACT menjadi banyak diperbincangkan, secara berentet terjadi pembekuan sepihak. Dimarakkan pemberitaan akan adanya 176 lembaga punya modus serupa ACT.
“Tahun 2022 menjadi tahun suram filantropi,” kata Iqbal.
Menurut Iqbal, IFA 2022 memberi cahaya terang atas kesuraman tersebut. Sebagai lembaga kebaikan sekelompok orang yang mewadahi gerakan konsisten, memilih ranah sangat langka: mengedukasi
filantropi, lalu melakukan penganugerahan.
“Langkah itu sangat impacful terlebih ketika institusi filantropi diterjang tsunami,” tutur Iqbal.
Kerja-kerja istiqamah para praktisi filantropi yang berjibaku tanpa henti dalam sepi, menjadikan pekerjaan filantropi sebagai “perhelatan senyap”. Karena keseriusannya mengedukasi publik pada gilirannya melahirkan transparansi dan responsibilitas.
Dengan kata-kata fundraising dana publik, IFI meneruskan apa yang pernah dirintis lembaga Zakat Nasional (Dompet Dhuada) melalui Inspirasi Melintas Zaman (IMZ). Menyapa publik secara swadaya, tanpa panduan, tanpa pembinaan dan arahan.
“Saya berefleksi dan berempati, pada masa yang cukup panjang, lembaga-lembaga sosial-kemanusiaan itu telah bekerja dalam senyap. Event penjurian lembaga-lembaga itu membuat batin saya berkata, mereka bekerja mandiri, dan ada institusi yang mau ‘memanggungkan’ kerja-kerja senyap mereka, menjadi pemantik perhatian khalayak,” papar Iqbal.
Baca juga: Relawan Indonesia Care Cs Gelar Trauma Healing di BogorMaka, menurut Iqbal, IFA 2022 sangat pantas mencerminkan mitigasi atas tsunami filantropi. Proses penjurian IFA Award 2022 terasa elegan, “perlawanan anggun atas sikap regulator”, alih-alih membina, yang terjadi malah membinasakan.
“Masyarakat filantropi Indonesia, seraya menyayangkan sikap pemberangusan lembaga filantropi, pada sisi lain mensyukuri ada ikhtiar konsisten mengedukasi khalayak, juga regulator sendiri untuk cermat menunjukkan itikad legalnya sebagai regulator,” jelasnya.
Iqbal berharap regulator mengambil porsi yang wajar dan sepatutnya dalam menyikapi polemik kasus lembaga filantropi. Peran pemerintah, lanjutnya, seharusnya dapat lebih menyemarakkan semangat menstimulasi kebaikan, kesalihan sosial, kedermawanan sebagai hal yang tak kalah pentingnya dibanding penegakan hukum.
“Sebagai penilai independen, IFI telah unjuk kebaikan yang untuk itu layak memperolah support aktivitasnya oleh dua pihak sebagai regulator filantropi, yakni departemen agama RI dan departemen sosial RI,” kata Iqbal.
(sof)