LANGIT7.ID, Jakarta -  Penggerak Sosial sekaligus Mahasiswi Program Phd Universitas California San Diego, Zahra Amalia mengatakan manfaat Jaminan Hari Tua (JHT) untuk menjamin kesejahteraan di hari tua nanti, bukan saat ini. Hal tersebut menanggapi Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) No 22 tahun 2022 tentang (JHT) baru bisa cair saat usia 56 tahun.
"Jangan sampai demi kesejahteraan kita kini, kesejahteraan kita di hari tua nanti terancam," ujar Zahra Amalia dikutip dari akun Twitter pribadinya @zahraamalias, Selasa (15/2/2022).
Baca juga: JHT Cair Usia 56 Tahun, Netty: Pemerintah Harus Kaji UlangDalam cuitannya, Zahra menjelaskan jaminan dana pensiun sangat penting untuk seseorang di hari tua. Bila tidak ada jaminan saat pensiun, maka dikhawatirkan bisa membebani generasi berikutnya.
"Hal itu dapat memunculkan fenomena Sandwich Generation atau keadaan di mana seseorang harus menanggung anak dan juga orang tua mereka yang pensiun/lansia," kata Zahra.
Zahra kemudian membeberkan sistem kesejahteraan sosial di Indonesia umumnya dibagi dua, yakni bantuan sosial (bansos) dan jaminan sosial (jamsos). Bansos bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Bansos biasanya bersyarat, seperti untuk masyarakat miskin atau pelajar. Tidak ada kewajiban iuran dari penerimanya dan bersifat reguler.
Baca juga: Atasi Stunting, DPR Minta Pemerintah Tingkatkan Kesejahteraan KaderSedangkan jamsos bertujuan untuk menjaga kesejahteraan masyarakat dan didesain untuk semua orang tanpa syarat seperi bansos. Jamsos bersifat insidental saat ada sesuatu yang mempengaruhi kesejahteraan seseorang, misalnya sakit atau pensiun.
"Contohnya ketika pencari nafkah sakit, keluarga mungkin terdampak karena terancam kehilangan pendapatan dan terbebani biaya kesehatan. Maka ada BPJS untuk meringankan biaya pengobatan dan meningkatkan kesehatan masyarakat," ungkap Zahra.
Menurut Bank Dunia (2018), lanjut Zahra, belanja pemerintah untuk bansos (tidak termasuk subsidi) meningkat lebih dari dua kali lipat secara riil antara 2009-2018. Itu mencerminkan naiknya cakupan perlindungan sosial di Indonesia ke lebih banyak orang dan kelompok masyarakat.
"Tetapi, perluasan cakupan dan belanja jamsos relatif lebih lambat. Bank Dunia (2018) menemukan bahwa bila dibanding negara lain dengan usia demografis serupa, iuran pensiun Indonesia terhadap PDB relatif lebih rendah," ucap Zahra.
Baca juga: Mantap! KONI Kota Semarang Beri Jaminan Atlet Asuransi Keselamatan KerjaSelain itu, bansos bagi lansia di Indonesia masih rendah baik cakupan dan nilainya. Misalnya untuk masyarakat miskin ada Program Keluarga Harapan (PKH) yang per tahun 2021 memberikan IDR 2,4 juta/lansia pertahun. Sayangnya, PKH hanya bisa diberikan pada satu lansia dalam satu keluarga.
"Hal ini diperparah dengan cakupan pensiun hari tua yang secara umum masih rendah dan regresif atau makin kaya makin tinggi cakupannya. Karena itu kesejahteraan lansia, terutama di kelompok menengah ke bawah tidak terjamin," jelasnya.
Lebih lanjut, Zahra menerangkan salah satu alasan mengapa skema pensiun seperti JHT rendah cakupannya. Hal itu lantaran peran pemerintah untuk mendorong tersedianya program pensiun di sektor informal masih terbatas.
"Alasan lainnya karena adanya peraturan pemerintah No. 60/2015 yang membolehkan pencairan dini JHT. Karenanya pada 2015 terjadi lonjakan penarikan dini JHT (Bank Dunia, 2018)," imbuhnya.
 
Baca juga: 
Kemenag Sinkronkan Data Haji dan Umrah dengan DukcapilKetua DPR: Vaksin Booster Perlu Digratiskan untuk Rakyat Kecil(asf)