Langit7.id - Dakwah, Al-Quran, Berita Terkini dan Tafsir
Dapatkan Update berita LANGIT7.ID
melalui notifikasi browser Anda.
kalender Selasa, 14 Januari 2025
home masjid detail berita

Bolehkan Memperlihatkan Sedekah di Media Sosial? Begini Ajaran Islam

tim langit 7 Selasa, 10 Desember 2024 - 07:51 WIB
Bolehkan Memperlihatkan Sedekah di Media Sosial? Begini Ajaran Islam
ilustrasi
LANGIT7.ID-, Jakarta- - Saat ini, banyak orang yang berbagi kebahagiaan mereka melalui media sosial setelah berdonasi. Zaman Nabi Muhammad saw, para sahabat bersedekah secara diam-diam.

Hal ini mencerminkan pergeseran kebiasaan yang terjadi, antara mengikuti cara donasi yang dicontohkan oleh Nabi dan para sahabat, atau mengikuti tren sosial media saat ini, di mana sedekah ditampilkan di media sosial dan publik mengetahuinya.

Lantas, apakah esensi dari sedekah yang kita lakukan sekarang masih mencerminkan pesan Islam tentang sedekah?

Apakah sah jika kita membagikan momen berdonasi di media sosial, yang dapat dilihat oleh banyak orang?

Bagaimana seharusnya kita menjalankan etika bersedekah yang sesuai dengan ajaran Islam?

Baca juga:Gus Baha Bicara Pentingnya Tata Krama Sosial dan Risiko Jika Melanggar

Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas, Surat Al-Baqarah ayat 262 memberikan petunjuk yang jelas mengenai sikap yang seharusnya kita ambil saat berdonasi di tengah masyarakat:

اَلَّذِيْنَ يُنْفِقُوْنَ اَمْوَالَهُمْ فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ ثُمَّ لَا يُتْبِعُوْنَ مَآ اَنْفَقُوْا مَنًّا وَّلَآ اَذًىۙ لَّهُمْ اَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْۚ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُوْنَ

Artnya, “Orang-orang yang menginfakkan harta mereka di jalan Allah, kemudian tidak mengiringi apa yang mereka infakkan itu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan penerima), bagi mereka pahala di sisi Tuhan mereka. Tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih.”

Surat Al-Baqarah ayat 262 menegaskan bahwa cara berinfak yang baik adalah dengan menjaga kerahasiaan, tidak menyebut-nyebutnya atau menyakiti perasaan penerima, agar pahala yang diperoleh tidak berkurang. Ayat ini menjadi pengingat bagi para donatur untuk tidak merasa khawatir kehilangan harta yang mereka sedekahkan.

Namun, ayat ini juga perlu menjadi bahan refleksi yang lebih mendalam, dan memerlukan penafsiran para ulama agar dapat dipahami secara lebih komprehensif, sehingga tidak menimbulkan kesalahpahaman tentang cara berdonasi di zaman sekarang.

Mengenai etika bersedekah, dalam Al-Qur'an surat Al-Baqarah ayat 271 Allah berfirman:

اِنْ تُبْدُوا الصَّدَقٰتِ فَنِعِمَّا هِيَۚ وَاِنْ تُخْفُوْهَا وَتُؤْتُوْهَا الْفُقَرَاۤءَ فَهُوَ خَيْرٌ لَّكُمْۗ وَيُكَفِّرُ عَنْكُمْ مِّنْ سَيِّاٰتِكُمْۗ
وَاللّٰهُ بِمَا تَعْمَلُوْنَ خَبِيْرٌ

Artinya, “Jika kamu menampakkan sedekahmu, itu baik. (Akan tetapi,) jika kamu menyembunyikannya dan memberikannya kepada orang-orang fakir, itu lebih baik bagimu. Allah akan menghapus sebagian kesalahanmu. Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan.”

Ayat ini memiliki berbagai penafsiran yang disampaikan oleh para ulama, baik dari kalangan tafsir klasik maupun modern.

Berikut adalah beberapa penafsiran yang relevan: Pertama, Imam Al-Qurtubi dalam kitabnya Al-Jami' li Ahkam al-Qur'an Jilid III (hlm. 369-370) mengatakan:

قوله تعالى: {وَإِن تُبْدُواْ ٱلصَّدَقَٰتِ فَنِعِمَّا هِىَ...} قال ابن عباس: فجعل الله صدقة السر في
التطوع تفضل علانية بعشر درجات، وجعل صدقة الفريضة علانية أفضل من سر بسبعين درجة

Artinya, “Jika kamu menampakkan sedekah(mu), maka itu adalah baik sekali...Ibnu Abbas berkata: Allah menjadikan sedekah secara sembunyi dalam konteks sedekah sunah lebih utama daripada terang-terangan dengan sepuluh derajat, dan Allah menjadikan sedekah wajib secara terang-terangan lebih utama daripada sembunyi-sembunyi dengan tujuh puluh derajat.”

Al-Qurtubi melanjutkan bahwa keutamaan sedekah yang dilakukan secara tersembunyi, terutama dalam sedekah sunnah, adalah karena ia lebih menjauhkan dari riya'.

Sementara itu, sedekah yang dilakukan secara terang-terangan, khususnya dalam zakat wajib, justru lebih menghindarkan seseorang dari tuduhan bahwa mereka tidak menunaikan kewajiban zakat.

Kedua, Imam Ibnu Qayyim al-Jawziyyah dalam kitab Zadul Ma'ad menyatakan bahwa sedekah yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi adalah cara terbaik untuk menjaga hati dari sifat-sifat negatif, seperti ujub dan riya.

Beliau menjelaskan bahwa sedekah yang dilakukan dengan cara ini memiliki dampak yang lebih besar dalam mendekatkan diri kepada Allah dan mengharapkan pahala-Nya.

Pernyataan Ibnu Qayyim al-Jawziyyah mengenai keutamaan sedekah yang tersembunyi dapat ditemukan dalam Zadul Ma'ad Jilid I, halaman 305:

وَأَمَّا الصَّدَقَةُ فَإِنَّهَا أَحْسَنُ مَا يَكُونُ إِذَا كَانَتْ عَلَى وَجْهِ الْخَفَاءِ فَإِنَّهَا تَكُونُ أَبْعَدَ عَنْ الرِّيَاءِ وَأَحْفَظَ لِقَلْبِ الْمُتَصَدِّقِ مِنَ الْعُجْبِ وَالنَّظَرِ إِلَى النَّفْسِ وَرُؤْيَةِ فَضْلِهِ عَلَى الْمَحْسِنِ إِلَيْهِ. وَهِيَ أَعْظَمُ فِي أَجْرِهَا وَتَثْبِيتِ الْمُتَصَدِّقِ عَلَى طَاعَةِ اللَّهِ وَأَقْرَبُ إِلَى الْإِخْلَاصِ

Artinya, “Adapun sedekah, maka sedekah itu paling baik jika dilakukan dengan sembunyi-sembunyi, karena itu lebih jauh dari riya, dan lebih menjaga hati orang yang bersedekah dari sifat ujub, melihat diri sendiri, dan merasa memiliki keutamaan atas orang yang diberi sedekah. Sedekah yang dilakukan secara sembunyi memiliki pahala yang lebih besar, lebih meneguhkan orang yang bersedekah dalam ketaatan kepada Allah, dan lebih mendekatkannya kepada keikhlasan.”

Ketiga, Imam al-Ghazali dalam kitabnya Ihya' Ulumid Din terbitan Dar al-Kutub al-Ilmiyyah tahun 2004, halaman 292, mengungkap bahwa sedekah secara terang-terangan memiliki keutamaan yang besar.

مقالة: ويظهر الصدقة إذا كان في إظهارها مصلحة دينية، مثل أن يحث الناس على الصدقة، أو يخفف عن الفقراء والمحتاجين، أما إذا كان إظهارها يؤدي إلى الرياء أو التفاخر، فإخفاؤها أفضل."

Artinya, “Menampakkan sedekah jika ada manfaat agama dalam penampakan tersebut, seperti mendorong orang lain untuk bersedekah atau meringankan beban orang miskin dan membutuhkan, lebih baik. Namun, jika penampakan sedekah tersebut mengarah pada riya' atau pamer, maka menyembunyikannya lebih baik.”

Fenomena sedekah yang dipublikasikan di Indonesia maupun di dunia sering kali dianggap sebagai bentuk flexing. Namun, pandangan al-Ghazali berbeda. Beliau justru memberikan solusi baru dalam konteks media sosial dan dunia maya, bahwa menyebarkan amal kebaikan seperti donasi bisa dilakukan di mana saja, asalkan diniatkan untuk kebaikan yang tulus.

Menurut al-Ghazali, amal sedekah umat Muslim tetap akan dicatat dengan baik oleh Allah, namun apabila niatnya mengarah pada riya’, sebaiknya disembunyikan.

Dalam konteks yang sama, Grand Syaikh Al-Azhar, Syekh Ahmad Thayyeb, pernah menyampaikan peringatan agar masyarakat tidak terlena dengan mengabadikan foto atau video kegiatan donasi di media sosial.

Salah satu alasan beliau adalah untuk menjaga martabat (hifzh karamah) para mustahiq (penerima bantuan), agar mereka tidak terkesan dijadikan objek untuk mendapatkan pujian atau perhatian.

Namun, menurut pandangan penulis, terlepas dari pertimbangan riya’ atau tidak, sisi maqashid dari donasi perlu diperhatikan. Menunjukkan donasi secara terbuka dapat dimaknai sebagai bagian dari Istibaqul Khairat (berlomba dalam kebaikan).

Sejalan dengan pendapat ar-Razi dalam Mafatihul Ghaib, yang berpendapat bahwa mempublikasikan sedekah di muka publik tetap memiliki maslahat, karena dapat mendorong orang lain untuk mengikuti jejak kebaikan tersebut.

Beliau berkata: قال الرازي في تفسيره: وأما الوجه في جواز إظهار الصدقة فهو أن الإنسان إذا علم أنه إذا أظهرها صار ذلك سببا لاقتداء الخلق به في إعطاء الصدقات فينتفع الفقراء بها فلا يمتنع والحال هذه أن يكون الإظهار أفضل انتهى

Artinya, “Alasan dibolehkannya menampakkan sedekah adalah menjadi sebab bagi orang lain untuk mencontohnya dalam bersedekah, sehingga orang-orang miskin akan mendapatkan manfaat darinya. Dalam hal ini memposting donasi di sosial media dianjurkan.”

Dengan demikian, baik berdonasi secara terang-terangan maupun tersembunyi memiliki keutamaan besar dalam hal keikhlasan dan peningkatan pahala.

Terlepas dari pertimbangan riya’ atau tidak, yang lebih penting adalah menjaga kemuliaan nilai sedekah itu sendiri. Hifzhul karamah fi qimatish shadaqah (menjaga kemuliaan nilai sedekah) mendorong kita untuk berlomba dalam melakukan kebaikan melalui sedekah, baik dalam bentuk materi (seperti uang atau barang) maupun sebagai bentuk syiar Islam yang menunjukkan kepedulian terhadap sesama. Wallahu A'lam.

(Tulisan Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Ushuluddin Bogor (STIU), Rifa Tsamrotus Sa’adah)

(ori)
  • Bagikan Artikel Ini :
TOPIK TERKAIT
BERITA TERKAIT
jadwal-sholat
Jadwal Sholat
JAKARTA, Selasa 14 Januari 2025
Imsak
04:17
Shubuh
04:27
Dhuhur
12:05
Ashar
15:29
Maghrib
18:18
Isya
19:32
Lihat Selengkapnya
QS. Al-Hadid:1 Langit 7 Cahaya Menuju Kebaikan
سَبَّحَ لِلّٰهِ مَا فِى السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِۚ وَهُوَ الْعَزِيْزُ الْحَكِيْمُ
Apa yang di langit dan di bumi bertasbih kepada Allah. Dialah Yang Mahaperkasa, Mahabijaksana.
QS. Al-Hadid:1 Langit 7 Cahaya Menuju Kebaikan