LANGIT7.ID, Jambi - Masjid Raya Magat Sari menjadi salah satu masjid bersejarah di Kota Jambi. Konon, Masjid ini lebih tua dari dua ormas besar di Indonesia, Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah.
Masjid ini berdiri kokoh di tengah hiruk pikuk Pasar Kota Jambi dan terus menjaga kemajemukan masyarakat keagamaan di Kota Beradat Bumi Melayu.
Masjid Raya Magat Sari mulai dibangun pada akhir masa perjuangan Sultan Thaha dari Kesultanan Melayu di Jambi melawan Belanda sekitar tahun 1906 silam.
Baca juga: Tampung Ribuan Orang, Ini Empat Masjid Terbesar di RusiaMasjid ini berlokasi di Jalan Orang Kayo Hitam, Arab Melayu, Kecamatan Pasar, Kota Jambi. Lokasi masjid adalah tanah wakaf Syeikh Hasan bin Ahmad Bafadhal yang diperoleh secara turun temurun sejak 1276 hijriah atau 1850 masehi dari masa Pangeran Mangku Negara dari Kesultanan Melayu di Jambi.
Ketua Pengurus Masjid Raya Magat Sari, Yahya A Kadir mengatakan, Masjid Raya Magat Sari telah menjalani tiga sampai empat kali renovasi. Renovasi terakhir dilakukan sekitar 10 tahun yang lalu.
“Awalnya, luas tanah masjid ini sekitar 30 meter persegi, dibangun dari papan. Sejak awal tahun 1990-an, luas tanah masjid ini menjadi 1.287 meter bujur sangkar terdiri dari dua lantai,” jelas Yahya dikutip Bimas Islam, Ahad (20/3/2022).
![Masjid Raya Magat Sari Pilar Islam di Tengah Pasar Kota Jambi]()
(Masjid Raya Magat Sari Jambi (foto: instagram/ galeri_jambi)
Yahya mengatakan, terdapat beberapa versi mengenai asal muasal nama Magat Sari. Ada yang menyebut berasal dari seseorang yaitu Nan Magat atau Nagatsari. Ada juga yang mengatakan, Magat Sari adalah kampung yang menjadi lokasi masjid ini dibangun.
“Satu hal yang pasti, nama Magat Sari telah lama melekat pada Masjid Raya ini. Pembangunan masjid ini bukti perkembangan Islam di Jambi pada masa lalu yang memperlihatkan betapa kuatnya pengaruh agama Islam dalam kehidupan masyarakat di Kota Jambi,” katanya.
Baca juga: Masjid Indah Sekitar Mandalika, Nikmati MotoGP Sekaligus Wisata Religi“Antara norma agama dan norma adat saling mengisi, baik dalam tata cara berpikir, berkata, berbuat, maupun dalam tata hubungan sesamanya,” imbuh Yahya.
Masjid Raya Magat Sari memanjakan jamaah dengan menyediakan minuman dingin yang terjaga suhunya di dalam kulkas. Minuman yang tersedia tidak berbayar alias gratis.
Di lantai bawah Masjid Raya ini digunakan untuk saf laki-laki lengkap dengan tempat wudu yang nyaman dan representatif, tepat berada di sayap kiri masjid. Seperti masjid pada umumnya, Masjid Raya ini juga dilengkapi tempat imam dan mimbar.
Di lantai bawah berdiri empat tiang soko guru yang menopang bangunan Masjid Raya Magat Sari. Pada kedua sisi ruangan, terdapat tangga yang menghubungkan ke lantai dua yang digunakan sebagai tempat saf perempuan ketika menunaikan salat.
Di lantai dua ini sering digunakan kegiatan lain, seperti taklim, pemberian bantuan kepada fakir miskin, dan kegiatan keagamaan lainnya.
Baca juga: Ampunan Allah Senantiasa Menanti HambaNya yang Berdzikir“Banyak juga pedagang non-Muslim dari kalangan Tionghoa. Pedagang Muslim merasa kehadiran masjid ini seperti sebuah berkah. Biasanya, setengah jam sebelum azan berkumandang, mereka sudah berbondong datang ke masjid,” jelas Yahya.
Tokoh-tokoh masyarakat yang memprakarsai pembangunan masjid ini, antara lain Syeikh Abdurrahman bin Ahmad Bafadhal, H Ibrahim bin Hasan, dan H Bas Saleh. Selain itu, ada pula nama tokoh lainnya, seperti H Hasan bin Ahmad Bafadhal, H Abdul Rahman Sutro, Syaid Salim Alkaf, H Muhammad bin H Husin Bafadhal, dan H Ibrahim Qurun.
(sof)