LANGIT7.ID–Jakarta; Majelis Ulama Indonesia (MUI) terus memperkuat peran zakat sebagai instrumen pembangunan ekonomi umat. Salah satu inisiatif terbarunya diwujudkan melalui peluncuran program berbasis zakat produktif bertajuk ZChicken dan ZCoffee, hasil sinergi antara Pusat Inkubasi Bisnis Syariah (Pinbas MUI) dan Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) RI.
Program ini bukan sekadar bantuan konsumtif, tetapi bagian dari upaya serius untuk mendorong kemandirian ekonomi masyarakat dari kelompok menengah ke bawah. Dalam pelaksanaannya, penerima manfaat diberikan modal senilai Rp10 juta dalam bentuk gerobak dan peralatan usaha untuk berjualan ayam goreng atau kopi.
“Program ini sudah masuk tahun ketiga. Setelah kami evaluasi, alhamdulillah tumbuh dan berkembang. Maka hari ini kami perluas spektrumnya, cakupannya semakin besar,” ujar Sekretaris Jenderal MUI, Buya Amirsyah Tambunan dalam peluncuran resmi yang digelar di Kantor MUI Pusat, Jakarta, dikutip Rabu (25/6/2025).
Menurutnya, kerja sama antara Tim Pemulihan Ekonomi Umat Pinbas MUI dan Baznas merupakan bentuk konkret bagaimana zakat bisa dimanfaatkan sebagai penggerak UMKM, bahkan menjangkau pelaku super mikro.
Buya Amirsyah menegaskan bahwa dana zakat sejatinya milik para mustahik. Namun, ia berharap posisi mereka tidak berhenti sebagai penerima zakat saja.
“Melalui program ini, diharapkan mustahik dapat tumbuh menjadi muzakki, atau orang yang mampu membayar zakat,” jelasnya.
Ia menambahkan, agar target tersebut tercapai, perlu adanya edukasi dan literasi zakat secara masif di tengah masyarakat. Pasalnya, transformasi ekonomi yang dituju akan memicu efek domino terhadap kesadaran berzakat di kalangan umat Islam.
“Tentu ini membutuhkan penguatan dari sisi literasi, sosialisasi, dan edukasi kepada penerima manfaat zakat. Tapi efek dominonya sangat besar, yaitu menumbuhkan kepercayaan muzaki untuk terus menunaikan zakatnya,” ucapnya.
Lebih lanjut, ia mengingatkan bahwa zakat merupakan bagian penting dari rukun Islam, dan tidak dapat dipisahkan dari perintah shalat. Oleh karena itu, ia mendorong umat Islam agar mampu secara finansial demi bisa menjadi pembayar zakat yang konsisten.
“Orang Islam itu harus kaya. Supaya apa? Supaya bisa menjadi pembayar zakat. Karena semakin besar zakat yang dibayar, semakin besar pula manfaatnya,” tegasnya.
Dalam kesempatan tersebut, ia turut mengungkap potensi zakat nasional yang sangat besar, mencapai Rp217 triliun setiap tahun. Namun hingga kini, penghimpunan zakat nasional baru menyentuh angka Rp40 triliun.
Meski begitu, pertumbuhan penghimpunan zakat terus menunjukkan tren positif, dengan peningkatan rata-rata 30 persen per tahun. Bahkan di masa pandemi Covid-19 lalu, zakat sempat tumbuh hingga 60 persen.
“Ini menunjukkan bahwa meski dunia usaha lesu, animo masyarakat untuk berzakat justru meningkat. Karena mereka sadar, zakat adalah bekal penting menuju akhirat,” ujar dia.
Melalui program ZChicken dan ZCoffee, MUI dan Baznas berharap zakat tidak hanya menjadi alat bantu sosial jangka pendek, tetapi mampu menjelma sebagai motor penggerak perubahan ekonomi yang lebih adil dan berkelanjutan di tengah umat.
(lam)