LANGIT7.ID - , Jakarta - Generasi Z dan Milenial merupakan generasi yang sangat akrab dengan internet. Kedua generasi ini mendapatkan segala informasi positif maupun negatif di sana. Akibatnya, generasi ini kerap terkena penyakit mental yang membuat produktivitas terganggu.
Head of Original Content Narasi TV, Amanda Valani mengungkapkan generasi Z dan milenial sangat peduli dengan kesehatan mental, kesejahteraan dan kebahagiaan.
Menurut Amanda, hal tersebut dikarenakan dua generasi ini begitu mudah terkoneksi dengan saluran internet maupun konten media sosial. Sehingga mereka cenderung membandingkan kebahagiaannya dengan orang lain.
Baca juga: Memahami Self Healing dan Kesehatan Mental, Apa Itu?"Generasi ini banyak mendapat informasi yang tidak perlu di internet. Sehingga kesadaran
work life balance-nya sedikit terganggu. Menurut saya harus hati-hati, jangan sampai indeks kebahagiaan orang lain disamakan dengan dirinya," ujar Amanda dalam Webinar bertajuk "Work Life Balance Amidst The Pandemic: Creating Healthy And Equal Partnerships At Work", Rabu (16/3/2022).
Amanda menyebut generasi saat ini rentan menjadi
strawberry generation yang memiliki tampilan menarik namun rapuh di dalam. Istilah ini, Amanda menambahkan, perlu dipahami oleh generasi Z dan milenial yang semuanya serba instan.
"Agar ketika ada
pressure atau
overload dalam hal pekerjaan, mereka tidak mudah curhat dan mencoba memperlihatkan bahwa dia
burnout. Ini merupakan salah satu dilema yang dialami generasi milenial maupun Z milenial" jelas Amanda.
Karena itu, Amanda menekankan untuk lebih berhati-hati dalam menerima informasi atau menonton konten kebahagiaan orang lain. Bisa jadi jika diaplikasikan ke diri sendiri hal tersebut malah tidak cocok. Akibatnya pun menjadi
over eksploitasi pada diri sendiri.
Untuk mengatasi kondisi tersebut, Founder Ruang Berpijar ini menyarankan membangun kultur keterbukaan dan kejujuran. Sederhananya dengan membangun komunikasi yang baik.
Baca juga: 5 Tips Psikolog untuk Jaga Kesehatan Mental di Tengah PandemiBila menyinggung dunia kerja, kultur ini jangan hanya dilakukan saat membahas pekerjaan saja. Tapi juga bisa dilakukan ketika ingin membangun suasana menyenangkan di dalam tim. Misalnya dengan melakukan
online zuma, nobar series Korea dan sebagainya.
"Sehingga hal ini dapat membantu kita untuk menyeimbangkan antara beban kerja dan juga aktivitas yang menyenangkan. Jadi, ketika kita melihat atasan, rekan kerja, bayangannya bukan hanya pekerjaan saja tetapi juga memikirkan setelah
deadline selesai aktivitas fun apa lagi yang mau dilakukan. Ini dilakukan agar dapat membangun koneksi lebih baik antara rekan," pungkas Amanda.
Amanda mengakui sejauh ini dirinya menerapkan kultur keterbukaan dan kejujuran untuk mengantisipasi
work life balance. Dengan melakukan aktivitas yang menyenangkan, Amanda meyakini hal tersebut bisa mereduksi keluhan-keluhan yang ada.
(est)