Ketegangan diplomatic muncul antara AS dan Israel terkait pembangunan pangkalan militer di Gaza. AS dengan tegas menolak pembangunan pangkalan permanen yang disertai penghancuran ratusan bangunan warga Palestina. Meski mendukung Israel dalam perang melawan Hamas, AS menegaskan bahwa wilayah Gaza tidak boleh dikurangi dan warga Palestina tidak boleh dipaksa meninggalkan rumah mereka.
Krisis pangan di Gaza mencapai titik kritis seiring konflik yang berkelanjutan. Warga harus berjuang keras setiap hari demi mendapatkan makanan pokok, khususnya roti dan tepung. Harga melambung drastis, ketersediaan terbatas, dan bantuan kemanusiaan terhambat. Situasi ini memperburuk kondisi kemanusiaan di wilayah yang sudah dilanda kehancuran akibat perang, membuat warga Gaza hidup dalam ancaman kelaparan dan ketidakpastian.
UNICEF dan Finlandia menunjukkan komitmen nyata dalam memajukan pendidikan Palestina melalui program EQUIP senilai 3,4 juta Euro. Program tiga tahun ini fokus pada pendidikan inklusif dan berkualitas untuk anak-anak rentan, termasuk penyandang disabilitas di Gaza dan Tepi Barat. Kerjasama ini menjadi langkah penting dalam memperkuat sistem pendidikan nasional Palestina di tengah situasi konflik.
Konflik Israel-Gaza terus memanas dengan perintah evakuasi terbaru di wilayah Gaza Selatan, khususnya Khan Younis. Militer Israel mengklaim adanya peluncuran roket dari kawasan tersebut, memaksa penduduk local mengungsi ke zona kemanusiaan. Situasi semakin mencekam dengan korban jiwa yang terus bertambah di kedua belah pihak, mayoritas warga sipil.
Ketegangan di Timur Tengah semakin memanas setelah Donald Trump, presiden terpilih AS, mengancam akan ada konsekuensi serius jika sandera di Gaza tidak dibebaskan sebelum pelantikannya pada Januari 2025. Pernyataan ini muncul di tengah konflik berkepanjangan antara Israel dan Hamas yang telah menewaskan ribuan orang dan menghancurkan sebagian besar Gaza.
Presiden ICC Tomoko Akane menegaskan komitmen pengadilan untuk tetap independen dan tidak memihak di tengah tekanan politik global. Pernyataan ini muncul setelah ICC mengeluarkan surat perintah penangkapan kontroversial terkait konflik Gaza, yang mendapat reaksi keras dari berbagai pihak. Situasi ini menunjukkan tantangan serius terhadap sistem peradilan internasional.
Upaya diplomatik untuk mengakhiri konflik Gaza terus berlanjut melalui dialog antara Hamas dan Mesir. Kedua pihak membahas kemungkinan gencatan senjata, pertukaran tahanan, dan bantuan kemanusiaan. Meski belum ada kesepakatan konkret, keterlibatan aktif mediator regional seperti Mesir, Qatar, dan Turki memberikan harapan baru bagi tercapainya solusi damai di wilayah tersebut.
Deklarasi Kuwait menjadi momentum penting bagi negara-negara Teluk dalam menyikapi krisis Gaza dan Lebanon. Melalui KTT GCC ke-45, para pemimpin tidak hanya mengecam kekerasan Israel, tetapi juga menegaskan dukungan untuk Palestina merdeka dan stabilitas regional. Pertemuan ini menunjukkan kesatuan negara Teluk dalam upaya perdamaian Timur Tengah.
Upaya perdamaian di Gaza terus berlanjut dengan AS sebagai mediator utama. Gedung Putih aktif mendorong kesepakatan gencatan senjata dan pembebasan sandera, meski belum mencapai hasil final. Israel menunjukkan sinyal positif untuk negosiasi, sementara situasi kemanusiaan di Gaza semakin memprihatinkan dengan ribuan korban jiwa dan kehancuran infrastruktur. Dialog diplomatik terus berlangsung untuk mencari solusi konflik berkepanjangan ini.
Situasi kemanusiaan di Gaza semakin kritis setelah UNRWA menghentikan pengiriman bantuan melalui perlintasan Kerem Shalom akibat masalah keamanan. Perampokan konvoi bantuan dan serangan terhadap pekerja kemanusiaan menjadi tantangan serius. Sementara korban terus bertambah, kebutuhan bantuan darurat semakin mendesak, namun distribusi terhambat oleh konflik yang berkelanjutan.
Pengakuan terhadap Palestina sebagai negara merdeka terus mengalami peningkatan signifikan, dengan total 146 negara memberikan dukungan resmi. Tahun 2024 menjadi momentum penting dengan bergabungnya sembilan negara baru, termasuk beberapa negara Eropa yang berpengaruh. Meskipun menghadapi tantangan dari Israel dan belum mendapat pengakuan dari negara-negara G7, dukungan internasional untuk kedaulatan Palestina terus menguat.
Arab Saudi menetapkan syarat tegas untuk normalisasi hubungan dengan Israel, yaitu kemerdekaan Palestina harus terwujud terlebih dahulu. Sikap ini mendapat dukungan dari berbagai pihak termasuk Inggris yang menekankan pentingnya solusi dua negara. Amerika Serikat juga berkomitmen mendukung kesepakatan historis ini melalui pakta keamanan dan jaminan ekonomi. Namun, masih ada keraguan mengingat pemerintah koalisi Israel yang berhaluan sayap kanan tetap bersikeras mempertahankan pendudukan di Tepi Barat.
Liga Arab mengambil langkah tegas mendukung perjuangan Palestina melalui peringatan Hari Solidaritas Internasional. Acara ini menjadi momentum penting di tengah konflik yang berkelanjutan, dengan menghadirkan berbagai tokoh dan perwakilan internasional. Liga Arab menegaskan pentingnya tekanan global terhadap Israel untuk mencapai perdamaian dan kemerdekaan Palestina.