Langit7.id - Dakwah, Al-Quran, Berita Terkini dan Tafsir
Dapatkan Update berita LANGIT7.ID
melalui notifikasi browser Anda.
kalender Kamis, 30 Oktober 2025
home masjid detail berita

Nasikh-Mansukh: Tuhan yang Mendidik Secara Bertahap

miftah yusufpati Senin, 27 Oktober 2025 - 05:15 WIB
Nasikh-Mansukh: Tuhan yang Mendidik Secara Bertahap
KH Ali Yafie. Foto: Ist
LANGT7.ID-Di tengah pandangan yang sering menilai agama sebagai sesuatu yang statis dan beku, konsep nasikh-mansukh—penghapusan dan penggantian hukum dalam Al-Qur’an—menawarkan wajah lain dari dinamika wahyu. Ia menunjukkan bahwa Islam tidak lahir sebagai sistem hukum yang turun sekaligus jadi, melainkan tumbuh dalam dialog dengan sejarah, manusia, dan realitas sosialnya.

KH Ali Yafie, dalam tulisannya “Nasikh Mansukh dalam Al-Qur’an”, menjelaskan bahwa perubahan hukum-hukum dalam Al-Qur’an bukan tanda kontradiksi, melainkan ekspresi dari tadarruj—pendidikan bertahap yang dilakukan Tuhan kepada umat manusia. Ia menulis, merujuk pada pandangan Syekh al-Qasimi, bahwa “Allah mendidik bangsa Arab selama 23 tahun dalam proses bertahap, hingga mencapai kesempurnaan sosial dan spiritualnya.”

Dengan kata lain, naskh bukan penghapusan dalam arti pembatalan mutlak, tapi penyempurnaan. Hukum-hukum awal yang bersifat lokal dan sementara, diganti dengan aturan yang lebih universal, sejalan dengan kematangan masyarakat penerima wahyu.

Tadarruj: Pendidikan Ilahi

KH Ali Yafie membandingkan proses perubahan hukum dengan hukum alam. Ia menulis, sebagaimana manusia lahir dari sperma menjadi janin, lalu tumbuh menjadi dewasa, demikian pula hukum Tuhan berkembang mengikuti tahap kematangan umat. “Kalau naskh dalam alam raya ini tidak kita ingkari,” tulisnya, “mengapa kita mempersoalkan penghapusan dan pengembangan dalam syariat?”

Pandangan ini menempatkan wahyu dalam kerangka pendidikan yang progresif. Tuhan, kata Ali Yafie, tidak menurunkan hukum berat sekaligus kepada bangsa yang baru mengenal tauhid. Ada proses penyesuaian psikologis, sosial, bahkan kultural. Hukum yang keras datang setelah manusia siap menerima.

Bagi KH Ali Yafie, nasikh-mansukh justru menjadi bukti kasih sayang Tuhan. “Syariat Allah adalah perwujudan rahmat-Nya,” tulisnya. Tuhan menurunkan hukum bukan untuk membebani, tapi membimbing manusia mencapai kedewasaan spiritual dan sosial.

Ia membandingkan dengan agama-agama sebelumnya yang hukum-hukumnya diubah manusia sendiri, hingga kehilangan substansinya. Dalam Islam, perubahan itu ditetapkan langsung oleh Tuhan—melalui wahyu—bukan oleh tafsir politik atau kepentingan penguasa agama.

Perubahan ilahi itu bukan bentuk inkonsistensi, melainkan mekanisme rahmah (kasih sayang): cara Tuhan mengajari manusia hidup tertib, adil, dan sesuai dengan fitrahnya.

Refleksi di Zaman Modern

Di era kini, gagasan nasikh-mansukh seolah menemukan relevansi baru. Dalam masyarakat yang berubah cepat—dengan tantangan moral, sosial, dan ekologis yang belum pernah ada sebelumnya—konsep perubahan bertahap menjadi pelajaran penting. Bahwa keimanan tak selalu berarti ketaatan kaku, tapi juga kemampuan memahami konteks, mencari hikmah, dan menyesuaikan diri tanpa kehilangan nilai dasar.

Ali Yafie, dengan pendekatan kontekstual khasnya, menunjukkan bahwa Al-Qur’an bukan teks yang beku, melainkan living guidance—petunjuk yang hidup, yang terus membimbing manusia sepanjang zaman.

Kesimpulannya, nasikh-mansukh bukan sekadar teori hukum Islam klasik, tapi cermin kebijaksanaan wahyu. Bahwa Tuhan mendidik manusia dengan lembut dan bertahap, agar agama tak sekadar ditaati, tapi dihayati dengan kesadaran penuh akan rahmat dan kemanusiaan.

(mif)
  • Bagikan Artikel Ini :
TOPIK TERKAIT
BERITA TERKAIT
jadwal-sholat
Jadwal Sholat
JAKARTA, Kamis 30 Oktober 2025
Imsak
03:59
Shubuh
04:09
Dhuhur
11:40
Ashar
14:54
Maghrib
17:49
Isya
19:00
Lihat Selengkapnya
QS. Ali 'Imran:64 Langit 7 Cahaya Menuju Kebaikan
قُلْ يٰٓاَهْلَ الْكِتٰبِ تَعَالَوْا اِلٰى كَلِمَةٍ سَوَاۤءٍۢ بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمْ اَلَّا نَعْبُدَ اِلَّا اللّٰهَ وَلَا نُشْرِكَ بِهٖ شَيْـًٔا وَّلَا يَتَّخِذَ بَعْضُنَا بَعْضًا اَرْبَابًا مِّنْ دُوْنِ اللّٰهِ ۗ فَاِنْ تَوَلَّوْا فَقُوْلُوا اشْهَدُوْا بِاَنَّا مُسْلِمُوْنَ
Katakanlah (Muhammad), “Wahai Ahli Kitab! Marilah (kita) menuju kepada satu kalimat (pegangan) yang sama antara kami dan kamu, bahwa kita tidak menyembah selain Allah dan kita tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun, dan bahwa kita tidak menjadikan satu sama lain tuhan-tuhan selain Allah. Jika mereka berpaling maka katakanlah (kepada mereka), “Saksikanlah, bahwa kami adalah orang Muslim.”
QS. Ali 'Imran:64 Langit 7 Cahaya Menuju Kebaikan