LANGIT7.ID-Jakarta; Presiden Prancis Emmanuel Macron tengah bertemu dengan rekan sejawatnya dari Indonesia, Prabowo Subianto, di Jakarta pada 28 Mei. Hubungan pertahanan dengan klien utama penjualan senjata Prancis di Asia Tenggara ini diperkirakan akan menjadi salah satu agenda pembahasan.
Indonesia merupakan tujuan kedua kunjungan regional Macron setelah Vietnam, di mana kedua negara menandatangani kesepakatan senilai lebih dari 10 miliar dolar AS (sekitar Rp159 triliun). Dia dijadwalkan terbang ke Singapura pada 29 Mei.
Kementerian Luar Negeri Indonesia menyatakan kedua pihak akan membahas "kemitraan strategis yang sudah ada", tanpa memberikan rincian spesifik mengenai bidang pembahasan.
Pada 2022, kedua negara menandatangani kesepakatan pertahanan senilai 8,1 miliar dolar AS yang mencakup pesanan 42 jet tempur Rafale buatan Dassault Aviation Prancis serta serangkaian perjanjian, termasuk pengembangan kapal selam dan amunisi.
"Beberapa komitmen perlu tindak lanjut dan Indonesia telah menunjukkan ketertarikan pada beberapa peralatan militer lainnya, tetapi belum ada perkembangan lebih lanjut," ujar Khairul Fahmi, pakar militer dari Institute for Security and Strategic Studies yang berbasis di Indonesia.
Hingga saat ini, belum ada jet Rafale yang dikirimkan ke Indonesia.
Kepala Staf Angkatan Udara Indonesia, Marsekal Madya Mohamad Tonny Harjono, pada Februari lalu menyatakan enam jet akan tiba di Indonesia pada awal 2026, menurut laporan kantor berita Antara.
Selain kesepakatan Rafale, Indonesia pada 2024 menyepakati perjanjian dengan galangan kapal milik negara Prancis, Naval Group, untuk membeli dua kapal selam Scorpene. Pada 2023, Indonesia juga mengumumkan pembelian 13 radar pengawas udara jarak jauh dari Thales Prancis.
Prabowo, yang menjadi Presiden pada 2024, menjabat sebagai Menteri Pertahanan saat kesepakatan-kesepakatan tersebut ditandatangani.
Delegasi Macron dalam kunjungannya ke Indonesia yang kaya akan mineral ini mencakup CEO baru grup pertambangan Prancis Eramet, Paulo Castellari. Ketua Eramet Christel Bories menyatakan mereka akan membahas perizinan pertambangan terkait tambang nikel Weda Bay.
Indonesia merupakan produsen nikel terbesar di dunia dan juga memiliki cadangan logam tersebut terbesar yang diketahui. Eramet dan perusahaan lain telah mengeluhkan pengurangan kuota volume.
Grup tersebut juga telah berdiskusi dengan dana kekayaan negara Indonesia yang baru, Danantara, tentang investasi rantai pasok baterai. Eramet masih ingin masuk ke pengolahan nikel setelah membatalkan rencana pembangunan pabrik bersama produsen bahan kimia Jerman BASF pada 2024.(*/saf/reuters/thestraitstimes)
(lam)