Langit7.id - Dakwah, Al-Quran, Berita Terkini dan Tafsir
Dapatkan Update berita LANGIT7.ID
melalui notifikasi browser Anda.
kalender Jum'at, 07 November 2025
home global news detail berita

Chatib Basri: Indonesia Tak Akan Resesi tapi Pemerintah Perlu Antisipasi

Muhajirin Rabu, 12 Oktober 2022 - 23:00 WIB
Chatib Basri: Indonesia Tak Akan Resesi tapi Pemerintah Perlu Antisipasi
Ekonom Muhammad Chatib Basri (foto: istimewa)
LANGIT7.ID, Jakarta - Mantan Menteri Keuangan RI, Muhammad Chatib Basri, menilai Indonesia tidak akan mengalami resesi. Meski begitu, pemerintah Indonesia mesti melakukan langkah antisipasi untuk menghadapi situasi saat ini.

Menurut dia, ekonomi Indonesia memang masih relatif kuat pada 2022. Perlambatan akan terasa pada 2023. Inflasi di Jerman dan Amerika Serikat memaksa Bank Sentral menaikkan suku bunga.

Kontraksi ekonomi di Amerika Serika dan Eropa akan menurunkan permintaan ekspor global, termasuk China. Ekspor Indonesia akan menurun. Situasi akan diperburuk dengan menurunnya harga komoditas, yang selama ini ‘menyelamatkan’ RI.

Dari jalur perdagangan, resesi global, khususnya perlambatan ekonomi China, akan menurunkan ekspor Indonesia. Namun disisi lain, tensi geopolitik akibat perang Rusia-Ukraina akan membuat harga batubara relatif tinggi.

Baca Juga: 3 Tips Atur Keuangan saat Hadapi Resesi 2023 Mendatang

“Seberapa besar ekspor kita akan terpukul? Tergantung dari net effect (efek bersih) penurunan ekspor akibat resesi global dengan kenaikan harga batu bara akibat perang Russia,” kata Chatib di akun twitter-nya, Rabu (12/10/2022).

Ekonomi senior dari Universitas Indonesia itu mengatakan, dampak resesi global terhadap Indonesia tak akan seburuk dampaknya pada Singapura, atau negara yang berorientasi ekspor. Itu karena porsi ekspor Indonesia terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) relatif kecil dibanding negara-negara yang berorientasi ekspor.

“Kita diuntungkan oleh kurang terintegrasinya kita pada ekonomi global –sesuatu yang sebetulnya tak kita inginkan. Tentu kita harus adil: integrasi yang terbatas pada ekonomi global membuat kita juga nantinya akan pulih lebih lambat, ketika ekonomi global pulih,” ujar Chatib.

Dari jalur keuangan, tampaknya dollar AS masih akan menguat, karena pertumbuhan ekonomi yang relatif lebih baik terhadap Eropa. Termasuk rasio harga ekspor dan harga impor AS yang menguat dan dampak kenaikan bunga di AS yang lebih cepat dan lebih tinggi dibandingkan negara lain.

Baca Juga: Menkeu: Kinerja Perekonomian Indonesia Impresif di Tengah Krisis

Dalam kondisi seperti ini pilihan kebijakan Bank Indonesia tak banyak yakni menaikkan bunga untuk mengendalikan inflasi serta menjaga kestabilan rupiah dan melakukan intervensi di pasar valuta untuk mencegah volatilitas rupiah.

Dampak dari Taper Tantrum 2.0 kali ini tak seberat 2013, karena share asing dalam obligasi pemerintah Indonesia menurun dari 32% di April 2020 jadi 14.6% September 2022. Ketergantungan terhadap pembiayaan eksternal yang relatif lebih rendah saat ini, membuat Indonesia relatif stabil

Selain itu, neraca transaksi berjalan juga mengalami surplus. Surplus terjadi karena Covid-19 telah mengakibatkan meningkatnya rasio tabungan/PDB, karena menurunnya konsumsi akibat pembatasan mobilitas.

“Penjelasan lain: kenaikan harga ekspor komoditas dan energi akibat perang Rusia,” ujar Chatib.

Baca Juga: Cegah Resesi, Ekonom Senior INDEF: APBN Harus Diselamatkan

Namun, saat aktivitas ekonomi kembali normal, rasio tabungan/PDB akan menurun, defisit transaksi berjalan naik. Selain itu, resesi global, akan menurunkan harga komoditas dan energi (di luar batu bara), surplus neraca perdagangan akan menurun. Hal ini berpengaruh kepada nilai tukar

Pelemahan rupiah akan membuat beban utang dalam mata uang dollar AS akan meningkat. Selain itu, ada resiko ketidaksesuaian mata uang (currency mismatch), jika sebagian besar investasi asing masuk ke sektor dalam negeri, bukan sektor yang berorientasi ekspor.

“Covid-19 membuat aktivitas ekonomi terganggu. Dengan relaksasi restrukturisasi kredit, NPL terlihat rendah. Namun Loan at Risk (LaR) masih relatif tinggi. Jika relaksasi ini berakhir, ada resiko NPL akan meningkat. Bunga tinggi juga meningkatkan resiko perusahaan dengan utang tinggi,” kata Chatib.

Langkah yang Harus Dilakukan Pemerintah

Pertumbuhan ekonomi melambat dan surplus transaksi berjalan Indonesia tahun depan menurun. Untuk menjaga internal dan external balance dibutuhkan ekspansi ekspansi fiskal dan pengetatan moneter.

“Masalahnya, kenyataan di banyak negara berkembang, termasuk Indonesia tak semudah preskripsi itu,” ucap Chatib.

Baca Juga: DPR Ingatkan Menkeu Sri Mulyani Tak Anggap Remeh Resesi Ekonomi

Preskripsi Dornbusch dan Swan sulit dilakukan, karena pada 2023, defisit fiskal akan dijaga di bawah 3%. Selain itu, penurunan harga komoditas dan energi (diluar batu bara) akan membuat penerimaan negara 2023 tak akan setinggi 2022.

Kombinasi ini akan membuat fiskal menjadi kontraktif pada 2023. Disisi lain, tekanan inflasi yang terjadi dan kenaikan bunga the Fed akan memaksa Bank Indonesia untuk menaikkan bunga. Bisa dibayangkan dampak kontraksi yang akan terjadi.

“BI dan pemerintah harus menerapkan policy mix. Pengetatan moneter dilakukan, tapi tidak berlebihan, pelemahan rupiah terjadi, tapi dijaga agar tak terlalu tajam fluktuasinya. Dari sisi fiskal, dengan defisit dibawah 3% tahun 2023, maka alokasi belanja harus semakin tajam,” ujar Chatib.

Baca Juga: Faisal Basri: Ekonomi Islam Bisa Jadi Solusi Inflasi

Program perlindungan sosial menjadi prioritas. Selain itu, belanja harus diarahkan kepada sektor yang memiliki dampak multiplier yang tinggi. Pemerintah harus memberikan prioritas pada ‘mana yang harus”’dan bukan ‘mana yang ingin’.

“Perkiraan saya ekonomi Indonesia akan melambat, ketidakpastian tinggi, namun Indonesia tak akan mengalami resesi, yang terjadi adalah perlambatan ekonomi. Namun tak ada ruang untuk membuat kebijakan yang salah,” ungkap Chatib.

(jqf)
  • Bagikan Artikel Ini :
TOPIK TERKAIT
BERITA TERKAIT
jadwal-sholat
Jadwal Sholat
JAKARTA, Jum'at 07 November 2025
Imsak
03:57
Shubuh
04:07
Dhuhur
11:40
Ashar
14:58
Maghrib
17:50
Isya
19:02
Lihat Selengkapnya
QS. Al-Isra':1 Langit 7 Cahaya Menuju Kebaikan
سُبْحٰنَ الَّذِيْٓ اَسْرٰى بِعَبْدِهٖ لَيْلًا مِّنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ اِلَى الْمَسْجِدِ الْاَقْصَا الَّذِيْ بٰرَكْنَا حَوْلَهٗ لِنُرِيَهٗ مِنْ اٰيٰتِنَاۗ اِنَّهٗ هُوَ السَّمِيْعُ الْبَصِيْرُ
Mahasuci (Allah), yang telah memperjalankan hamba-Nya (Muhammad) pada malam hari dari Masjidilharam ke Masjidil Aqsa yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar, Maha Melihat.
QS. Al-Isra':1 Langit 7 Cahaya Menuju Kebaikan