LANGIT7.ID-, Jakarta- - Gempar! Dunia maya dihebohkan dengan munculnya produk-produk berlabel "bir" dan "wine" yang ternyata memiliki sertifikat halal. Fenomena ini memicu perdebatan sengit di kalangan netizen dan membuat banyak pihak bertanya-tanya: Bagaimana mungkin minuman beralkohol bisa halal?
Namun, jangan terburu-buru mengambil kesimpulan. Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) LPPOM MUI angkat bicara untuk mengklarifikasi keresahan masyarakat ini. Mereka menegaskan bahwa produk-produk tersebut bukanlah minuman keras seperti yang dibayangkan banyak orang.
"Kami pastikan bahwa produk berlabel 'wine' yang mendapat sertifikat halal sebenarnya merujuk pada warna kosmetik, bukan minuman beralkohol," tulis LPH LPPOM MUI. Hal ini diperbolehkan berdasarkan Fatwa MUI yang memperkenankan penggunaan istilah "wine" untuk menunjukkan jenis warna pada produk non-pangan.
Sementara itu, produk dengan label "bir" yang dimaksud ternyata adalah minuman tradisional seperti bir pletok. Minuman ini sudah lama dikenal masyarakat dan tidak mengandung alkohol, sehingga tidak termasuk dalam kategori khamr atau minuman memabukkan.
Kontroversi semakin memanas ketika beredar kabar bahwa produk bernama "tuak" dan "tuyul" juga mendapat sertifikat halal. Menanggapi hal ini, LPH LPPOM MUI dengan tegas membantah. "Kami tidak pernah meloloskan produk dengan nama tuak dan tuyul dalam proses pemeriksaan halal," tegas mereka.
Investigasi lebih lanjut mengungkap adanya kesalahan penulisan pada beberapa produk. Contohnya, "Beer Strudel" yang tercantum di database ternyata seharusnya "Beef Strudel". Begitu pula dengan "Beer Stroganoff" yang sebenarnya adalah "Beef Stroganoff". Pihak LPH LPPOM MUI menyatakan bahwa proses perbaikan nama sedang dilakukan.
Kasus unik lainnya adalah "Ginger Beer" yang ternyata bukan minuman beralkohol. Setelah penelusuran, dipastikan bahwa produk ini tidak mengandung bahan haram. Namun, untuk menghindari kesalahpahaman, produsen bersedia mengubah nama menjadi "Fresh Ginger Breeze".
Meski demikian, kontroversi ini membuka mata masyarakat tentang pentingnya ketelitian dalam proses sertifikasi halal. BPJPH Kementerian Agama mengakui adanya perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai penamaan produk. Namun, mereka menekankan bahwa perbedaan tersebut hanya terkait penggunaan nama, bukan aspek kehalalan zat dan prosesnya.
Terlepas dari kontroversi ini, LPH LPPOM MUI berkomitmen untuk terus meningkatkan layanan mereka. Tujuannya adalah menghasilkan produk halal yang terjamin dan terpercaya bagi masyarakat Indonesia yang mayoritas Muslim.
(lam)