Langit7.id - Dakwah, Al-Quran, Berita Terkini dan Tafsir
Dapatkan Update berita LANGIT7.ID
melalui notifikasi browser Anda.
kalender Rabu, 19 November 2025
home masjid detail berita

Asal-usul Julukan Utsman bin Affan sang Pemilik Dua Cahaya

miftah yusufpati Jum'at, 14 November 2025 - 17:16 WIB
Asal-usul Julukan Utsman bin Affan sang Pemilik Dua Cahaya
Dialah satu-satunya manusia yang menyandang dua cahaya dalam sejarah Islam. Ilustrasi: AI
LANGIT7.ID-Di sebuah rumah sederhana di Madinah, pada hari kemenangan Perang Badar disambut dengan takbir, Utsman bin Affan justru menunduk dalam duka. Istrinya, Ruqayyah binti Muhammad, wafat setelah sakit panjang. Utsman tidak ikut ke medan perang. Rasulullah memintanya tinggal sebagai perawat. Ketika kabar kemenangan tiba, kabar kematian lebih dulu memenuhi rumah itu. Namun Rasulullah tetap memberikan jatah rampasan perang baginya, sehingga ia “dipandang sebagai salah seorang veteran Badar”.

Narasi inilah yang mengawali terbentuknya satu-satunya julukan dalam sejarah Islam yang hanya disandang seorang manusia: Dzu al-Nurayn, Pemilik Dua Cahaya.

Setelah wafatnya Ruqayyah, Nabi menghibur Utsman dengan sebuah ikatan baru: pernikahan dengan Umm Kulthum, adik Ruqayyah. Namun duka menyapa lagi. Umm Kulthum meninggal saat Nabi masih hidup. Rasulullah berkata kepadanya, “Andaikata ada putri kami yang ketiga, niscaya kami kawinkan kepada Anda”.

Dua kali menjadi menantu Rasulullah inilah yang membuat kaum Muslimin memberinya gelar Zun-Nurain atau Dzu al-Nurayn. Menurut Haekal, julukan itu hidup karena “pernikahan Utsman dengan dua putri Nabi”

Sosok yang Lembut, Damai, dan Pemalu
Muhammad Husain Haekal dalam bukunya berjudul Usman bin Affan, Antara Kekhalifahan dengan Kerajaan yang diterjemahkan dari bahasa Arab oleh Ali Audah (Penerbit P.T. Pustaka Litera AntarNusa) menggambarkan Utsman sebagai sosok yang “suka damai sedapat mungkin”, namun imannya membuatnya selalu hadir dalam ekspedisi Rasulullah. Setelah tidak ikut Badr, ia ikut dalam Uhud, Khandaq, Khaibar, Fathu Makkah, Hunain, Thaif, hingga Tabuk.
Meski demikian, Perang Uhud menjadi salah satu titik yang kemudian digunakan untuk menyerangnya pada masa kekhalifahannya. Ketika pasukan mundur karena kabar Nabi terbunuh, Utsman termasuk yang terpencar. Ia menjawab kritik itu dengan ayat: “Allah telah memaafkan mereka” (QS. 3:155), sebagaimana dikutip Haekal.

Haekal menulis, Utsman memang bukan “pahlawan perang seperti Hamzah, Ali, Zubair, atau Sa’d”, tetapi keberaniannya tampak pada misi paling berisiko dalam hidupnya—diplomasi ke Mekah pada tahun Hudaibiyah.

Ketika Rasulullah mencari utusan ke Mekah, Umar menolak: permusuhan Quraisy terlalu keras terhadapnya. Ia menunjuk Utsman sebagai pengganti karena “di Mekah Utsman lebih disukai daripada Umar”.

Di Mekah, Utsman disambut baik dan bahkan diberi perlindungan. Lama ia mencari jalan damai, hingga kaum Muslimin di Hudaibiyah mengira ia dibunuh. Maka di bawah pohon itu, Rasulullah mengambil baiat Ridwan. “Rasulullah menepukkan sebelah tangannya ke tangan yang sebelah lagi untuk ikrar Usman seolah ia hadir”.

Perundingan yang dibuka Utsman inilah yang berakhir pada Perjanjian Hudaibiyah—yang kemudian membuka pintu Fathu Makkah.

Dermawan Besar: Tabuk dan Sumur Rumah

Dua episode derma Utsman menjadi legenda:

1. Ekspedisi Tabuk

Ketika Rasulullah mempersiapkan “Pasukan Usrah”, Utsman menyediakan “300 ekor unta lengkap dengan isinya dan 1.000 dinar”. Rasulullah berkata: “Utsman tidak akan dirugikan apa yang dilakukannya sesudah hari ini,” dan beliau mengulanginya dua kali.

2. Sumur Rumah

Sumur milik seorang Yahudi di Madinah menjual air dengan harga mahal. Nabi bersabda: “Barang siapa membeli sumur Rumah ini… ia akan mendapat minuman di surga.” Utsman membeli setengahnya 12.000 dirham, lalu sisanya seharga 8.000 dirham. Sumur itu kemudian menjadi wakaf umum.

Kedermawanan seperti inilah yang memperkuat kedudukannya dalam masyarakat Muslim.

Simpati kepada Kerabat: Sifat yang Menjadi Benih Fitnah

Haekal mencatat, “Utsman sangat bersimpati kepada kerabatnya”. Sikap itu muncul bahkan sejak masa Nabi, seperti ketika ia menolong Abdullah bin Abi Sarh—saudara susunya yang dijatuhi hukuman mati karena murtad dan memalsukan wahyu. Rasulullah mengampuni Abdullah demi menghindari melukai hati Utsman.

Pada masa kekhalifahannya nanti, simpati berlebihan kepada kerabat Umayyah menjadi senjata bagi para penentangnya.

Kedudukan Tinggi pada Masa Rasul, Abu Bakar, dan Umar

Rasulullah beberapa kali meninggalkan Utsman sebagai penjaga kota Madinah ketika beliau memimpin ekspedisi. Pada masa Abu Bakar, Utsman menjadi penasihat penting—salah satu suara yang membuat rapat para sahabat menyetujui rencana besar penyerangan ke Syam. Ia dikenal menenangkan sahabat lain, “memperkuat pendapat khalifah” saat keputusan harus diambil.

Utsman pula yang bersaksi mendukung pengangkatan Umar sebagai khalifah: “Batin Umar lebih baik daripada lahirnya,” katanya.

Namun ia sering berbeda pendapat dengan Umar, terutama soal pembebasan Mesir. Ia bahkan memimpin “kaum oposisi” terhadap rencana Amr bin As. Perbedaan pendapat itu menunjukkan bahwa dinamika politik sahabat tidak tunggal dan tidak selalu selaras.

Khalifah yang Naik di Atas Pusara Umar

Ketika Majelis Syura memilih Utsman sebagai khalifah, ia naik ke mimbar dengan nada keras—“marah-marah,” tulis Haekal, berbeda dari citra halusnya. Tetapi khutbah itu bukanlah peta kebijakan. Haekal menyimpulkan, “Utsman belum merencanakan kebijakan jelas seperti Abu Bakar dan Umar”.

Masalah pertama yang ia hadapi adalah kasus Ubaidillah bin Umar, yang membunuh tiga orang (Hormuzan, Jufainah, dan anak Fairuz) sebagai balasan atas wafatnya Umar. Ali meminta Ubaidillah dihukum mati, tetapi suara masyarakat menggagalkannya. Utsman akhirnya menanggung diat dari hartanya sendiri: “pendapat yang sangat bijaksana,” tulis Haekal.

Langkah Awal Pemerintahan: Kelembutan yang Menenangkan

Haekal menegaskan, langkah pertama Utsman ialah “memperbesar bantuan kepada rakyat daripada masa Umar”. Ia menambah 100 dirham untuk setiap prajurit, memperbesar dana Ramadan, menyediakan jamuan bagi musafir, ahli ibadah, dan fakir miskin.

Dengan kekayaan negeri-negeri taklukan yang mengalir deras, kebijakan longgar ini membuat masyarakat merasa “Usman memberi harapan hidup yang lebih baik”.

Namun di balik semua itu, benih ketegangan mulai muncul—antara sifat pribadi Utsman yang lembut dan ekspektasi masyarakat yang menginginkan ketegasan ala Umar.

Dzu al-Nurayn: Warisan Dua Cahaya

Julukan Dzu al-Nurayn tidak hanya merujuk pada dua putri Nabi yang dinikahinya. Ia merujuk pada:

* kehalusan budi yang membuat malaikat malu,
* kemurahan hati yang menafkahi dakwah Islam,
* dan kedekatan pribadi dalam rumah tangga Rasulullah.

Haekal menutup banyak bagian biografinya dengan nada simpatik: Utsman adalah sosok yang dalam kesalehan dan kelembutannya “mendapat tempat tersendiri dalam hati Rasulullah”.

Di antara turbulensi politik yang kelak memuncak dalam fitnah besar, cahaya ganda itulah yang membuat namanya dikenang bukan sekadar sebagai khalifah ketiga, tetapi sebagai Dzu al-Nurayn—satu-satunya manusia yang menyandang dua cahaya dalam sejarah Islam.

(mif)
  • Bagikan Artikel Ini :
TOPIK TERKAIT
BERITA TERKAIT
jadwal-sholat
Jadwal Sholat
JAKARTA, Rabu 19 November 2025
Imsak
03:55
Shubuh
04:05
Dhuhur
11:42
Ashar
15:04
Maghrib
17:54
Isya
19:07
Lihat Selengkapnya
QS. Al-Hadid:1 Langit 7 Cahaya Menuju Kebaikan
سَبَّحَ لِلّٰهِ مَا فِى السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِۚ وَهُوَ الْعَزِيْزُ الْحَكِيْمُ
Apa yang di langit dan di bumi bertasbih kepada Allah. Dialah Yang Mahaperkasa, Mahabijaksana.
QS. Al-Hadid:1 Langit 7 Cahaya Menuju Kebaikan