Kisah ini bukan sekadar humor sufistik. Ia mengguncang pemahaman tentang bentuk dan substansi, tentang kaidah dan esensi. Ia bertanya: apakah kebenaran hanya milik lidah yang fasih, atau milik hati yang menyala?
Di tengah kecamuk zaman yang membelah antara bentuk dan batin, tasawuf hadir sebagai jalan sunyi, namun tak sepi perdebatan. Antara mereka yang memujanya setinggi langit, dan yang menolaknya sekeras batu.
Kisah ini mengingatkan kita: jangan hanya melihat dengan mata kepala, tetapi juga dengan hati yang jernih. Kadang yang tampak konyol bagi kita justru penuh rahmat bila dilihat dengan sabar dan iman.
Harga diri tidak tergantung pada apa yang dikenakan. Nasrudin menunjukkan bahwa penghormatan sejati seharusnya diberikan kepada manusia, bukan kepada baju atau status sosialnya.
Di kalangan sufi, pengalaman Bayazid itu dikenal sebagai fanasirnanya keakuan di hadapan Yang Mutlak. Tetapi jalan menuju fana, bagi Bayazid, bukan sekadar shalat panjang atau puasa panjang.
Nasrudin menyindir cara pandang yang hanya melihat perbedaan fisik (seperti pakaian, tubuh) untuk menilai seseorang. Padahal yang lebih penting adalah mengenali sifat, akhlak, dan hakikatnya, bukan hanya penampilan luar.
Nasrudin benar-benar yakin bahwa rezeki datang dari Allah, tapi ia juga tidak mau begitu saja diperdaya oleh orang lain. Ia menunjukkan bahwa tawakal tidak berarti pasrah bodoh, tetapi tetap bijak dan pandai menyikapi keadaan.
Kebanyakan orang melihat dunia melalui kacamata keinginan dan ketakutannya. Nasrudin mengingatkan bahwa belajar melihat dengan jernih adalah pencapaian spiritual yang sangat tinggi.
Daripada sibuk mempersiapkan diri untuk situasi yang mustahil atau jarang terjadi, lebih baik kita mempersiapkan diri untuk yang lebih relevan dan berguna.
Kebenaran bukan selalu seperti yang kita bayangkan atau kita inginkan. Kadang hasil pencarian kita tak persis seperti harapan, tapi tetap bermanfaat jika diterima dengan sabar dan ikhlas.
Nasrudin bercanda dengan mengatakan ia konsisten meski jelas tidak tepat untuk umur, yang selalu bertambah. Ini sindiran halus bahwa sebagian orang terlalu keras kepala pada prinsip yang salah.
Kadang, sesuatu yang kita cari tidak akan kembali jika terlalu menarik bagi orang lain. Dengan membuatnya tampak tidak berharga, orang lain menjadi tidak tergoda untuk memilikinya.