LANGIT7.ID, Jakarta - Kisah sultan mendapati jasad pemabuk dan pezina yang ternyata bukan orang biasa menjadi hikmah untuk ummat Islam. Ini terjadi di masa Khalifah Turki Ustami.
Pada masa kepemimpinan Sultan Murad IV, Khalifah Turki Utsmani periode 1623 sampai 1640 Masehi ada seorang yang dituding sebagai pemabuk dan pezina.
Kisah Sultan Murad IV mendapati jasad pemabuk dan pezina ini menjadi sejarah dan masih diceritakan hingga sekarang. Cerita inspiratif ini pun sangat membuka mata hati ummat.
Suatu malam, Sultan Murad oğlu Ahmed tak bisa tidur. Hatinya dipenuhi kegelisahan. Ia pun memanggil kepala kemanan istana dan mengajaknya keluar menyusuri kota.
Sultan Murad memang dikenal sebagai pemimpin yang suka blusukan di malam hari. Agar tak dikenali rakyatnya, Sultan Murad menjalani pemantauannya dengan cara menyamar.
Ketika malam itu Sultan Murad dan pengawalnya tiba di lorong sempit. Dia melihat seorang laki-laki tergeletak di tanah, seperti sedang tidur. Namun ketika dibangunkan, dia tak merespons sehingga dicek kondisi medisnya dan diketahui sudah meninggal dunia.
Sultan pun mengetahui bahwa jasad pria itu sudah lama berada di lorong tersebut. Nahas tidak ada seorang pun yang memperdulikannya. Orang-orang berlau lalang bagai tak ada apa-apa, meski pun mereka tahu ada mayat yang terabaikan di tempat itu.
Ketika Sultan bertanya kepada masyarakat di sana, mereka pun tampak acuh tak acuh. Sebab jasad pria itu dikenal sebagai seorang pemabuk dan pezina.
"Biarkan saja begitu. Dia seorang pemabuk dan pezina," kata salah satu warga yang tak tahu bahwa pria tersebut merupakan Sultan Murad IV.
"Bukankah ia termasuk ummat Muhammad shallallahu alaihi wasallam? Sekrang ayo bantu saya mengangkat jenazahnya, kita bawa ke rumahnya," pinta Sultan Murad IV.
Sesampainya di kediaman pria tersebut, orang-orang langsung pergi. Namun, Sultan Murad IV dan pengawalnya tetap tinggal dan hendak menyelesaikan pengurusan jenazah.
Melihat suaminya pulang sudah tak bernyawa, sang istri menangis. Dalam tangisannya ia bersaksi bahwa lelaki yang selama ini menjadi imamnya adalah orang sholeh.
"Semoga Allah merahmatimu, wahai waliyullah. Aku bersaksi bahwa engkau termasuk orang yang salih." Pernyataan dan doa itu pun membuat Sultan oğlu Ahmed terkejut.
Sejauh ini, ia hanya mendengar bahwa jenazah yang baru saja dibopongnya adalah lelaki yang gemar minum alkohol dan berzina. Tidak seperti yang disampaikan sang istri.
"Bagaimana mungkin dia termasuk wali Allah, sementara orang-orang membicarakan tentang dia begini dan begitu, sampai-sampai mereka tidak peduli dengan kematiannya?"
Sang istri pun akhirnya membuka amalan rahasia suaminya. Bahwa suaminya setiap malam memang gemar membeli minuman keras, tapi tidak untuk dikonsumsi.
"Setiap malam suamiku keluar rumah pergi ke toko-toko minuman keras, dia membeli minuman keras dari para penjual sejauh yang ia mampu. Kemudian minuman-minuman itu dibawa ke rumah lalu ditumpahkannya ke toilet, tak ada yang diminumnya.
Pria itu berkata, "Saya telah meringankan dosa kaum muslimin."
Adapun mengenai tuduhan pezina, sang istri menjelaskan bahwa suaminya selalu pergi menemui para pelacur, memberi kepada mereka dan menyuruhnya menutup pintu sampai pagi.
"Kemudian ia pulang ke rumah, dan berkata kepadaku, 'Alhamdulillah, malam ini aku telah meringankan dosa para pelacur itu dan pemuda-pemuda Islam'."
Sebagi seorang istri, ia mengaku sempat merasa khawatir atas pandangan masyarakat terhadap suaminya. Suatu kali, ia pernah mengingatkan bahwa jika sang suami wafat, tidak akan ada kaum Muslim yang mengurusi jenazahnya karena dianggap suka mabuk dan berzina.
"Ia hanya tertawa, dan berkata, 'Jangan takut, bila aku mati, aku akan dishalati oleh Sultan-nya kaum muslimin, para ulama dan para wali'."
Mendengar penjelasan itu, Sultan Murad menangis. Ia lalu membuka jati dirinya sebagai khalifah. Ia berjanji akan mengurus pria itu dengan penuh penghormatan.
"Benar! demi Allah, akulah Sultan Murad IV, dan besok pagi kita akan memandikannya, menyalatkannya dan menguburkannya."
Esoknya, prosesi penyelenggaraan jenazah laki-laki itu dihadiri oleh Sultan, para ulama, para waliyullah dan seluruh masyarakat.
Kisah ini terekam dalam buku Mudzakkiraat Sultan Murad IV karya Syaikh Al Musnid Hamid Akram Al Bukhary.
(bal)