LANGIT7.ID-, Jakarta- - Islam mengajarkan bahwa kewajiban membayar utang sebagai amanah yang harus dilakukan dengan penuh tanggung jawab. Bahkan prinsip etika yang terkandung dalam Islam memandang utang sebagai ikatan moral.
Oleh sebab itu umat Islam diajak untuk mengikuti pedoman-pedoman yang ditetapkan dalam hadis-hadis Nabi Muhammad Saw. Utang sebesar apapun wajib dibayar.
Dalam hadis disebutkan, dari Abu Hurairah RA dari Nabi SAW bersabda:
“Siapa yang mengambil harta manusia (berhutang) disertai maksud akan membayarnya maka Allah akan membayarkannya untuknya, sebaliknya siapa yang mengambilnya dengan maksud merusaknya (merugikannya) maka Allah akan merusak harta orang itu.” (HR al-Bukhari).
Baca juga:
Ceramah Majelis Subuh GenZI, Gus Rifqil Sebut Patriot itu Berperan, Bukan BaperanIslam juga mendorong agar utang segera dilunasi. Dari Abu Hurairah RA berkata:
Nabi SAW bersabda: “Menunda pembayaran hutang bagi orang kaya adalah kezaliman”. (HR al-Bukhari).
Lalu dalam hadis lain disebutkan: “Menunda-nundaan orang kaya (dalam pembayaran hutangnya) menjadi sebab pembolehan menjatuhkan kehormatannya dan pemberian sanksi terhadapnya. (HR Abu dawud, al-Nasa’iy, al-Bukhari, dan Ibn Hibban).
Jadi terlihat jelas bahwa Islam menegaskan pentingnya membayar utang. Namun begitu, bagi pihak yang diutangi tetap perlu menggunakan cara yang baik dan etis saat menagih utang. Sebab hal tersebut diajarkan dalam Islam.
Dalam hadis, Rasulullah Saw mengajarkan, “Siapa saja yang ingin meminta haknya, hendaklah dia meminta dengan cara yang baik baik pada orang yang mau menunaikan ataupun enggan menunaikannya” (HR. Ibnu Maja).
Jadi bisa dipahami bahwa sikap yang baik dan cara berbicara yang lembut adalah kunci dalam menyelesaikan urusan utang.
Sementara dalam hadis lain Rasulullah SAW menyebutkan, “Semoga Allah merahmati seseorang yang bersikap mudah ketika menjual, ketika membeli, dan ketika menagih haknya (utangnya).” (HR. Bukhari no. 2076).
Sikap yang mudah dan baik dalam menagih utang menjadi nilai yang ditekankan, menciptakan lingkungan saling menghormati dan memahami keadaan satu sama lain.
Tidak hanya itu, penagihan utang juga tidak boleh dilakukan dengan ancaman atau tindakan menipu. Rasulullah SAW secara tegas menyampaikan dalam hadis, “Barangsiapa yang mengangkat senjata (memerangi dan mengancam) kepada kita, maka ia bukanlah termasuk golongan kita (kaum Muslimin). Dan barangsiapa yang mengelabui (menipu) kita, maka ia pun bukan termasuk golongan kita.” (HR Muslim).
Sikap yang bersahabat dan jujur diutamakan dalam menyelesaikan masalah utang, sambil tetap mempertahankan nilai-nilai keislaman.
Dari beberapa hadis yang telah disebutkan maka bisa disimpulkan bahwa menagih utang dalam Islam bukan hanya sekadar kewajiban, tetapi juga melibatkan niat yang baik, sikap yang santun, dan kepatuhan terhadap etika Islam.
Prinsip-prinsip ini memberikan kerangka kerja yang kokoh untuk menyelesaikan masalah keuangan dengan cara yang memperkuat tali persaudaraan dan keadilan sosial dalam masyarakat Islam.
(ori)