BMKG Ungkap Faktor Penyebab Buruknya Kualitas Udara Jakarta

LANGIT7.ID, Jakarta - Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyatakan ada beberapa faktor yang mempengaruhi buruknya kualitas udara DKI Jakarta dalam sepekan terakhir. Hal itu yang menjadikan kualitas udara Jakarta sempat mencapai ranking 196 dengan kategori kualitas udara tidak sehat.

Pelaksana tugas Deputi Bidang Klimatologi BMKG, Urip Haryoko mengatakan, konsentrasi PM2.5 di Jakarta dipengaruhi oleh berbagai sumber emisi. Di antaranya berasal dari lokal, seperti transportasi dan residensial, hingga sumber regional kawasan industri dekat dengan Jakarta.

Baca Juga: Kualitas Udara Jakarta Buruk, Ini Tips agar Pernapasan Tetap Sehat

"Emisi ini dalam kondisi tertentu dipengaruhi oleh parameter meteorologi yang dapat terakumulasi. Ini menyebabkan terjadinya peningkatan konsentrasi yang terukur pada alat monitoring pengukuran konsentrasi PM2.5," kata Urip salam keterangan resminya, Selasa (21/6/2022).

Proses pergerakan polutan udara seperti PM2.5 dipengaruhi oleh pola angin yang bergerak dari satu lokasi ke lokasi lain. Angin yang membawa PM2.5 dari sumber emisi dapat bergerak menuju lokasi lain, sehingga menyebabkan terjadinya potensi peningkatan konsentrasi PM2.5.

"Pola angin lapisan permukaan memperlihatkan pergerakan massa udara dari arah timur dan timur laut yang menuju Jakarta. Ini memberikan dampak terhadap akumulasi konsentrasi PM2.5 di wilayah ini," kata Urip.

Peningkatan konsentrasi PM2.5 memiliki korelasi positif atau hubungan berbanding lurus dengan kadar uap air di udara, dinyatakan oleh parameter kelembaban udara relatif. Pada beberapa hari terakhir, tingginya kelembaban udara di Jakarta relatif menyebabkan peningkatan proses adsorpsi atau dalam istilah teknisnya merujuk perubahan wujud dari gas menjadi partikel. Proses ini menyebabkan terjadinya peningkatan konsentrasi PM2.5 yang difasilitasi oleh kadar air di udara.

Baca Juga: Kualitas Udara Jakarta Terburuk di Dunia, Ini Dampaknya Bagi Kesehatan

Tak hanya itu, kelembaban udara relatif tinggi juga menyebabkan munculnya lapisan inversi yang dekat dengan permukaan. Inversi merupakan lapisan di udara ditandai dengan peningkatan suhu udara seiring dengan peningkatan ketinggian lapisan.

Dampak dari keberadaan lapisan inversi menyebabkan PM2.5 yang ada di permukaan menjadi tertahan, tidak dapat bergerak ke lapisan udara lain. Hal tersebur mengakibatkan akumulasi konsentrasi yang terukur di alat monitoring.

Selain beberapa faktor tersebut, penyebab lain berkontribusi memburuknya kualitas udara di Jakarta karena adanya stagnasi pergerakan udara. Ini menyebabkan polutan udara telah terakumulasi di wilayah ini tidak beranjak dan berimbas pada kondisi cenderung bertahan lama.

"Kondisi stagnasi udara ditandai kecepatan angin rendah yang tidak hanya berimbas pada akumulasi PM2.5, tetapi juga dapat memicu produksi polutan udara lain seperti ozon permukaan (O3), yang keberadaannya dapat diindikasikan dari penurunan jarak pandang," tutur Urip.

Oleh karena itu, konsentrasi PM2.5 yang berdampak pada penurunan kualitas udara di Jakarta memberikan pengaruh negatif pada individu memiliki riwayat terhadap gangguan saluran pernapasan dan kardiovaskuler.

Baca Juga:

BRIN: Kebijakan Pajak Karbon Tekan Dampak Krisis Iklim Dunia

JATAM Desak Investasi Nikel Tesla Tidak Gunakan PLTU dan Buang Limbah ke Laut