LANGIT7.ID-Suatu hari, 
Nasrudin Hoja sedang mengembara cukup jauh hingga ia tiba di sebuah kampung kecil di tengah gurun. Begitu sampai, ia disambut oleh penduduk yang wajahnya murung.
Seorang kepala kampung menghampirinya dan berkata, “Wahai Mullah, sudah enam bulan hujan tak turun di sini. Tanaman kami mati, sumur-sumur kering, dan air tinggal beberapa kantong. Tolonglah kami, berdoalah kepada Tuhan agar hujan turun.”
Nasrudin mengangguk, “Baiklah, aku akan berdoa untuk kalian.”
Lalu ia meminta, “Tapi sebelum itu, bawakan aku seember air.”
Penduduk pun bergegas. Mereka berunding dengan cemas, karena air mereka tinggal sedikit. Namun demi berharap pada doa sang Mullah, setiap keluarga menyumbang seteguk demi seteguk, sampai akhirnya terkumpul setengah ember air—persediaan terakhir mereka.
Begitu ember itu disodorkan, Nasrudin tersenyum lebar. Ia melepas bajunya yang sudah kotor, mencelupkannya ke dalam ember, dan mulai mencuci.
Baca juga: Kisah Humor Sufi Nasrudin Hoja: Kantong yang Haus Penduduk sontak terkejut dan ribut.
“Mullah! Itu air terakhir kami!” teriak seorang ibu.
“Itu untuk anak-anak kami minum!” seru yang lain.
Namun Nasrudin tetap tenang, membilas bajunya, memerasnya, lalu menjemurnya di atas sebatang kayu.
Belum sempat penduduk melampiaskan amarah, langit tiba-tiba gelap. Petir menyambar. Angin bertiup. Lalu hujan turun deras membasahi bumi.
Penduduk yang tadi marah kini meloncat-loncat kegirangan, menadahkan tangan ke langit sambil berteriak, “Hujan! Hujan!”
Sambil menikmati hujan yang membasahi kepalanya, Nasrudin menunjuk bajunya yang terjemur dan berkata, “Bajuku cuma satu ini. Setiap kali aku menjemurnya, hujan pasti datang deras!”
Dan begitulah, kadang cara-cara seorang sufi terlihat aneh, tetapi justru itulah rahasia yang membuat langit ikut tersenyum.
Baca juga: Kisah Humor Sufi Nasrudin Hoja: Baju yang Lapar Hikmah dari kisah ini bisa dipetik dalam beberapa pelajaran:
1. Yakinlah bahwa pertolongan Tuhan datang dengan cara yang tak terduga
Penduduk kampung tidak menyangka bahwa hujan akan datang justru setelah Nasrudin mencuci bajunya. Kadang-kadang, solusi datang dari arah yang tidak kita pikirkan.
2. Jangan terburu-buru marah terhadap sesuatu yang belum kita mengerti 
Penduduk sempat marah karena Nasrudin memakai air terakhir mereka untuk mencuci baju, padahal ternyata tindakannya justru membawa hujan yang mereka butuhkan.
3. Kesabaran mendatangkan kebaikan
Nasrudin tetap tenang meskipun orang-orang berteriak marah. Ia yakin apa yang dilakukan akan membuahkan hasil.
Baca juga: Kisah Humor Sufi Nasrudin Hoja: Mana Lelaki, Mana Perempuan? 4. Humor dan kebijaksanaan bisa berjalan bersama
Sufi seperti Nasrudin mengajarkan bahwa hidup ini tak harus tegang. Dalam kelucuan dan kesederhanaannya, tersimpan hikmah mendalam.
5. Ikhtiar itu penting, tapi jangan lupa berdoa dan bertawakal 
Nasrudin tetap melakukan sesuatu (mencuci baju) sebagai simbol ikhtiar, lalu menyerahkan hasilnya kepada Tuhan.
Kisah ini mengingatkan kita: jangan hanya melihat dengan mata kepala, tetapi juga dengan hati yang jernih. Kadang yang tampak konyol bagi kita justru penuh rahmat bila dilihat dengan sabar dan iman.
(mif)