LANGIT7.ID-, Jakarta - - Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen)
Abdul Mu'ti pastikan coding dan Artificial Intelligence (AI) menjadi mata pelajaran pilihan di sekolah pada tahun ajaran 2025/2026.
Menurut Abdul Mu'ti, pemberian
pembelajaran coding dan
kecerdasan buatan adalah bagian dari upaya mempersiapkan generasi muda yang kompetitif dan mampu bersaing di kancah global.
Baca juga: Mendikdasmen Tinjau Pembelajaran Coding di SMP Prima Cendekia Bandung, Bakal Jadi Mata Pelajaran PilihanMenanggapi hal tersebut, peneliti transformasi digital dari Center for Digital Society (CfDS)
Universitas Gadjah Mada (UGM), Iradat Wirid, mengatakan perlunya pembekalan anak dengan logika, etika, dan literasi digital terlebih dulu.
“Dalam pelaksanaannya, kita perlu penyampaian materi yang berjenjang. Jangan sampai kita langsung mengajarkan aplikasi AI ke anak SD, itu akan jadi bencana. Kita harus membekali anak dengan logika, etika, dan literasi digital terlebih dahulu,” tegasnya, Senin (19/5/2025).
Iradat menyebut ada tiga fondasi penting yang harus melekat dalam kurikulum AI untuk
pendidikan dasar dan menengah di Indonesia.
"Pertama adalah soal etika. Pengenalan AI kepada pelajar tidak boleh semata-mata menonjolkan kecanggihan
aplikasi, tapi harus disertai pemahaman soal hak, dampak, dan batasan penggunaannya," kata Iradat seperti dikutip laman resmi UGM.
“Jangan sampai hanya sebatas mengajarkan penggunaan aplikasinya saja. Apalagi mengajarkan cara pakai
ChatGPT ke anak SD karena kita akan melahirkan generasi yang instan,” tambahnya.
Baca juga: Santri Segera Merapat! Kemenag Bikin Pelatihan Content Creator dan Artificial IntelligenceKemudian soal literasi. Ia menilai literasi digital pelajar perlu ditata ulang secara mendasar dengan mencakup kemampuan memilah informasi yang layak, memahami aturan, dan mengetahui mana yang etis serta legal dalam konteks penggunaan teknologi.
“Teknologi harus dikendalikan manusia, bukan kita yang terombang-ambing. Pendekatan berbasis kemanusiaan salah satunya melalui literasi digital yang terus ditingkatkan harus menjadi dasar,” ungkapnya
Ketiga, kemampuan berpikir kritis. Iradat mengingatkan, kehadiran teknologi baru harus menumbuhkan nalar kritis pelajar, bukan malah membuat mereka pasif.
“Kalau AI hanya jadi alat yang meninabobokan, itu akan sia-sia. Anak-anak harus diajak mempertanyakan, mengkritisi, dan memahami dampak teknologi,” terang Iradat.
Lebih lanjut, Iradat mengatakan Indonesia harus belajar dari pengalaman sejumlah negara, namun disesuaikan dengan konteks budaya dan kesiapan lokal.
"Tiongkok, misalnya, membangun pendidikan AI terintegrasi dari bawah untuk mendukung industri teknologi mereka," katanya.
Selain itu, India juga fokus membentuk sumber daya manusia digital sejak tingkat menengah.
Baca juga: Guru Madrasah Harus Tingkatkan Kompetensi Digital di Era Artificial IntelligenceKemudian Brasil yang mendorong pendidikan AI terapan di level vokasi.
“Di Swedia, siswa kelas 1-3 sudah dikenalkan pada matematika dasar yang dikaitkan dengan teknologi, juga studi sosial agar mereka paham dampak sosial teknologi. Ini penting, supaya coder masa depan tetap punya kepekaan manusiawi, bukan cuma asal bisa pakai aplikasi,” jelasnya.
Iradat kemudian menekankan bahwa pendidikan AI harus berkesinambungan lintas kurikulum. Ia pun menyoroti kurikum di Indonesia yang selalu berganti setiap 5 tahun sekali.
"Indonesia sudah termasuk tertinggal melaksanakan ini, tetapi lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali, asal program ini selalu dikawal dengan konsisten dan kurikulumnya tidak bergonta-ganti. Asal jangan sampai tidak diteruskan lagi setelah 5 tahun berlalu,” tegasnya.
(est)