Langit7, Jakarta - Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) dibentuk dengan tujuan sebagai katalisator pengembangan ekonomi dan keuangan syariah di tanah air. KNEKS juga bertugas untuk mempercepat, memperluas, dan mengembangkan ekonomi dan keuangan syariah, untuk memperkuat ketahanan ekonomi nasional.
Direktur Infrastruktur Ekosistem Syariah KNEKS, Sutan Emir Hidayat mengatakan, potensi ekonomi dan keuangan syariah di tingkat global, dapat dilihat total pengeluaran masyarakat dunia untuk produk dan jasa halal pada 2019 mencapai USD2,02 triliun.
Hal itu terdiri dari enam sektor riil, di antaranya makanan dan minuman halal, kosmetik halal, obat-obatan halal, pariwisata ramah muslim, fesyen muslim, dan media rekreasi Islami.
“Apalagi, Indonesia merupakan mayoritas penduduk muslim terbesar di dunia. Dari USD2,02 triliun itu, sekitar 10 persen konsumsi ada di Indonesia,” ujarnya di Webinar Podcast iB Vaganza – Bulan Inklusi Keuangan 2021: Keberkahan Ekonomi dan Keuangan Syariah untuk Ummat, Kamis (7/10).
Baca juga: Berbagi Manfaat Budi Daya Jamur Tiram di Daarul Quran AgrotechnoNamun saat ini, lanjut dia, sangat disayangkan karena Indonesia masih menjadi konsumen terbesar. Padahal, sebetulnya Indonesia punya potensi untuk menjadi salah satu produsen produk halal dunia.
Secara keseluruhan ekonomi nasional, 80 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia terkategori halal. Dari data Bank Indonesia, Emir menyebutkan, pangsa pasar halal di tahun lalu berkisar 24,8 persen.
“Apalagi di masa pandemi produk makanan halal yang berasal dari pangan nasional juga sempat mengalami pertumbuhan. Ini menunjukkan dampak yang baik,” ujarnya.
Emir menurutkan, saat ini Indonesia telah memiliki
roadmap yang menjadi arah pengembangan ekonomi dan keuangan syariah. Dari situ, KNEKS berupaya menurunkannya menjadi rencana implementasi pengembangan ekonomi dan keuangan syariah.
Dalam rencana itu, kata dia, terdapat sekitar 47 inisiatif strategis. Setidaknya ada tiga insiatif yang berfokus pada keuangan syariah, di antaranya pengembangan kapasitas, penguatan pendanaan dan permodalan, serta penguatan aspek regulasi dan tata kelola.
“Seharusnya, industri halal itu dibiayai oleh keuangan syariah. Karena keuangan syariah tidak mungkin membiayai industri non halal. Itu yang masih belum tercipta saat ini dan masih perlu kita dorong,” katanya.
Baca juga: Jaga Ekosistem, 25.000 Benih Ikan Jelawat Ditebar di Sungai PengumbakHal itu menjadi salah satu alasan yang menyebabkan pangsa pasar keuangan syariah, masih sekitar 10,11 persen. Namun, walaupun masih jauh dari potensi yang ada, angka tersebut masih menunjukkan tren yang positif.
Pihaknya berharap, secara perlahan Indonesia bisa menyusul negara tetangga seperti yang telah mencapai angka 30 persen lebih. Untuk itu, pihaknya berupaya menekankan strategi yang ada guna menguatkan ekonomi syariah di tanah air.
“Yaitu penguatan rantai nilai halal, penguatan keuangan syariah, penguatan UMKM, dan penguatan ekonomi digital. Selain itu, ada strategi dasar yang juga tengah kita dorong, seperti penguatan literasi dan edukasi, penguatan kualitas dan kuantitas SDM, penguatan kapasitas riset dan pengembangan, serta penguatan tata kelola, regulasi dan fatwa,” tambahnya.
(zul)