LANGIT7.ID-Dalam sebuah perjalanan menyeberangi lautan,
Nasrudin Hoja ikut berlayar dengan kapal besar. Hari itu langit begitu cerah, angin semilir, dan laut berkilau seperti permadani biru. Penumpang bersorak gembira, minum teh, dan menikmati semilir angin laut.
Namun Nasrudin, dengan jubahnya yang berkibar, berdiri di dek sambil memandang langit. “Cuaca baik terlalu sering membuat orang lupa badai,” katanya pelan. Beberapa penumpang mendengarnya, tetapi hanya menertawakan.
“Nasrudin, nikmati saja angin ini! Jangan seperti pembawa petaka!” seru seorang.
Namun tak lama, awan hitam bergulung di cakrawala. Laut mendadak bergelora. Angin memekakkan telinga, dan kapal mulai terombang-ambing seperti daun. Orang-orang berteriak, meratap, bahkan ada yang pingsan. Ketakutan menggantikan gelak tawa.
Baca juga: Kisah Humor Sufi Nasrudin Hoja: Utang Terima Kasih yang Terlalu Lama Dalam kepanikan, suara-suara berserakan:
“Ya Allah, selamatkan kami!”
“Kalau aku selamat, aku akan sedekah setiap hari!”
“Demi Tuhan, aku akan berhenti menipu!”
“Ya Rabb, aku akan haji! Aku akan salat malam tiap malam!”
Di tengah kepanikan, suara Nasrudin terdengar lantang:
“Teman-teman! Jangan boros dengan janji-janji indah! Aku melihat daratan!”
Dan memang, tak jauh dari kapal, tampak bayangan pantai. Suasana berubah—tangis reda, janji-janji mulai dilupakan, dan gelak tawa kembali terdengar.
Baca juga: Kisah Humor Sufi Nasrudin Hoja: Dagang Tangga, Naik Ilmu Hikmahnya:Badai sering membuat manusia ingat Tuhan, dan dalam ketakutan mereka mengucapkan janji-janji luhur. Namun begitu tenang datang, janji pun menguap seperti kabut pagi.
Sufi mengajarkan: Yang ikhlas bukan yang menjanjikan kebaikan dalam bahaya, tapi yang tetap berbuat baik ketika dunia sedang aman. Jangan tunggu badai untuk mengingat Tuhan. Ingatlah Dia dalam terang, agar tak goyah dalam gelap.
(mif)