LANGIT7.ID, Jakarta - Pakar Hukum dari Universitas Gadjah Mada (
UGM), Dina W. Kariodimedjo, menyebut penulisan karya ilmiah menggunakan ChatGPT yang berbasis teknologi kecerdasan buatan (
Artifical Intelligence/AI) berpotensi melahirkan plagiarisme dan melanggar kode etik akademik.
ChatGPT memiliki batasan kapabilitas. Untuk menjawab pertanyaan dari para pengguna, aplikasi ini menggunakan data dari wikipedia, Common Crawl, Reddit dengan 1,7 miliar token, WebText 45 juta dokumen dan 18,6 token, Books Corpus dengan 74 ribu dokumen dan 800 juta token, juga data berita yang diambil dari 680 juta token terdiri dari berbagai sumber seperti CNN, BBC, dan Reuters.
Selain itu, ChatGPT juga mengambil data dari situs Books dengan 570 juta token dan data buku yang terdiri dari buku-buku gratis yang tersedia di Project Gutenberg.
Baca Juga: Menteri BUMN Pindahkan Depo Pertamina Plumpang, UGM: Opsi Tepat dan CepatDari data tersebut, ChatGPT menjadi robot percakapan berbasis AI yang dapat menjawab berbagai Pertanyaan. Penggunaan chatbot pintar itu sedikit banyak digunakan untuk membantu mahasiswa dalam menyusun penulisan karya ilmiah.
“Data dari ChatGPT banyak meng-
copy karya orang lain, aplikasi ini sebaiknya dilarang digunakan universitas membawa dampak negatif dalam pembelajaran dan
tidak seluruhnya jawabannya akurat,” kata Dina dalam webinar bertajuk Penulisan Ilmiah Dalam Pusaran Teknologi
Artificial Intelligence (AI), dikutip Jumat (16/3/2023).
Untuk kegiatan penulisan ilmiah, penggunaan data dari teknologi AI sebaiknya tidak digunakan oleh para dosen dan mahasiswa. Meskipun demikian, aplikasi ini bisa digunakan untuk mencari bahan penelitian awal.
Baca Juga: Antisipasi Pencemaran Daging Babi, UGM Bakal Uji Sampel Makanan“Penggunaan ChatGPT memang tidak dilarang, tetapi untuk membantu pengerjaan penelitian di awal dalam pencarian data lebih spesifik seharusnya tidak digunakan chatbot untuk penulisan ilmiah untuk
degree dan mencari nilai,” ujar Dina.
Data yang diambil dari AI bisa terdeteksi plagiat karena teknologi mencomot data dari berbagai sumber tanpa menyebutkan sumber datanya. Sementara, unsur plagiarisme itu menyangkut pengambilan atau penggunaan pemikiran, tulisan, invensi atau ide kepunyaan orang lain.
“Sebenarnya, plagiarisme itu termasuk ide, pemikiran, dan referensi milik orang lain yang diakui sebagai miliknya (penulis),” tutur Dina.
Baca Juga: Manfaatkan Teknologi, Mahasiswa FK UGM Bisa Praktik di MetaverseBerdasarkan aturan Permendiknas No.17/2010 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Plagiat di Perguruan Tinggi, plagiarisme merupakan kegiatan yang sengaja atau tidak sengaja untuk menilai dari sebuah karya ilmiah dengan mengutip sebagian atau seluruh karya atau karya ilmiah pihak lain.
Oleh karena itu, Dina menilai Universitas perlu melarang penggunaan chatbot AI untuk penulisan karya ilmiah. “Universitas dan semua pemangku kepentingan meningkatkan kesadaran dan menjunjung tinggi etika, khususnya menghindari plagiarisme menggunakan AI,” ucapnya.
(jqf)