LANGIT7.ID- Pendidikan lingkungan sejak dini, penegakan hukum yang tegas dan serta kolaborasi aktif antara pemerintah, swasta, serta masyarakat menjadi fondasi utama dalam menjaga kelestarian alam. Tanpa itu, bumi sebagai sistem pendukung kehidupan akan semakin kehilangan kemampuannya dalam menopang kebutuhan manusia.
Menurut pakar lingkungan sekaligus dosen ilmu lingkungan Universitas Indonesia, Dr. Mahawan Karuniasa, bumi adalah support system atau sistem pendukung kehidupan yang kondisinya menentukan keberlangsungan manusia. “Kalau bumi tidak sehat, kemampuan mendukung kehidupan manusia akan berkurang,” ujarnya kepada Langit7.id. Ia mengingatkan, kerusakan alam memicu krisis global seperti perubahan iklim, hilangnya keanekaragaman hayati, dan pencemaran lingkungan, sebagaimana diperingatkan PBB pada 2022.
Dalam membangun kesadaran, pendidikan memegang peran sentral. Pengetahuan yang disampaikan di sekolah maupun pesantren dapat menumbuhkan sikap peduli lingkungan, apalagi bila dibarengi dengan teladan dari para pendidik. “Nilai cinta lingkungan harus ditanamkan sejak dini karena anak-anak relatif lebih mudah dibentuk perilaku dan sikapnya,” jelasnya.
Namun, Mahawan menilai upaya menjaga lingkungan akan terhambat jika penegakan hukum lemah. Ia menyoroti rendahnya kredibilitas regulasi akibat praktik korupsi dan lemahnya pengawasan di lapangan. “Aturan banyak, tapi kalau hanya jadi macan kertas tanpa penegakan, masyarakat akan kehilangan kepatuhan,” tegasnya.
Baca juga: Refleksi HUT Kemerdekaan RI Ke 80(7): Tugas Besar Pengelolaan Sampah, Pengendalian Polusi, dan Pelestarian HutanSelain itu, ia menekankan pentingnya kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat. Perubahan menuju ekonomi hijau, pengelolaan sumber daya alam yang bijak, serta aksi nyata seperti memilah sampah dan hemat air di rumah tangga, harus dilakukan secara kolektif.
Menurutnya, membangun kesadaran lingkungan harus dimulai dari pendidikan, baik di sekolah umum maupun lembaga berbasis agama seperti pesantren. Pengetahuan menjadi pintu masuk untuk membentuk sikap, yang kemudian dapat berujung pada perubahan perilaku. “Namun, pengetahuan saja tidak cukup. Butuh teladan atau panutan dari para guru dan pemimpin,” tegasnya.
Mahawan menekankan pentingnya menanamkan nilai cinta lingkungan sejak usia dini. Anak-anak dan remaja dinilai lebih mudah dibentuk dibanding orang dewasa yang cenderung resisten terhadap perubahan. “Jika pembentukan nilai dilakukan sejak kecil, sikap peduli lingkungan akan terbawa hingga dewasa,” katanya.
Baca juga: Refleksi HUT Kemerdekaan RI Ke 80 (6): Maraknya Perkawinan Anak Bisa Dicegah Asal....Transformasi Ekonomi HijauMahawan menegaskan, menjaga lingkungan tidak bisa dibebankan hanya kepada pemerintah. Semua pihak harus terlibat: sektor swasta melalui program tanggung jawab sosial (CSR) seperti penanaman pohon, tokoh masyarakat yang memberi contoh, serta warga yang melakukan aksi sederhana seperti menghemat air, mematikan listrik yang tidak terpakai, dan memilah sampah dari rumah.
Di tingkat makro, ia mendorong transformasi sistem ekonomi dari business as usual menjadi ekonomi hijau yang memperhatikan daya dukung lingkungan. “Pertumbuhan ekonomi harus dicapai tanpa merusak alam. Ada istilah green prosperity kesejahteraan hijau yang tetap memenuhi kebutuhan masyarakat tanpa mengorbankan lingkungan,” jelasnya.
Kepada Presiden Prabowo Subianto, Mahawan berpesan agar para pemimpin di segala tingkat mulai kepala desa hingga Kepala Negara bisa memberi contoh perilaku ramah lingkungan dalam kehidupan sehari-hari. Ia juga mendorong semua partai politik untuk menjadikan isu lingkungan sebagai agenda utama. “Saat ini politik hijau nyaris tidak terdengar. Padahal, kelestarian lingkungan harus menjadi profitabilitas politik, bukan kerusakan lingkungan yang dijadikan alat mencari keuntungan politik,” tandasnya.
Baca juga: Refleksi HUT Kemerdekaan RI Ke 80 (5): Perkawinan Dini Bukan Sekadar Problem Individu, Tapi Sudah Jadi Persoalan Kolektif![Refleksi HUT Kemerdekaan RI Ke 80 (8): Pendidikan dan Penegakan Hukum Kunci Kesadaran Merawat Alam]()
Kolaborasi swasta dalam ikut menjaga alam tampak nyata. Djarum sebagai korporasi besar tidak diragukan lagi komitmennya dalam ikut menjaga alam tetap lestari. Sejak 2010, Bakti Lingkungan Djarum Foundation (BLDF) melalui Djarum Trees For Life memprakarsai gerakan penghijauan di Pulau Jawa melalui program penanaman trembesi di sepanjang Pantai Utara Jawa. Tingginya arus kendaraan di wilayah tersebut berdampak pada kualitas udara. Karena itu, Djarum Trees For Life mengawali langkah penanaman trembesi guna menekan polusi di wilayah ini.
Program ini terus berkembang. Pada Oktober 2024, misalnya, program Djarum Trees for Life melakukan penanaman lagi sebanyak 25.194 trembesi di lima ruas jalan tol sepanjang Jawa Timur-Jawa Tengah. Praktik ini sekaligus menjadi bentuk kontribusi swasta atas komitmen pemerintah dalam menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK), sesuai rancangan Second Nationally Determined Contributions (NDC) 2031–2035.
“Sejak 2010, DTFL telah terlibat dalam program penghijauan lewat penanaman trembesi di sepanjang jalan di Pulau Jawa, Madura, Lombok, dan Sumatra. Inisiatif ini kemudian kami replikasi di sektor jalan bebas hambatan bersama para mitra pengelola jalan tol. DTFL percaya, di masa depan, sinergi multipihak ini semakin esensial dalam membantu capaian target pemerintah atas pengurangan emisi GRK secara bertahap,” kata Program Director BLDF Jemmy Chayadi.
Baca juga: Refleksi HUT Kemerdekaan RI Ke 80 (4): Mengapa Pernikahan Dini Masih Terjadi? Dimana Akar Masalahnya? Pada 2019 DTFL bersama dengan PT Jasa Marga Solo Ngawi menginisiasi penanaman di ruas tol Solo-Ngawi, kemudian dilanjutkan di 2020 bersama dengan PT Marga Harjaya Infrastruktur menanam di ruas Tol Jombang-Mojokerto, serta ruas Tol Pemalang-Batang dengan PT Pemalang Batal Toll Road. Sinergi berlanjut di 2021 bersama PT Transjawa Paspro Jalan Tol di ruas Pasuruan-Probolinggo dan PT Pejagan Pemalang Toll Road di ruas Pejagan-Pemalang. Total 267 km ruas jalan tol telah ditanami bibit trembesi, yang turut dirawat selama tiga tahun untuk memastikan pertumbuhan pohon yang optimal.
Hingga 2021, setidaknya dari beberapa titik wilayah tanam yang tersebar di Pulau Jawa, Lombok, Madura, dan Sumatera Utara, program penanaman trembesi Djarum Trees For Life berpotensi menyerap lebih dari 4,2 juta ton karbon per tahun. Tidak sekadar menanam, Djarum Trees For Life juga melakukan perawatan secara berkala selama 3 tahun di setiap jalur penanaman untuk memastikan trembesi tumbuh sempurna.
Sementera itu, pemerintah juga terus berkomitmen dalam menjaga alam. Sebagai wujud nyata komitmen terhadap lingkungan dan pengurangan jejak karbon serta membangun budaya cinta lingkungan dari lingkup paling kecil, Kementerian Kehutanan RI menyelenggarakan kegiatan “Kick-off Penanaman Pohon dalam Rangka Kompensasi Jejak Karbon (carbon footprint) Organisasi Kementerian Kehutanan” yang dipusatkan di Rumpin, Kabupaten Bogor, Selasa (17/6/2025).
Baca juga: Refleksi HUT Kemerdekaan RI Ke 80(3) Panti Asuhan Harus Bisa Cetak Anak Asuh Yang MandiriMengutip dari kehutanan.go.id, Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni menegaskan bahwa kegiatan tersebut menjadi tonggak awal dimulainya tradisi baru di lingkungan Kementerian Kehutanan yaitu menghitung jejak karbon institusional dan mengimbanginya secara nyata dengan menanam pohon dan secara simultan harus berupaya mengurangi carbon footprint kedepannya. “Saya percaya, perubahan besar yang berkelanjutan harus dimulai dari diri sendiri. Kesadaran personal itulah fondasi bagi lahirnya kebijakan yang baik dan perubahan struktural yang nyata,” ujarnya.
Raja Juli juga menyampaikan bahwa sebagai institusi yang bertanggung jawab menjaga hutan dan alam Indonesia, Kementerian Kehutanan harus menjadi teladan, bukan hanya lewat kebijakan, tapi juga dalam perilaku sehari-hari. Menteri Kehutanan memberi contoh perubahan gaya hidup pribadi dan keluarga yang lebih ramah lingkungan, seperti penggunaan eco-enzyme buatan sendiri sebagai pengganti deterjen, pengurangan plastik sekali pakai, dan lainnya. (bersambung)
(lam)