Langit7, Jakarta - Ketika puncak pandemi Covid-19 melanda pada tahun lalu, menyebabkan terjadinya penurunan aktivitas di tingkat global.
Di mana hampir seluruh dunia mengeluarkan kebijakan yang sama, yakni
lockdown. Akibatnya, segala aktivitas manusia, termasuk sebagai penggerak ekonomi juga turut terhenti.
"Dampak dari terhentinya pergerakan manusia yakni terjadi krisis
supply chain, krisis logistik, krisis pergerakan dan pasokan barang. Tentu saja barang tidak akan bisa bergerak jika tidak ada manusia yang menggerakkan," ujar ekonom senior Bayu Krisnamurti dalam Diskusi “Pandemi dan Kebijakan Pemerintah: Evaluasi 2021” pada Rabu malam (24/11).
Baca juga: BPJPH Dorong Masuk ke Pasar SwalayanMenurutnya, hal itu merupakan fase ke-2 dari pandemi. Selanjutnya, muncul krisis ekonomi atau resesi karena tidak ada transaksi ekonomi. Pergerakan ekonomi hanya terjadi dalam jarak pendek dan secara lokal, di toko setempat, online dan lain-lain.
Ia menuturkan, ketika
lockdown dicabut dan kegiatan ekonomi dibuka, terjadi respon cepat dari sisi demand yang langsung naik. Di mana orang mulai belanja dan mencari produk setelah tertahan selama dua tahun di berbagai sektor konsumsi.
Baca juga: Jalankan Bisnis dari Hobi Ikan Koi, Dapat Untung dan KepuasanNamun hal itu tidak cepat direspon oleh sisi
supply karena proses produksi setelah terhenti pada masa
lockdown dan resesi tidak secepat sisi permintaan. Akibatnya, terjadi kemacetan
supply chain.
"Karena ketika lockdown terjadi penghentian
supply yang amat drastis. Otomatis untuk naik kembali ke titik semula akan memakan waktu lama," katanya.
Bayu menambahkan, dilihat dari pertumbuhan
e-commerce UMKM di Indonesia setelah kejatuhan akibat Covid-19 juga hanya tumbuh 15-18 persen. Untuk itu, diperlukan tindak lajut dalam mengatasi masalah ini untuk menghindari bonus demografi yang terancam mubazir.
Baca juga: Pondok Pesantren di Sukabumi Ini Bisa Jadi Laboratorium Kewirausahaan(zul)