LANGIT7.ID-Suatu hari, ketika rezekinya sedang berlimpah,
Nasrudin Hoja memborong ikan segar di pasar. Dua kilo ikan besar-besar ia gendong dengan riang, sambil bergumam, "Ah, sudah lama tidak makan ikan enak. Malam ini pesta sendiri!"
Sampai di rumah, ia serahkan ikannya pada istrinya sambil berpesan, "Tolong dimasak yang paling lezat ya, supaya kita berdua bisa menikmatinya malam nanti."
Namun, ketika ia pulang malam itu, mendadak suasana hatinya runtuh. Di meja hanya ada sepiring kecil duri ikan, tak lebih. Istrinya sedang duduk manis, tersenyum agak canggung.
"Mana ikan-ikan yang kubeli tadi?" tanya Nasrudin, bingung.
"Oh, itu sudah habis dimakan kucingmu yang rakus itu!" jawab istrinya sambil menunjuk kucing yang sedang tidur pulas di sudut rumah.
Nasrudin tidak berkata apa-apa. Ia hanya makan sisa-sisa sup ikan seadanya, lalu diam sebentar. Setelah itu, ia mengambil kucingnya, digendong, dan berjalan ke kedai penjual beras di ujung jalan. Di sana ada timbangan.
Baca juga: Kisah Humor Sufi Nasrudin Hoja: Bahasa Burung "Tolong, timbangkan kucing ini," ujarnya pada pedagang.
Kucing pun ditimbang. Jarum berhenti tepat di angka dua kilo. Nasrudin tersenyum tipis, lalu kembali pulang. Sampai di rumah, dengan suara lantang ia berkata pada istrinya:
"Dengarlah. Ikan yang kubeli tadi beratnya dua kilo. Dan barusan kucing ini kutimbang, juga dua kilo. Sekarang tolong jelaskan: kalau ini yang dua kilo adalah kucing, mana ikannya? Dan kalau ini yang dua kilo adalah ikan, lalu mana kucingnya?"
Hikmah dari kisah humor sufi tersebut adalah sebagai berikut:
1. Kebenaran tidak bisa disembunyikan selamanya.
Walaupun istrinya mencoba menutupi kesalahannya dengan menyalahkan kucing, Nasrudin dengan cerdik membuktikan bahwa alasan itu tidak masuk akal. Kebenaran akhirnya tetap muncul.
2. Orang bijak tidak marah, tapi justru membuat orang lain berpikir.
Alih-alih marah-marah, Nasrudin menunjukkan cara halus untuk menegur dan mengajarkan pelajaran dengan logika sederhana dan humor.
Baca juga: Kisah Humor Sufi Nasrudin Hoja: Hujan dan Baju Satu-satunya 3. Jangan cepat-cepat menyalahkan pihak lain.
Kita sering mencari kambing hitam (atau kucing hitam!) untuk menutupi kesalahan sendiri. Kisah ini mengingatkan untuk berani jujur dan bertanggung jawab.
4. Kreativitas dan akal sehat lebih efektif daripada amarah.
Dengan akalnya, Nasrudin tidak hanya menyelesaikan masalah, tapi juga membuat istrinya malu sendiri tanpa perlu keributan.
5. Lucu, tapi dalam: setiap ‘cerita’ punya cara untuk diuji kebenarannya.
Alasan yang tampak logis kadang runtuh ketika diperiksa dengan cermat.
Jadi, kisah ini mengajarkan kejujuran, kecerdikan, dan cara bijak untuk menghadapi masalah tanpa kehilangan senyum.
(mif)