LANGIT7.ID, Jakarta - Pihak kampus Institut Teknologi Kalimantan (ITK) memberikan tanggapannya terkait kasus tulisan Prof Budi Santoso Purwakartiko yang viral di media sosial karena mengandung unsur SARA terhadap Islam.
Disebutkan, tulisan Budi Santosa tersebut tidak ada hubungannya dengan jabatan dia sebagai Rektor ITK. Pihak kampus menyebutkan, bahwa tulisan yang viral itu merupakan tulisan pribadinya.
"Oleh karena itu, mohon pemberitaan dan komentar lebih lanjut baik oleh media maupun para netizen tidak mengaitkan dengan institusi ITK, dan awak media atau para netizen dapat langsung berkomunikasi dengan beliau," tulis keterangan pihak kampus seperti dilansir laman ITK, Sabtu (30/4/2022).
Baca Juga: Pendaftaran UM-PTKIN 2022 Dibuka, Ini Syarat dan Cara DaftarnyaSebelumnya, Rektor Institut Teknologi Kalimantan (ITK), Budi Santoso Purwokartiko membuat geger jagad media sosial melalui tulisannya pada Rabu 27 April 2022 lalu.
Dalam tulisannya itu, dia dianggap memicu kontroversi lantaran mengandung unsur suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA). Selain itu, juga tampak menunjukkan sikap anti terhadap mahasiswa yang sering melafadzkan kalimat, seperti InsyaAllah, Barakallah, hingga Qadarallah.
Baca Juga: 7 Momen Ini Sangat Dinanti Saat Malam Takbiran TibaBerikut isi tulisan Budi Santoso yang kontroversial:
Saya berkesempatan mewawancara beberapa mahasiswa yang ikut mobilitas mahasiswa ke luar negeri. Program Dikti yang dibiayai LPDP ini banyak mendapat perhatian dari para mahasiswa. Mereka adalah anak-anak pinter yang punya kemampuan luar biasa. Jika diplot dalam distribusi normal, mereka mungkin termasuk 2,5 persen sisi kanan populasi mahasiswa.Tidak satu pun saya mendapatkan mereka ini hobi demo. Yang ada adalah mahasiswa dengan IP yang luar biasa tinggi di atas 3.5 bahkan beberapa 3.8, dan 3.9. Bahasa Inggris mereka cas cis cus dengan nilai IELTS 8, 8.5, bahkan 9. Duolingo bisa mencapai 140, 145, bahkan ada yang 150 (padahal syarat minimum 100). Luar biasa. Mereka juga aktif di organisasi kemahasiswaan (profesional), sosial kemasyarakatan, dan asisten lab atau asisten dosen.Mereka bicara tentang hal-hal yang membumi: apa cita-citanya, minatnya, usaha-usaha untuk mendukung cita-citanya, apa kontribusi untuk masyarakat dan bangsanya, nasionalisme dan sebagainya. Tidak bicara soal langit atau kehidupan sesudah mati. Pilihan kata-katanya juga jauh dari kata-kata langit: insaallah, barakallah, syiar, qadarullah, dan sebagainya.Generasi ini merupakan bonus demografi yang akan mengisi posisi-posisi di BUMN, lembaga pemerintah, dunia pendidikan, sektor swasta beberapa tahun mendatang. Dan kebetulan dari 16 yang saya harus wawancara, hanya ada dua cowok dan sisanya cewek. Dari 14, ada dua tidak hadir. Jadi 12 mahasiswi yang saya wawancarai, tidak satu pun menutup kepala ala manusia gurun. Otaknya benar-benar open mind. Mereka mencari Tuhan ke negara-negara maju, seperti Korea, Eropa Barat dan US, bukan ke negara yang orang-orangnya pandai bercerita tanpa karya teknologi.
Baca Juga: H-3 Lebaran, Jasa Marga: 1,3 Juta Kendaraan Tinggalkan Jabotabek
(zhd)