LANGIT7.ID-Jakarta; Wacana penambahan kuota haji bagi jemaah Indonesia tampak menjanjikan di permukaan, namun menyimpan kompleksitas logistik yang tidak sederhana. Menteri Agama Nasaruddin Umar mengungkapkan bahwa meski meminta tambahan kuota adalah hal yang mudah, kesiapan infrastruktur dan fasilitas pendukung menjadi tantangan utama yang harus dipertimbangkan secara matang.
"Gampang meminta kuota tambahan, tetapi siap enggak kita, ada enggak tempat?" ungkap Nasaruddin saat di Jakarta, Rabu (12/3/2025).
Pernyataan ini menegaskan bahwa penambahan kuota haji tidak bisa dilihat hanya dari angka, melainkan juga kesiapan akomodasi bagi jemaah tambahan tersebut.
Setiap jengkal kavling jemaah Indonesia di Mina, Arab Saudi, telah dipetakan dengan presisi tinggi, bahkan hingga satuan sentimeter. Pengaturan ini disesuaikan dengan jumlah kuota yang telah dialokasikan saat ini. Penambahan puluhan ribu jemaah akan memunculkan pertanyaan krusial: "Mau tidur di mana?" tegas Nasaruddin, menggarisbawahi pentingnya perhitungan matang sebelum mengajukan tambahan kuota.
Tantangan logistik tidak berhenti pada persoalan tempat tinggal. Nasaruddin menekankan bahwa transportasi dan layanan katering juga harus menjadi pertimbangan serius. "Jangan-jangan nanti itu nyerbu kemahnya orang, nyerbu makanannya orang, nyerbu toiletnya orang, nyerbu busnya orang," jelasnya, menggambarkan potensi kekacauan yang mungkin terjadi jika penambahan kuota tidak diimbangi dengan persiapan infrastruktur yang memadai.
Sesungguhnya, peluang penambahan kuota masih terbuka lebar bagi Indonesia. Strategi yang dapat ditempuh adalah dengan memanfaatkan kuota negara lain yang tidak terpakai sepenuhnya. "Banyak negara yang tidak memenuhi kuotanya," kata Nasaruddin, mengindikasikan adanya tawaran untuk Indonesia mengambil alih kuota yang tersisa.
Namun, strategi ini pun memiliki konsekuensi yang tidak ringan. Jemaah Indonesia yang mendapatkan kuota dari negara lain, seperti Bangladesh, harus siap ditempatkan di area negara tersebut. Hal ini berpotensi membuat konsentrasi jemaah Indonesia terpecah-pecah, yang pada akhirnya bisa menimbulkan kesulitan dalam koordinasi dan pelayanan.
"Kita akan melihat apa maslahatnya, apa mudaratnya," ujar Nasaruddin, menegaskan pendekatan hati-hati yang akan diambil pemerintah. Jika manfaatnya lebih banyak, penambahan kuota akan dipertimbangkan secara serius. Namun jika potensi masalahnya lebih besar, pemerintah lebih memilih untuk memaksimalkan pengelolaan kuota yang sudah ada.
Dengan berbagai pertimbangan logistik yang kompleks ini, wacana penambahan kuota haji Indonesia memerlukan kajian mendalam yang tidak hanya berfokus pada jumlah, tetapi juga kualitas pelayanan dan kenyamanan jemaah selama menjalankan ibadah suci di Tanah Haram.
(lam)