LANGIT7.ID, Jakarta -  Guru Besar bidang Ilmu Manajemen di Universitas Indonesia (UI), Prof. Rhenald Kasali, Ph.D, mengingatkan anak-anak muda agar tidak menjadikan gelar atau perguruan tinggi sebagai patokan ilmu pengetahuan. Banyak orang bisa jadi pakar tanpa gelar. 
"Celakalah kita yang masih berpikir baru menjadi manusia berilmu kalau sudah pergi ke pendidikan tinggi dan memperoleh gear. Hari ini banyak orang hebat yang mendapatkan ilmu tanpa melalui perguruan tinggi, dan mereka lebih bisa mempraktikkan lebih baik ketimbang kita yang berpendidikan tinggi," kata Rhenald melalui akun youtube-nya, Sabtu (22/1/2022). 
Tidak mengherankan selama masa pandemi beberapa penelusuran melalui google mengalami peningkatan yang sangat pesat. Misalnya penelusuran cara membuat aplikasi meningkat 20 persen, kata online course sebanyak 35 persen, data sains 40 persen, digital marketing 35 persen, dan video pengetahuan meningkat 80 persen.
Contoh anak muda yang bisa menjadi hebat melalui pendidikan 
non-degree adalah Fiki Naki. Ia seorang anak muda yang bisa berbicara dalam 8 bahasa asing. Padahal, banyak orang yang kuliah di fakultas bahasa, namun belum tentu bisa menggunakan pelajaran bahasa itu ke kehidupan sehari-hari.
Bayangkan, banyak sekali orang kuliah di fakultas bahasa tapi belum tentu bisa bercakap-cakap berdasarkan bahasa yang mereka pelajari. 
Pola-pola seperti ini harus ditanamkan kepada anak-anak sejak dini, agar tidak terpukau pada pendidikan formal saja. Sebab, pendidikan formal sejatinya hanya mempercepat menjadi manusia bermanfaat. 
Sementara pendidikan 
non-degree bisa terus dieksplorasi oleh anak yang memiliki cakupan ilmu pengetahuan tak terbatas. Banyak ilmu yang belum diajarkan di dunia kampus, tapi sudah diajarkan di dunia online.
Menurut UC Berkeley extension pada 2020, sebanyak 32 persen yang berpraktek sebagai personal 
cyber security (keamanan siber) ternyata tidak memiliki gelar sarjana. Perusahaan yang mendapat layanan mereka, ternyata puas dan merasa aman dengan pekerjaan mereka. 
Banyak pula orang yang mendapatkan skill dari dunia online. Sebut saja Alif Ba Ta, seorang gitaris fingerstyle yang sebetulnya sehari-hari hanya bekerja sebagai supir forklift di daerah Cakung, Jakarta Timur. 
Ia memukau banyak gitaris-gitaris terkenal saat meng-cover lagu Bohemian Rhapsody dengan caranya sendiri. Dia tampil dengan kaos oblong dengan background tembok putih, namun sekarang subscriber-nya sudah 4,8 juta orang, menurut sosial Breath tahun 2021.
Lain pula dengan Kaharuddin. Pria berusia 40 tahun itu bisa membuat Helikopter. Padahal, sesungguhnya Helikopter tidak bisa dibangun dengan menggunakan pendekatan biasa saja. Ia memerlukan pengetahuan dengan latar belakang yang solid. Namun pria asal Bone, Sulawesi Selatan itu bisa.
Ruang Piiliang yang berusia 56 tahun seorang tukang las juga berhasil membuat helikopter. Demikian pula Usman Jalili (65 tahun) yang tidak lulus SD tapi berhasil menerbangkan Helikopter di Jambi. 
Jujun Junaedi seorang tukang bubut dan lulusan STM bahkan sampai diundang oleh Google sebagai tokoh yang menginspirasi masyarakat. Berkat belajar dari Youtube, dia mampu menerbangkan helikopternya sendiri.
Selain mereka, ada orang-orang yang bisa membuat pesawat 
aeromodelling dengan belajar secara 
non-degree. Misalnya, Suherman seorang buruh bangunan (34 tahun) di Serdang Bedagai atau Wawan Ernawan seorang supir angkot berusia 30 tahun di Sumedang.
Mereka bisa membuat pesawat 
aeromodelling. Ada lagi yang membuat pesawat 
ultralite dan bahkan diberi apresiasi oleh TNI AU yakni, Herul di Pinrang, Sulawesi Selatan. Ia terinspirasi dari Habibie dan bisa membuat pesawat ultralight.
Mereka adalah orang-orang yang bisa membuktikan bahwa siapa saja bisa menjadi pakar tanpa harus gelar. Semua bisa didapatkan asal ada kemauan untuk belajar.
(jqf)