Langit7.id - Dakwah, Al-Quran, Berita Terkini dan Tafsir
Dapatkan Update berita LANGIT7.ID
melalui notifikasi browser Anda.
kalender Rabu, 19 November 2025
home masjid detail berita

Kisah Khalifah Utsman bin Affan: Meneruskan Kebijakan Pendahulunya

miftah yusufpati Ahad, 16 November 2025 - 05:15 WIB
Kisah Khalifah Utsman bin Affan: Meneruskan Kebijakan Pendahulunya
Begitu dilantik, Utsman bin Affan memilih meneruskan kebijakan Abu Bakar dan Umar. Ilustrasi: Ist
LANGIT7.ID- Pada hari pertama menjabat sebagai khalifah, Utsman bin Affan mengambil jalan yang paling aman: meneruskan garis kebijakan pendahulunya. Tidak ada keputusan baru, tidak ada perombakan pejabat, tidak ada gebrakan politik. Pilihan itu bukan tanpa alasan. Di belakangnya, riwayat tragis wafatnya Umar bin Khattab masih menggantung seperti awan kelabu. Situasi politik negeri-negeri taklukan Arab pun belum benar-benar pulih.

Muhammad Husain Haekal, dalam Usman bin Affan: Antara Kekhalifahan dengan Kerajaan (Pustaka Litera AntarNusa), mencatat bagaimana Utsman mengumumkan kebijakan kelanjutan itu bahkan sebelum debu pelantikannya mengendap. Semua gubernur warisan Umar dipertahankan. Dari Nafi’ bin Abdul-Haris al-Khuza’i di Mekah, Sufyan bin Abdullah di Taif, hingga Mu’awiyah bin Abi Sufyan yang tetap menguasai Syam. Tidak seorang pun dicopot, dipindahkan, atau digeser.

Haekal menilai keputusan itu bukan semata kelanjutan administratif, melainkan buah dari janji politik. Menjelang pengangkatannya, Utsman berikrar kepada Abdurrahman bin Auf bahwa ia akan memerintah berdasarkan Kitabullah, Sunah Nabi, dan teladan dua khalifah sebelumnya. Ia menolak jalan seperti Ali bin Abi Talib yang terang-terangan menyatakan akan berpegang pada pengetahuan serta pertimbangannya sendiri. Maka Utsman memilih berhati-hati. Ia tak ingin dituduh berinovasi, apalagi mengada-ada.

Kehati-hatian itu pula yang membuatnya tidak memuat rencana kebijakan baru dalam surat-surat awal pemerintahannya. Haekal menyebut langkah itu sebagai celah yang kelak dimanfaatkan lawan-lawan politiknya. Namun pada hari-hari pertama, Utsman tampaknya tidak punya banyak pilihan.

Gelombang perselisihan internal di Kufah dan Basrah belum surut. Masing-masing kota sibuk membangun pengaruh, saling berlomba menguasai jabatan gubernur. Pada masa Umar, tarik-menarik politik itu sudah begitu tajam hingga sang khalifah kerap berkata kepada para penasihatnya: “Cobalah kemukakan suatu cara yang dapat saya gunakan untuk memperbaiki masyarakat dalam menggantikan seorang pejabat.”

Di luar Jazirah, ancaman lain mengintai. Yazdigird, raja Persia terakhir, masih bersembunyi jauh di Fergana sambil menunggu peluang merebut kembali tanahnya. Dari Konstantinopel, Kekaisaran Byzantium juga memperhitungkan waktu yang tepat untuk balas serangan. Bagi khalifah baru yang terkenal pemalu dan lembut, tekanan semacam itu membuat ruang geraknya makin sempit.

Haekal menggambarkan suasana sosial Arab yang mulai berubah. Setelah kemenangan demi kemenangan, masyarakat terbuai kemakmuran dan mulai terbiasa meminta lebih. “Tidak heran bila mereka menggerutu jika keinginannya tak terpenuhi,” tulisnya. Dalam iklim yang penuh tuntutan ini, seorang pemimpin membutuhkan ketegasan besar untuk membuat garis kebijakan baru. Utsman, yang dikenal berhati-hati, memilih menunda langkah hingga kondisi memungkinkan.

Lebih-lebih lagi, ketika Umar terbunuh, umumnya orang masih percaya ia akan memimpin lebih lama. Tak ada yang membayangkan muncul kebijakan berbeda yang bisa membelokkan arah negara. Di tengah ketidakpastian itu, Utsman tampaknya memutuskan bahwa mempertahankan status quo adalah jalan paling rasional.

Keputusan itu menandai gaya kepemimpinannya: tenang, konsisten, tapi juga rawan digoyang. Dan seperti dicatat Haekal, di kemudian hari langkah ini—yang semula diniatkan menjaga stabilitas—justru menjadi bibit kritik yang tumbuh semakin keras.

(mif)
  • Bagikan Artikel Ini :
TOPIK TERKAIT
BERITA TERKAIT
jadwal-sholat
Jadwal Sholat
JAKARTA, Rabu 19 November 2025
Imsak
03:55
Shubuh
04:05
Dhuhur
11:42
Ashar
15:04
Maghrib
17:54
Isya
19:07
Lihat Selengkapnya
QS. Ali 'Imran:64 Langit 7 Cahaya Menuju Kebaikan
قُلْ يٰٓاَهْلَ الْكِتٰبِ تَعَالَوْا اِلٰى كَلِمَةٍ سَوَاۤءٍۢ بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمْ اَلَّا نَعْبُدَ اِلَّا اللّٰهَ وَلَا نُشْرِكَ بِهٖ شَيْـًٔا وَّلَا يَتَّخِذَ بَعْضُنَا بَعْضًا اَرْبَابًا مِّنْ دُوْنِ اللّٰهِ ۗ فَاِنْ تَوَلَّوْا فَقُوْلُوا اشْهَدُوْا بِاَنَّا مُسْلِمُوْنَ
Katakanlah (Muhammad), “Wahai Ahli Kitab! Marilah (kita) menuju kepada satu kalimat (pegangan) yang sama antara kami dan kamu, bahwa kita tidak menyembah selain Allah dan kita tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun, dan bahwa kita tidak menjadikan satu sama lain tuhan-tuhan selain Allah. Jika mereka berpaling maka katakanlah (kepada mereka), “Saksikanlah, bahwa kami adalah orang Muslim.”
QS. Ali 'Imran:64 Langit 7 Cahaya Menuju Kebaikan