LANGIT7.ID, Jakarta - Prihatin atas situasi politik jelang
Pemilu 2024, Program Pascasarjana Komunikasi FISIP Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) merekomendasikan agar semua kalangan melakukan komunikasi politik secara beradab. Elit politik diharapkan memberikan keteladanan sedangkan masyarakat harus menjaga etika ketika berkomunikasi.
Dosen Pascasarjana FISIP UMJ, Prof. DR. Siti Zuhro, menyebut saat ini etika dalam melakukan komunikasi politik sangat esensial. Politik seharusnya tidak hanya mengejar dan mempertahankan kekuasaan, tapi juga menjaga keadaban dan keutuhan kebangsaan.
"Politik itu bukan sesuatu hal yang buruk. Politik itu ada masalah mendasarnya yang harus dijaga, yakni mendasarkan pada nilai moral, norma, dan agama. Hal itulah yang perlu dipahamkan ke publik,’’ kata Siti Zuhro, dalam diskusi Menyoal Etika Komunikasi Politik Menjelang Pemilu Serentak 2024 Era Digital, di Jakarta, Jumat (6/01/2023).
Baca Juga: 3 Bekal agar Tetap Waras di Tahun Politik yang Panas
Menurut Peneliti Politik BRIN itu, adanya ketiadaan etika dan moral itu pada praktik saat ini tampak nyata misalnya dengan ekspresi komunikasi di media sosial. Berbagai sosok elit hingga masyarakat biasa sebagian terjebak dalam kondisi tanpa adab, bahkan sudah memunculkan perpecahan. Suasana semakin terasa karena tahun politik ternyata muncul lebih awal jauh-jauh hari sebelum Pemilu 2024, namun sudah ada semenjak 2022.
Sementara Pakar Komunikasi Politik Senior, Prof. Bachtiar ALy, M.A mengatakan bahwa etika berkomunikasi sangat penting. Secara khusus bachtiar menghimbau kepada para elit politik untuk memperhatikan budaya sopan santun. Menurutnya, cara berkomunikasi sarkastik dan blak-blakan dengan tidak memperhatikan budaya sopan santun memberikan efek yang tidak baik pada audiens. Hal senada diungkapkan Ketua Dewan Pembina Puspolkam Indonesia, Firman Jaya Daeli, bahwa narasi dalam komunikasi politik yang banyak terjadi adalah narasi yang mengarah pada kepentingan kelompok. “saya membaca sejumlah hal narasinya tidak dalam agenda program, tetapi kepentingan kelompok. Sampaikanlah apa yang menjadi agenda dan visi. Jangan berbasis pada politik kepentingan kelompok yang berbasis pada SARA (Suku, Agama, dan Ras),’ tegas Firman.
Baca Juga: Tangkal Berita Hoaks, Dewan Pers Bakal Gelar Pelatihan Liputan Politik
Ketua Bidang Luar Negeri Serikat Media Siber Indonesia (SMSI), Aat Surya Syafaat mengungkapkan adanya peningkatan jumlah informasi hoaks menjelang Pemilu 2024, baik yang dilaporkan masyarakat maupun yang terpantau oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo).
“Ada perkembangan menarik setelah mendekati Pilpres, kira-kira hampir sebulan ini, jumlah hoaksnya makin meningkat,” ujar mantan Direktur Pemberitaan Kantor Berita ANTARA itu.
Sementara politisi dari Partai Kebangkitan Nusantara (PKN), I Gede Pasek Suradika, menyatakan memang saat ini etika politik menjadi tantangan sehari-hari dalam menyampaikan serta berbagai pesan politik. Keadaanya sangat beragam, bahkan terjadi perbenturan keras bahkan debat yang kasar atau kasar. Bahkan telah memicu kekerasan. ‘’Kini kendala komunikasi politik di media digital yang semakin hari kian dekat Pemilu 2024 menjadi penuh dengan hujatan. Padahal seharusnya kita bukan bicara soal kebelakang, namun membahas persoalan kebangsaan ke depan. Akibatnya, hal-hal pribadi diungkit serta disebarkan. Sayangnya belum ada sistem hukum yang secara tegas dan adil memayunginya,’’ kata Gede.
Baca Juga: Hindari Calo Politik, Muhammadiyah Usulkan Reformasi Sistem Pemilu
Sementara itu, melihat kondisi masyarakat yang terpecah belah karena dinamika politik dan praktik komunikasi politik di dunia maya, Pendeta Mamberop Y Rumakiek, S.Si., M.Kesos, yang sekaligus anggota DPD RI dari Dapil Papua Barat, berpendapat bahwa tokoh agama memiliki peran penting.
“Tokoh agama bisa menyejukkan dan menenangkan masyarakat. Perannya signifikan dalam menjaga keutuhan bangsa terutama dalam pesta demokrasi yang dua kali kita ikuti 2014 dan 2019 yang tensinya memang sangat tinggi tapi bisa dikendalikan dengan baik,” pungkas pdt. Mamberop. Selain para pemantik, hadir wakil Dekan II FISIP UMJ Djoni Gunanto, S.IP., M.Si., dan Kaprodi Mikom UMJ, Dr. Aminah Swarnawati, M.Si., yang memberikan pengantar terkait kondisi politik dan realita praktik komunikasi politik yang memprihatinkan.
(jqf)