LANGIT7.ID, Jakarta - Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Fatwa KH Asrorun Niam Sholeh menjelaskan bahwa mandat Undang-Undang Jaminan Produk Halal (JPH) menetapkan terdapat tiga aktor sertifikasi halal. Di antaranya BPJPH, Lembaga Pemeriksa Halal (LPH), dan LPPOM MUI.
"Mandat ini diberikan oleh Undang-Undang 33 Tahun 2013 dan juga perubahannya melalui Undang-Undang Cipta Kerja," kata Kiai Niam dalam acara 'Ekspose Laporan Tahunan Komisi Fatwa dalam Proses Sertifikasi Halal', Kamis (29/12/2022).
Dia menuturkan, terkait prinsip dasar Undang-Undang Jaminan Produk Halal (UU JPH). Prinsip pertama ialah sebagai perlindungan keyakinan bagi konsumen Muslim.
Baca Juga: MUI: Perempuan Berperan Bangkitkan Ekonomi Syariah Lewat UMKM"Negara memberikan jaminan pelaksanaan agama sesuai dengan keyakinannya, di mana urusan halal salah satu elemen penting di dalam kehidupan agama bagi masyarakat Muslim," ujarnya.
Prinsip kedua, lanjut dia, perlu adanya jaminan kepastian hukum terkait halal atau tidaknya sebuah produk. Hal ini dilakukan dengan mekanisme sertifikasi dan penetapan kehalalan terhadap jenis produk yang akan dikonsumsi.
"Kepastian hukum ini menjadi penting mulai dari hulu hingga hilir, ini satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Jangan sampai kemudian menurut si A halal menurut si B haram sehingga tidak ada kepastian hukum," jelasnya.
Menurut dia, UU JPH hadir untuk memberikan kepastian hukum. Agar tidak terjadi hal demikian di kalangan masyarakat.
Ketiga, keseimbangan antara motif ekonomi dan motif agama. Karena ketika berbincang soal produk pangan, maka di situ ada dimensi ekonomi.
"Tapi konsentrasi hanya ke dimensi ekonomi dengan meninggalkan aspek keagamaan tentu itu tidak sesuai dengan prinsip awal jaminan kehalalan, karena hal itu adalah terminologi agama, karena itu undang-undang JPH ini memberikan jaminan keseimbangan antara motif ekonomi dan substansi ajaran agama," ujar Kiai Niam.
Baca Juga: Emil Dardak: Ekonomi Syariah Sangat Luas, Tidak Eksklusif untuk Muslim Saja(zhd)