LANGIT7.ID, Yogyakarta -
Ainun Najib adalah salah satu santri kebanggaan Indonesia. Namanya bahkan pernah disebut oleh Presiden
Jokowi, diminta pulang dan berkontribusi untuk Indonesia. Ainun kini tinggal di Singapura melakoni profesi sebagai
data scientist dengan posisi
Head of Analytics Platform, Policy and Data Initiatives di Grab.
Selain itu, Ainun juga pernah menggagas sejumlah
platform digital yang bermanfaat untuk publik seperti KawalPemilu , KawalCovid19 hingga KawalMasaDepan untuk membantu anak yang jadi yatim karena pandemi Covid-19. Teranyar, Ainun menggagas platform
Artificial Intelligence (AI) untuk orang tua dan anak belajar bernama senar.ai.
Jika melihat kontribusinya yang mendunia, siapa sangka kalau Ainun adalah santri yang berasa dari desa. Alumnus
Nanyang Technological University (NTU) itu menghabiskan masa kecil hingga remaja di sebuah desa di Kecamatan Balongpanggang, Gresik, Jawa Timur.
Baca Juga: Ainun Najib, Teknolog Muda NU Diminta Presiden Pulang ke Tanah Air
Saat kecil, Ainun menempuh pendidikan dasar di Madrasah Ibtidaiyah (MI) . Saat lulus MI, Ainun sempat mengutarakan keinginan untuk belajar di pondok pesantren. Namun, keinginan itu tidak diizinkan oleh orang tuanya.
"Abah saya bilang sudah banyak orang NU (Nahdlatul Ulama) yang belajar agama, yang belajar sains dan teknologi belum banyak," tutur Ainun saat ditemui
langit7.id, di Yogyakarta, Selasa (13/12/2022).
Harapan yang tidak tercapai itu membuat Ainun kini berpenampilan ala santri dan terus memperdalam ilmu agama.
“Jadi, pengen jadi santri, tapi tidak kesampaian jadi santri. Jadi, mudah-mudahan kalau dibolehin pakai identitas santri, saya pakai identitas ini. jadi, saya pakai peci itu
peci-traan,” kata Ainun berkelakar.
Baca Juga: Dibanggakan Presiden, UYM Yakin Banyak Sosok Seperti Ainun Najib
Ainun akhirnya melanjutkan sekolah menengah pertama di Gresik. Di sekolah itu, Ainun sudah menunjukkan bakat luar biasa. Dia kerap memenangkan lomba. Itu semua dibantu oleh guru-guru yang ada di SMP tempat dia belajar.
“Alhasil, lanjut di SMP, semakin berprestasi juga bersama guru-guru saya. Saya di SMP Balongpanggang, sama guru-guru dibantu diperkenalkan dengan ikut lomba di Surabaya, sekali dua kali. Saya juara satu,” katanya.
Dia lalu melanjutkan pendidikan di salah satu sekolah menengah atas terbaik di Jawa Timur, SMAN 5 Surabaya. Saat SMA, dia tergabung dalam tim Indonesia dalam Olimpiade Matematika Asia Pasifik pada 2003.
Saat pertama kali masuk pintu gerbang SMAN 5 Surabaya, Ainun membaca sebuah tulisan tentang Olimpiade Matematika tingkat internasional tersebut. Dia lalu bertekad untuk bergabung ke tim tersebut.
Baca Juga: Dzuizz Annajib, Programmer Kelas 6 SD dengan Segudang Prestasi
“Alhamdulillah, dua tahun kemudian tercapai mewakili Indonesia ke sana. Alhamdulillah, jalan hidup saya seperti itu. seperti sudah ditata,” ujar Ainun.
Saat itu, Ainun dan tim berhasil meraih predikat honorable mention. Tamat SMA, Ainun melanjutkan kuliah di NTU Singapura mengambil jurusan
Computer Engineering.
Saat di NTU itu, dia bergabung mewakili NTU dalam perlombaan pemrograman ACM ICPC pada 2006-2007 bersama mahasiswa Indonesia lain. Tim itu menjuarai ACM ICPC level regional Asia di Teheran, Iran pada 2006, dan ikut bertanding di level dunia di Tokyo, Jepang pada 2007.
Setelah lulus, dia bergabung dengan IBM Singapura sebagai
software engineer dan setelah itu dia menjabat sebagai konsultan senior dan hingga kini berkarir di Grab.
Berkat Pendidikan Orang TuaAinun mengaku pencapaian saat ini berkat pendidikan yang diterapkan orang tuanya. Sejak kecil, dia sudah dibebaskan untuk belajar apa saja. Itu tidak terlepas dari latar belakang orang tua Ainun yang memang seorang guru.
“Orang tua saya itu bukan orang mampu, bukan orang kaya. Dia guru PNS di salah satu desa di Gresik. Tapi bersyukur sekali, di keluarga besar saya, kedua orang tua saya punya concern terhadap pendidikan yang sangat besar. Selain sebagai pendidik, juga sebagai guru agama,” ujar Ainun.
Baca Juga: Agar Tak Ketinggalan Zaman, Santri Harus Kuasai Teknologi Informasi
Ainun mengaku sejak kecil sudah ditanamkan rasa cinta kepada ilmu pengetahuan. Itu yang membuat minat Ainun kepada sains dan matematika tumbuh. Selain itu, orang tua Ainun mendidik dengan cukup bebas. Jauh sebelum ada istilah merdeka belajar, Ainun sudah mendapatkan pendidikan semacam itu dari orang tuanya.
Dia mencontohkan, saat masih di MI, dia kerap bolos sekolah sekadar nonton film kartun yang tayang pada hari Ahad. Kala itu, hari libur sekolah madrasah adalah Jumat. Sementara, film kartun kesukaan anak-anak tayang pada Ahad pagi.
“Saya masih ingat, madrasah dulu itu hari minggu masuk, jumat libur. Itu
problem besar buat saya.
Wong saya itu penggemar doraemon. Ini tidak bisa ini, tidak bisa madrasah ini. Hari minggu di rumah, jadi tidak apa-apa tidak sekolah. Akhirnya karena madrasah libur Jumat, minggu juga libur karena saya nonton doraemon,” kata Ainun.
Baca Juga: Co-Parenting, Kolaborasi Pendidikan Antara Rumah dan Sekolah
Selain itu, Ainun juga selalu diajak ke toko buku di kecamatan saat masih kecil. Itu dilakukan setiap hari libur. Di toko buku itu, Ainun dibebaskan membaca buku apa saja. Termasuk bacaan-bacaan yang belum saatnya dibaca oleh anak-anak. Sesampainya di rumah, kata dia, ada diskusi dari sang ayah terkait bacaan di toko buku.
“Saking dibebaskannya, jadi betul-betul merdeka belajar. Dikontrol juga lah, di rumah juga ditambahi koreksi. ” pungkas Ainun.
(jqf)