LANGIT7.ID, Jakarta - Jumlah kematian anak di Indonesia meningkat dalam tiga pekan terakhir akibat infeksi SARS-CoV-2. Hal tersebut disampaikan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI).
Ketua IDAI Aman Bhakti Pulungan mengatakan, lebih dari 100 anak meninggal dunia per pekan. "Mayoritas yang meninggal itu adalah balita, sedangkan 30 persen lainnya remaja antara 10 sampai 18 tahun," kata Aman dikutip
Anadolu Agency, Jumat (23/7/2021).
Indonesia, kata dia, juga masih menjadi negara dengan prevalensi kasus kematian anak akibat Covid-19 yang paling tinggi di dunia. Aman mengatakan sebagian anak yang meninggal setelah terinfeksi Covid-19 memiliki penyakit penyerta (komorbid). Sayangnya, banyak orang tua tidak menyadari bahwa anak-anak mereka mengidap penyakit tersebut.
"Saat ini iya, Indonesia masih jadi yang tertinggi di dunia," tuturnya.
"Salah satunya yang tidak disadari oleh orang tua di Indonesia itu obesitas, diabetes juga lengah, lalu TBC padahal angka penyakit TBC kita ini nomor dua di dunia," ungkapnya.
Selain itu, krisis yang terjadi di fasilitas kesehatan juga berdampak pada sulitnya anak mendapatkan perawatan di fasilitas kesehatan. Fasilitas kesehatan yang hampir kolaps membuat banyak pasien harus mengantre hingga tiga hari di Instalasi Gawat Darurat (IGD) demi mendapatkan perawatan.
"Tidak mungkin anak-anak menunggu begitu lama di IGD, sementara tidak semua rumah sakit mempunyai IGD atau ruang rawat khusus anak. Jadi banyak yang kadang kita terlambat (menangani) pada saat ini," ujarnya.
Kasus kematian yang terjadi lebih besar dibanding yang dilaporkan. Data Satuan Tugas Penanganan Covid-19 menunjukkan 12,8 persen atau sekitar 388 ribu dari 3,03 juta kasus positif yang dilaporkan hingga Kamis terjadi pada anak berusia 0-18 tahun. Selain itu, 1 persen atau sekitar 790 kasus dari total 79.032 kasus kematian akibat Covid-19 di Indonesia merupakan anak-anak.
IDAI menduga kasus positif maupun kasus meninggal akibat Covid-19 pada anak yang sebenarnya terjadi lebih tinggi dibandingkan data yang dilaporkan secara resmi. Data yang ada sejauh ini menunjukkan mayoritas kasus kematian pada anak terjadi di Pulau Jawa, namun Aman mengatakan bukan berarti kasus kematian di luar Jawa lebih rendah.
Hal itu disebabkan oleh rendahnya tes, telusur kontak, serta kesadaran untuk mendeteksi dini infeksi Covid-19 pada anak-anak di Indonesia, terutama di daerah-daerah di luar Pulau Jawa. "Di luar Jawa apalagi di tempat yang
testing dan
tracing-nya sulit tentu bisa jadi saat meninggal juga tidak tahu apakah karena Covid-19 atau bukan," ungkapnya.
"Kalau saya bisa bilang, data yang sekarang ini masih
under reported," tuturnya.
Aman juga menyoroti rendahnya kesadaran masyarakat terkait risiko Covid-19 pada anak. Alhasil, menempatkan anak pada posisi rentan terinfeksi seperti dibawa berjalan-jalan, ke tempat kerumunan, dan tanpa menggunakan masker.
IDAI juga merekomendasikan agar para orang tua segera mendaftarkan anak-anak berusia 12 tahun ke atas untuk mendapatkan vaksin Covid-19. Sejauh ini, kata dia, belum ada laporan Kejadian Ikutan Pasca-imunisasi (KIPI) yang serius pada anak. Sebanyak 622 ribu remaja berusia 12-18 tahun di Indonesia telah menerima vaksin Covid-19 sejauh ini dari target sebanyak 26,7 juta orang.
(asf)