Siapa Ahl al-Kitab? Yahudi dan Nasrani saja, atau termasuk Hindu dan Buddha? Perdebatan klasik ini menyingkap tarik-menarik antara teks, tafsir, dan realitas sosial dari masa klasik hingga kini.
Kritik Al-Quran kepada Ahl al-Kitab bukan sekadar soal beda iman. Ia lahir dari tarik-menarik kepentingan politik dan ekonomi, yang dibungkus agama, sejak awal sejarah Islam.
Dari perlindungan Raja Nasrani di Ethiopia hingga kekecewaan Yahudi Madinah, perjumpaan Islam dengan Ahl al-Kitab membuka babak baru relasi iman dan politik.
Al-Quran menyebut Ahl al-Kitab dengan nuansa beragam: ada yang memusuhi, ada yang lurus. Tafsir Quraish Shihab menekankan: jangan generalisasi. Kritik keras tak berlaku untuk semua.
Di hadapan makalah Hans Kng, teolog Katolik progresif asal Swiss yang mendambakan kedamaian lintas agama, Nasr tidak menawarkan diplomasi. Ia mengajukan kritik tajam terhadap asumsi-asumsi Barat dalam melihat Islam.
Dijadikannya menjenguk orang sakit sebagai hak seorang muslim terhadap muslim lainnya, sebagaimana disebutkan dalam hadis-hadis, tidak berarti bahwa orang sakit yang non-Muslim tidak boleh dijenguk.
Qur'an yang telah menyebutkan Isa dan Mariam dengan penghormatan serta penghargaan yang demikian rupa dari Tuhan sehingga kita pun karenanya turut bersimpati pula, terbawa oleh rasa persaudaraan.
Pada saat awal kedatangan Islam, hubungan kaum muslimin dengan kaum Nasrani cukup harmonis. Hal itu berbeda dengan hubungan kaum muslimin dengan kaum Yahudi.
Di antara dosa yang besar, yang ditunjukkan dan anjurkan al-Quran agar kita segera bertobat darinya adalah: dosa menyembunyikan kebenaran serta tidak menjelaskannya kepada manusia.
Islam bersifat keras terhadap orang musyrik tetapi terhadap ahli kitab sangat lunak dan mempermudah, karena mereka ini lebih dekat kepada orang mukmin, sebab sama-sama mengakui wahyu Allah, mengakui kenabian dan pokok-pokok agama secara global.