Kisah perumpamaan yang luhur ini, yang dikutip dari ajaran-ajaran Nizamudin Awlia yang hidup pada abad keempat belas, dianggap memiliki pesan-pesan kebaikan pada beberapa tingkat.
Tak disangsikan lagi bahwa ia mempunyai banyak pengagum di Barat, dan kisah-kisahnya muncul dalam karya-karya Hans Anderson, dalam Gesta Romanorum tahun 1324. Bahkan dalam karya Shakespeare.
Para pengarang Sufi sering kali menganggap Yesus sebagai Jalan (a Master of the Way). Sebagai tambahan, ada banyak sekali tradisi lisan tentang Yesus di Timur Tengah sekarang, yang menunggu seorang penulis.
Menurut sebuah naskah Sufi, Sultan Saladin bertemu guru agung Ahmad Al-Rifai, pendiri Tarekat Rifaiyyah, 'Kaum Darwis yang Menangis', dan mengajukan beberapa pertanyaan.
Kisah ini memperkenalkan legenda lisan para darwis yang secara tradisional disusun oleh Al-Mutanabbi. Kisah-kisah ini, wasiatnya, menurut para penutur cerita, tidak boleh dituliskan selama seribu tahun.
Kisah yang menggelitik ini yang berulang kali disebutkan memiliki makna mendalam di samping pesan moral yang jelas, merupakan bagian dari naskah para darwis pengembara (Kalandar).
Kisah ini disinggung dalam buku Sir Fairfax Cartwright, Mystic Rose from Garden of the King, terbit di Inggris tahun 1899.Versi ini berasal dari Awad Afifi, seorang Tunisia, yang wafat tahun 1870.
Dikisahkan bahwa Husein, cucu Muhammad, menyampaikan cerita ini kepada Khajagan (Para Guru) yang pada abad ke-14 mengubah nama rnereka menjadi Thoriqoh Naqshibandiah.
Pada suatu ketika Khidhir, Guru Musa, memberi peringatan kepada manusia. Pada hari tertentu nanti, katanya, semua air di bumi yang tidak disimpan secara khusus, akan lenyap.
Hanya ada sedikit kisah Sufi, menurut Halqavi (pengarang kisah ini) yang bisa dibaca oleh siapa pun saat kapan pun dan tetap mempengaruhi 'kesadaran batin' secara konstruktif.
Para Darwis mempergunakannya untuk menekankan bahwa, walaupun anugerah bisa 'direnggut' oleh orang cerdik, kemampuan ('emas') yang diambil secara benar dari seorang guru seperti Si Pemurah.