LANGIT7.ID, Jakarta - Gelar pahlawan bagi pejuang kemerdekaan mulai digelar pertama kali tahun 1959 oleh presiden pertama Ir. Soekarno. Gelar ini diberikan agar prakarsa-prakarsa tersebut, dapat memperkuat ideologi persatuan bangsa Indonesia.
Gelar pahlawan pertama diberikan kepada Abdoel Moeis. Seorang pejuang, sastrawan, politikus, dan wartawan Indonesia. Abdul Moeis merupakan Pengurus Besar Sarekat Islam, dan anggota Volksraad atau Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada 1918.
Dilansir dari akun YouTube Prolog, Abdoel Moeis mewakili organisasi Sarekat Islam di Volksraad. Abdoel Moeis sendiri lahir di Sungai Puar, Agam, Bukittinggi, Sumatera Selatan pada 3 Juli 1883.
Abdoel Moeis merupakan seorang asli Minangkabau putra dari Datuk Tumanggung Sultan Sulaiman. Ayahnya merupakan seorang Demang yang saat itu keras menentang kebijakan Belanda di dataran tinggi Agam.
Baca juga: Kisah Awal Perjuangan Bung Tomo Mengomandoi Arek-arek Suroboyo Setelah berhasil menempuh pendidikan di ELS, Sekolah Dasar di zaman Hindia Belanda. Abdoel Moeis melanjutkan pendidikannya ke Stovia, Sekolah Kedokteran atau saat ini dikenal sebagai Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Namun, karena sakit membuat Abdoel Moeis tidak dapat menyelesaikan pendidikannya. Abdoel Moeis kemudian memulai karirnya senagai juru tulis di Departemen Pendidikan Ibadah dan Industri Kerajinan, Hindia Belanda atas bantuan Mister Abendanon.
Setelah dua tahun bekerja di departemen itu Abdoel Moeis keluar dan menjadi wartawan di Bandung pada 1905, dan diterima sebagai dewan redaksi Majalah Bintang Hindia. Kemudian Abdoel Moeis juga sempat menjadi mantri lumbung, dan kembali menjadi wartawan di surat kabar Belanda Stranger Board, dan Majalah Neraca Pimpinan Agus Salim.
Di tahun 1913, Abdoel Moeis mulai bergabung dengan Sarekat Islam dan menjadi Pemimpin Redaksi Harian Kaoem Moeda. Pada tahun 1914, Abdoel Moeis melalui Komite Bumi Putera yang didirikannya bersama Ki Hajar Dewantara, menentang rencana pemerintahan Belanda mengadakan perayaan peringatan 100 tahun kemerdekaan Belanda dari Prancis.
Tahun 1917, Abdoel Moeis kemudian dipercaya sebagai utusan Sarekat Islam untuk pergi ke Belanda mempropagandakan komite Indie Weerbaar. Di sana dia mendorong para tokoh Belanda untuk mendirikan Technische Hooge School atau Institut Teknologi Bandung (ITB) di Bandung.
Selanjutnya, di tahun 1920 Abdoel Moeis terpilih sebagai Ketua Pengurus Besar Perkumpulan Buruh Pegadaian. Kemudian dia memimpin pemogokan Kaum Buruh di Yogyakarta. Pada tahun 1923 Abdoel Moeis mengunjungi Padang, Sumatera Barat dan mengundang para penghulu adat untuk bermusyawarah menentang pajak yang memberatkan masyarakat Minangkabau.
Karena aksinya itu Abdoel Moeis dilarang berpolitik serta dikenakan passentelsel hingga dia diasingkan ke Garut, Jawa Barat. Di daerah ini Abdoel Moeis menyelesaikan karya novelnya yang cukup terkenal, yakni Salah Asuhan.
Baca juga: Kisah Kesederhanaan Gus Dur, Silaturahmi Keliling Pekalongan Naik VespaAbdoel Moeis dinilai sebagai salah satu tokoh yang begitu komitmen terhadap perjuangan, serta nasib rakyat yang saat itu tengah di jajah. Dia berjuang melalui garis profesi sastrawan, serta dunia politik.
Beberapa tulisan Andoel Moeis yang tajam serta gerakan-gerakan politiknya itulah, membuat Abdoel Moeis dilarang tinggal di tempat kelahirannya. Abdoel Moeis memilih Garut sebagai tempat untuk menghabiskan sisa hidupnya.
Setelah kemerdekaan Abdoel Moeis kemudian mendirikan Persatuan Perjuangan Priangan, yang fokus pada pembangunan di Jawa Barat dan masyarakat Sunda. Hingga akhirnya Abdoel Moeis dinobatkan sebagai pahlawan nasional pertama oleh Presiden RI Soekarno pada 30 Agsutus 1959 silam.
(sof)