Nasrudin mengolok-olok kecenderungan manusia untuk memutar logika sesuai situasi. Ia tidak bohong, tapi juga tidak jujur sepenuhnyakarena yang ia utamakan bukan keju, melainkan kepekaan melihat situasi.
Nasrudin tidak membalas kemarahan istrinya, tidak melawan, apalagi memperkeruh suasana. Ia justru merespons dengan humor dan cara yang membuat orang lain tersenyum.
Dengan cara jenaka, kisah ini mengajak kita bercermin pada diri sendiri: apakah kita pernah membenarkan sesuatu yang tidak benar hanya karena kita dapat keuntungan?
Nasrudin dengan santai meminjam kuda yang sebenarnya terlalu cepat untuknya. Kadang kita juga terburu-buru mengambil tanggung jawab atau kesempatan tanpa memahami risikonya. Hasilnya? Kita justru terbawa oleh keadaan.
Walaupun istrinya mencoba menutupi kesalahannya dengan menyalahkan kucing, Nasrudin dengan cerdik membuktikan bahwa alasan itu tidak masuk akal. Kebenaran akhirnya tetap muncul.
Dalam cerita, kebenaran tentang penderitaan rakyat dan ancaman runtuhnya kerajaan disampaikan melalui simbol suara burung hantu sesuatu yang biasanya diabaikan atau bahkan dianggap sial.
Kisah ini mengingatkan kita: jangan hanya melihat dengan mata kepala, tetapi juga dengan hati yang jernih. Kadang yang tampak konyol bagi kita justru penuh rahmat bila dilihat dengan sabar dan iman.
Harga diri tidak tergantung pada apa yang dikenakan. Nasrudin menunjukkan bahwa penghormatan sejati seharusnya diberikan kepada manusia, bukan kepada baju atau status sosialnya.
Nasrudin menyindir cara pandang yang hanya melihat perbedaan fisik (seperti pakaian, tubuh) untuk menilai seseorang. Padahal yang lebih penting adalah mengenali sifat, akhlak, dan hakikatnya, bukan hanya penampilan luar.
Sang hakim begitu tamak pada mentega sampai-sampai lupa bahwa di bawah lapisan tipis itu ada kotoran. Orang yang serakah sering hanya melihat yang di permukaan tanpa memikirkan akibatnya.
Sang filosof terlalu sibuk dengan teori, kutipan, dan analogi yang rumit, tetapi jauh dari kenyataan hidup. Ilmu yang terputus dari realitas mudah kehilangan makna dan arah.