LANGIT7.ID, Surabaya - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya menegaskan bahwa penangkapan dan penetapan pemuda penjual es di Madiun, Muhammad Agung Hidayatullah (MAH) sebagai tersangka kasus peretasan
Bjorka, tidak nyambung dan dipaksakan.
MAH ditangkap pada 14 September 2022, lalu dipulangkan pada 16 September dengan status tersangka. Meski pelaku hanya diamankan beberapa hari, namun aktivitas membawa MAH ke kantor polisi sudah jelas penangkapan.
Dalam perkara itu, polisi dinilai melanggar Pasal 1 angka 20 KUHAP. Dalam pasal itu disebutkan, penangkapan hanya dilakukan kepada seorang tersangka atau terdakwa tindak pidana.
Jika penangkapan dilakukan terhadap kepada orang yang bukan tersangka atau terdakwa, maka penangkapan itu tidak sah dan dapat dilakukan praperadilan sesuai pasal 77 KUHAP.
Baca Juga: Bjorka Angkat Bicara: Saya Bukan Penjahat, Hanya Cari Keadilan
“Penetapan tersangka terhadap MAH karena membuat
channel Telegram Bjorkanism kemudian dihubungkan dengan aktivitas
Bjorka yang melakukan peretasan dan dianggap membantu, menurut kami masih sangat prematur, dipaksakan dan tidak nyambung,” kata Kadiv Advokasi & Jaringan YLBHI-LBH Surabaya, Habibus Shalihin, dalam keterangan tertulis, Sabtu (17/9/2022).
Habibus meminta polisi tidak gegabah dalam menetapkan seseorang tersangka. Polisi tidak boleh memberikan kesan penetapan tersangka itu hanya sekadar menutupi penangkapan tidak sah sebelumnya.
“Kami memotret praktik penegakan hukum yang dilakukan oleh kepolisian justru seringkali tengah membangkang peraturan perundang-undangan,” katanya.
Jika tidak ditemukan indikasi perbuatan pidana, kata Habibus, maka tidak boleh memaksakan kasus menjadi seolah-olah ada masalah. Hal itu justru menimbulkan distrust kepada publik terhadap aparat penegak hukum dan Pemerintah.
“Maka, tanpa harus malu kepada publik akui saja bila terjadi kesalahan dalam proses-proses penetapan tersangka, itu akan lebih terhormat daripada mengorbankan hak asasi warga negaranya sendiri demi membangun citra aparat kepolisian dengan penuh kepalsuan.” Ujar Habibus.
Kemudian, istilah membantu yang dipakai pihak kepolisian tidak jelas, apakah merujuk pada ketentuan pasal 55 KUHP atau apa, karena dalam hukum pidana istilah membantu, turut serta, menyuruh lakukan dapat ditemukan di KUHP pasal 55.
“Ini yang menurut kami menjadi pertanyaan penting dalam menetapkan MAH sebagai tersangka yang menurut pihak kepolisian membantu,” kata Habibus.
Jika tujuan membantu seperti klaim polisi biar Bjorka terkenal dan dapat banyak uang, maka tidak ada hubungannya yang tindakan sang
hacker. Itu tidak nyambung sama sekali.
Habibus menilai, perburuan terhadap hacker Bjorka tidak akan menyelesaikan masalah keamanan data pribadi di Indonesia yang sudah sedemikian akut dan krusial.
Baca Juga: Berkaca dari Kasus Bjorka, Pemerintah Diminta Benahi Keamanan Siber
Menurut Habibus, pemerintah seharusnya lebih mengutamakan kebijakan perlindungan data pribadi daripada berburu
hacker. Karena itu yang lebih urgent hari ini dimana segala transaksi banyak dilakukan secara
online dan mensyaratkan dokumen pribadi didalamnya.
Atas dasar itu, LBH Surabaya meminta kepolisian tunduk dan patuh terhadap KUHAP dalam melakukan penangkapan dan penetapan tersangka bagi seseorang.
“(Kami) meminta kepada Pemerintah Republik Indonesia untuk secara serius membuat kebijakan perlindungan keamanan data pribadi,” ujar Habibus.
(jqf)