LANGIT7.ID, Surabaya - Pedagang hewan kurban baik sapi maupun kambing merasakan dampak dari wabah penyakit mulut dan kuku (PMK) pada hewan ternak. PMK sudah menyebar ke 21 provinsi dan 231 kabupaten/kota di Indonesia.
Mukhlis Said, seorang pedagang hewan kurban dari Jawa Timur, menceritakan, salah satu dampak signifikan Wabah PMK adalah kewajiban administrasi untuk lalu lintas hewan. Banyak peternak dan pedagang tidak memahami mekanisme itu.
“Adanya PMK ini pengaruh ke pedagang hewan kurban, terutama terkait dengan bagaimana dengan kelengkapan administrasi yang harus dilengkapi, yakni Surat Keterangan Kesehatan Hewan (SKKH),” kata Mukhlis kepada LANGIT7.ID, Selasa (5/7/2022).
Baca Juga: IDEAS: Walau PMK Mewabah, Potensi Ekonomi Kurban 2022 Tembus 24,3 TriliunSKKH itu dikeluarkan dari Dinas Peternakan asal hewan kurban. Misal, hewan kurban berasal dari Lumajang, maka harus ada surat dari Dinas Peternakan Lumajang.
“Bisa dibilang cukup ribet, tapi memang karena aturan dari daerah seperti itu, jadi penjual hewan kurban harus tetap melengkapi, agar sandan dan pangan ini bisa tetap dilalui,” kata Mukhlis.
Aturan terkait lalu lintas hewan itu dibenarkan Plt Gubernur Jawa Timur, Emil Dardak. Dia menyebut pemerintah mengatur lalu lintas hewan ternak, baik antar kabupaten maupun antar provinsi. Setiap hewan harus memiliki SKKH dan surat dari dinas peternakan terkait.
Baca Juga: Emil Dardak: Penanganan PMK di Jawa Timur Berjalan Lancar
“Nah, khusus Idul Qurban,ada pemeriksaan antemortem. Antemortem ini paling cepat bisa dilakukan itu H-1 penyembelihan. Artinya, sampai sebelum penyembelihan masih bisa dilakukan pemeriksaan antemortem,” kata Emil.
Antemortem ternak itu dikoordinir oleh Pejabat Otoritas Veteriner (POV). POV di tingkat provinsi adalah kabid kesehatan hewan. Mereka yang berkoordinasi ke gubernur.
“Makanya di setiap pemotongan hewan, itu harus di RPH atau tempat penyembelihan hewan yang sudah disetujui oleh POV. Nah, POV inilah yang dikoordinasikan ke garda terdepan oleh kabupaten kota,” kata Emil.
(jqf)