LANGIT7-Jakarta,- - Keputusan pemerintah Australia mengesahkan undang-undang tentang larangan menggunakan media sosial bagi anak berusia di bawah 16 tahun, pada akhir November lalu menuai pro dan kontra di berbagai kalangan. Meski begitu tidak sedikit pula yang menyetujui keputusan tersebut karena dianggap memberi dampak positif.
Keputusan besar tersebut dianggap sebagai eksperimen sosial yang ambisius dalam sejarah. Undang-undang baru Australia, yang disetujui oleh Parlemen jelang akhir November lalu itu merupakan upaya untuk melawan berbagai arus kehidupan modern, kekuatan-kekuatan besar seperti teknologi, pemasaran, dan globalisasi.
Larangan tersebut bukan hal mudah sebab platform media sosial seperti TikTok, Snapchat, dan Instagram sudah begitu melekat dalam kehidupan anak muda, sehingga sulit untuk bersikap acuh tak acuh.
Pertanyaan lain muncul. Apakah larangan tersebut membatasi kebebasan berekspresi anak-anak, mengisolasi mereka dan membatasi kesempatan mereka untuk berhubungan dengan anggota komunitas mereka?
Baca juga:
Australia Resmi Larang Anak di Bawah 16 Tahun Gunakan Media SosialApakah inisiatif Australia ini merupakan pembangunan jangka panjang yang baik dan akan melindungi kelompok rentan, atau dapatkah ini menjadi eksperimen yang bertujuan baik namun memiliki konsekuensi yang tidak diinginkan?
Undang-undang tersebut akan membuat platform termasuk TikTok, Facebook, Snapchat, Reddit, X dan Instagram bertanggung jawab atas denda hingga 50 juta dolar Australia ($33 juta) karena kegagalan sistemik dalam mencegah anak-anak di bawah 16 tahun memiliki akun.
“Jelas bahwa perusahaan media sosial harus bertanggung jawab, dan itulah yang coba dilakukan Australia,” kata Jim Steyer, presiden dan CEO organisasi nirlaba Common Sense Media, melansir apnews.com, dilihat Rabu (11/12/2024).
Sementara itu, banyak pakar keselamatan anak, orangtua, dan bahkan remaja yang menunggu untuk tampil di media sosial menganggap langkah Australia sebagai langkah positif. Mereka mengatakan ada banyak alasan untuk memastikan anak-anak menunggu.
“Yang paling penting bagi anak-anak, sama seperti orang dewasa, adalah hubungan antarmanusia yang nyata. Lebih sedikit waktu sendirian di depan layar berarti lebih banyak waktu untuk terhubung, bukan lebih sedikit,” kata Julie Scelfo, pendiri Mothers Against Media Addiction, atau MAMA, sebuah kelompok orang tua akar rumput yang bertujuan memerangi dampak buruk media sosial terhadap anak-anak, melansir AP.
Baca juga:
DPR Minta Pemerintah Terbitkan SKB Pembatasan Akses Internet dan Ponsel untuk AnakScelfo menambahkan bahwa dirinya yakin para orangtua dapat mendukung anak-anak dalam berinteraksi dengan berbagai cara selain berbagi meme terbaru.
Tak bisa dipungkiri, bahaya media sosial terhadap anak-anak telah didokumentasikan dengan baik dalam dua dekade, sejak peluncuran Facebook yang mengantarkan era baru dalam cara dunia berkomunikasi.
Menurut beberapa penelitian, anak-anak yang menghabiskan lebih banyak waktu di media sosial, terutama saat remaja atau remaja, lebih mungkin mengalami depresi dan kecemasan, meskipun belum jelas apakah ada hubungan sebab akibat.
Terlebih lagi, banyak dari mereka yang terpapar konten yang tidak sesuai dengan usia mereka, termasuk pornografi dan kekerasan, serta tekanan sosial mengenai citra tubuh dan riasan.
Mereka juga menghadapi intimidasi, pelecehan seksual, dan rayuan yang tidak diinginkan dari teman sebayanya serta orang asing. Karena otak mereka belum sepenuhnya berkembang, remaja, terutama remaja yang menjadi fokus hukum, juga lebih terpengaruh oleh perbandingan sosial dibandingkan orang dewasa, sehingga postingan bahagia dari teman pun dapat membuat mereka terjerumus ke dalam spiral negatif.
(ori)