Langit7.id - Dakwah, Al-Quran, Berita Terkini dan Tafsir
Dapatkan Update berita LANGIT7.ID
melalui notifikasi browser Anda.
kalender Rabu, 09 Juli 2025
home masjid detail berita

Dua Jalan Iman: Dialog Kristen-Islam dan Perdebatan Abadi soal Kebenaran Wahyu

miftah yusufpati Jum'at, 04 Juli 2025 - 05:45 WIB
Dua Jalan Iman: Dialog Kristen-Islam dan Perdebatan Abadi soal Kebenaran Wahyu
Seyyed Hossein Nasr dan Hans Kng. Foto: Ist
LANGIT7.ID-Seyyed Hossein Nasr, filsuf Islam asal Iran dan profesor di George Washington University, berbicara tanpa basa-basi. Di hadapan makalah Hans Küng, teolog Katolik progresif asal Swiss yang mendambakan kedamaian lintas agama, Nasr tidak menawarkan diplomasi. Ia justru mengajukan kritik tajam terhadap asumsi-asumsi Barat dalam melihat Islam.

“Dialog tidak bisa dibangun di atas pandangan yang ditolak oleh pihak yang diajak berdialog,” ujar Nasr dalam tanggapannya yang disampaikan dalam sebuah forum lintas agama. Hal ini termuat dalam Jurnal Pemikiran Islam Paramadian yang diterbitkan Yayasan Paramadina.

Hans Küng, dalam makalah yang ditanggapi Nasr, mengajukan premis sederhana: tak akan ada kedamaian dunia tanpa kedamaian antaragama; dan tak ada kedamaian antaragama tanpa dialog. Tetapi Nasr segera menantangnya: jika kedamaian adalah tujuannya, kebenaran tetap harus didahulukan. Dan dalam perspektif Islam, kebenaran itu telah jelas batasnya — wahyu ilahi yang tidak bisa dikompromikan.

Baca juga: Ini Mengapa Islam Menghalalkan Daging Sembelihan Ahli Kitab

Kritik Terhadap Pandangan Barat

Nasr mempersoalkan asumsi Hans Küng yang menggambarkan Islam sebagai tradisi yang berubah secara historis. Baginya, ini adalah kesalahan besar yang sering dibuat pemikir Barat. “Islam tidak bergerak dengan cara evolusi seperti dalam sejarah Gereja,” tegasnya. Yang utama dalam Islam adalah kontinuitas — bahwa Kakbah tetap Kakbah, salat tetap lima waktu, dan syariat tetap bersandar pada al-Qur'an dan sunnah.

Pandangan Küng yang mengadopsi pendekatan historis-kritis dalam melihat asal-usul al-Qur'an juga ditolak mentah-mentah oleh Nasr. Küng menyebut al-Qur’an sebagai gabungan dari wahyu dan pernyataan manusiawi Nabi Muhammad. Baginya, sebagaimana disuarakan tokoh seperti Fazlur Rahman, al-Qur’an perlu ditafsir secara kontekstual.

Namun Nasr dengan lantang menyanggah. “Itu adalah penghujatan bagi umat Islam,” katanya. “Tak satu pun mazhab, dari Sunni sampai Ismaili, yang menganggap al-Qur'an sebagai produk sejarah manusia.”

Muhammad dan Kristus di Tengah Medan Tafsir

Inti ketegangan teologis antara Islam dan Kristen, menurut Nasr, tidak berhenti pada soal doktrin, tetapi pada figur Nabi Muhammad. Selama berabad-abad, kata Nasr, Barat melihat Nabi Islam secara penuh kebencian dan prasangka. Bahkan dalam dokumen Vatikan yang terkesan terbuka, posisi Nabi tetap di pinggirkan.

Dalam pandangan Islam, Muhammad adalah penerima wahyu murni — bukan penafsir atau penyadur dari tradisi sebelumnya. Maka, ketika Küng mengisyaratkan bahwa pandangan al-Qur’an tentang Yesus mungkin terinspirasi dari komunitas Kristen Timur yang marginal, Nasr kembali menegaskan: “Bagi kami, Tuhanlah yang mengajari nabi-nabi-Nya. Tidak ada kewajiban Nabi Muhammad untuk berutang pandangan kepada siapa pun.”

Baca juga: Benarkan Menjelang Kiamat Seluruh Ahli Kitab Beriman Kepada Nabi Isa?

Kristologi pun menjadi medan sensitif. Küng mencoba menjembatani kesenjangan antara pandangan Injil dan al-Qur’an soal Yesus. Namun Nasr tak setuju. Jika al-Qur’an menyatakan Yesus tidak disalib, maka menerima versi Kristen — bahwa penyaliban terjadi dan Yesus adalah Anak Tuhan — adalah pengingkaran terhadap wahyu Islam. “Tidak bisa dua-duanya benar dalam logika modern,” kata Nasr. “Tetapi dalam metafisika tradisional, Tuhan bisa memungkinkan dua jalan pemahaman terhadap satu realitas suci.”

Teologi versus Diplomasi

Nasr tidak menolak dialog lintas iman. Ia bahkan pernah memimpin dialog Muslim-Katolik di Roma dan salat di Assisi, tempat suci St. Fransiskus. Tapi ia menolak diplomasi yang menutup mata pada perbedaan mendasar. “Lebih baik berdebat soal kebenaran daripada menenangkan diri dengan kalimat manis yang tak menyentuh pokok masalah,” katanya.

Ia juga mengkritik pandangan yang menyamakan Islam sebagai agama “historis” seperti Kristen dan Yudaisme. Dalam Islam, kata Nasr, sejarah tidak memengaruhi Tuhan. Islam tidak mengenal inkarnasi ilahi. Sejarah hanya penting sebagai pelajaran moral, bukan sebagai wahyu. “Al-Qur’an tidak mementingkan siapa datang sebelum siapa. Yang penting adalah pelajaran etisnya.”

Dua Jalan, Satu Realitas?

Mungkinkah dua agama besar ini berbicara soal Kristus dalam kerangka yang saling hormat tanpa menyangkal keyakinan masing-masing? Nasr yakin bisa. Jika filsafat modern mau menerima kemungkinan bahwa satu realitas suci bisa dilihat dari dua sudut yang sah secara metafisik.

Ia bahkan mengisyaratkan kemungkinan reinterpretasi Trinitas dalam kerangka metafisika Islam, seperti yang dilakukan sebagian sufi. Tapi ia menegaskan satu hal: dialog hanya mungkin jika didasarkan pada apa yang dianggap sakral oleh masing-masing pihak. Dan bagi umat Islam, al-Qur’an adalah wahyu mutlak, bukan karya sejarah.

Nasr menutup argumennya dengan menyebut dialog itu penting. Tapi dialog sejati bukan tentang menghapus perbedaan. Melainkan menyapanya secara jujur — lalu saling menatap, tanpa ilusi.

(mif)
  • Bagikan Artikel Ini :
TOPIK TERKAIT
BERITA TERKAIT
jadwal-sholat
Jadwal Sholat
JAKARTA, Rabu 09 Juli 2025
Imsak
04:34
Shubuh
04:44
Dhuhur
12:01
Ashar
15:23
Maghrib
17:55
Isya
19:08
Lihat Selengkapnya
QS. Ali 'Imran:64 Langit 7 Cahaya Menuju Kebaikan
قُلْ يٰٓاَهْلَ الْكِتٰبِ تَعَالَوْا اِلٰى كَلِمَةٍ سَوَاۤءٍۢ بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمْ اَلَّا نَعْبُدَ اِلَّا اللّٰهَ وَلَا نُشْرِكَ بِهٖ شَيْـًٔا وَّلَا يَتَّخِذَ بَعْضُنَا بَعْضًا اَرْبَابًا مِّنْ دُوْنِ اللّٰهِ ۗ فَاِنْ تَوَلَّوْا فَقُوْلُوا اشْهَدُوْا بِاَنَّا مُسْلِمُوْنَ
Katakanlah (Muhammad), “Wahai Ahli Kitab! Marilah (kita) menuju kepada satu kalimat (pegangan) yang sama antara kami dan kamu, bahwa kita tidak menyembah selain Allah dan kita tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun, dan bahwa kita tidak menjadikan satu sama lain tuhan-tuhan selain Allah. Jika mereka berpaling maka katakanlah (kepada mereka), “Saksikanlah, bahwa kami adalah orang Muslim.”
QS. Ali 'Imran:64 Langit 7 Cahaya Menuju Kebaikan